Ini adalah kisah Rengganis, anak rantau yang memutuskan tinggal di salah satu indekos di pulau jawa. Siapa sangka, kedatangannya malah membawa malapetaka bagi seisi penghuni indekos. Teror yang kerap ia dapatkan setiap malam, mengarahkan Rengganis pada sebuah teka-teki pembunuhan. Rengganis bersama penghuni indekos lainnya, akhirnya memutuskan untuk menguak misteri yang terjadi. Lantas bagaimana akhirnya, apakah mereka berhasil menemukan dalang dibalik teror tersebut? Ataukah justru mereka akan menjadi korban pembunuhan berikutnya? U can find me on @nisaaar04
Lihat lebih banyakRengganis terperanjat bangun dari tidur saat seseorang menggedor paksa pintu kamarnya. Lem yang merekat kedua matanya sontak luntur mendapati sosok Bu Tejo.
"Saya tahu kamu baru sehari di sini, tapi bisa ndak pake air nggak usah heboh, gebyar-gebyur berisik didengar tetangga kos," ucap Bu Tejo.Berulang kali Rengganis mengerjap mencerna ucapan Bu Tejo, berujung keningnya memahat kerutan tipis."Loh, Bu? Siapa yang pake air, orang saya tadi lagi tidur," elak Rengganis menepis tuduhan tersebut."Orang suara airnya jelas banget loh, itu Mbak Trisna di kamar sebelah ngeluh nggak bisa tidur. Lain kali lebih diperhatiin lagi.""Sumpah demi Allah saya nggak pake air, Bu!""Jadi kalau bukan kamu itu ulah setan? Iya?" sambar wanita tersebut seraya menggeleng ringan.Sekejap Rengganis tertegun. Ekor matanya menangkap sosok Bu Tejo yang menghilang dari pandang. Ia mulai menggigit kulit bibirnya, badannya ikut menggigil, segera Rengganis berjalan kembali ke kasurnya."Aneh banget, jelas-jelas aku rebahan di sini dari tadi," gumamnya menarik selimut hingga menutupi setengah tubuhnya.Suasana kos kala itu terbilang sepi. Maklum tetangga kamar di sebelahnya dominan sudah pada bekerja. Bu Tejo berkata dua dari tiga kamar tersebut biasa lembur dan pulang dini hari. Bisa di bilang Rengganis adalah satu-satunya mahasiswi di kosan itu."Aku jadi ndak bisa tidur," bisik Rengganis pelan.Kali ini ia mulai merubah posisi tidurnya ke sisi kiri, di mana jendela menjadi objek matanya bertemu pandang. Suara jam yang berdetak, menghiasi kesunyian di balik kamar miliknya.Ketika mata gadis itu hendak terpejam, tiba-tiba suara ketukan dari pintu depan kembali menyapa telinga Rengganis."Loh, Bu Tejo lagi?" pikirnya sesaat.Gadis itu berjalan untuk meraih gagang pintu, namun ketika netranya melirik ke arah jendela, tidak ada siapa-siapa di sana."Ada yang ngetuk lagi," cetus Rengganis spontan mundur selangkah.Namun suara kali ini dari pintu belakang, pintu yang menghadap langsung dengan kebun Bu Tejo."Kok aneh ya? Kok ada orang yang bertemu lewat pintu belakang?" Sebelah alis Rengganis tertaut memikirkan keanehan tersebut.Ia memacu kakinya berlari ke pintu belakang, ada keraguan, pikiran Rengganis bertarung, bimbang memilih membiarkan atau justru membukanya.Bermodalkan nekat, gadis itu memilih untuk menebas rasa penasarannya."Sial," decak Rengganis kemudian.Kosong. Tidak ada siapa-siapa di luar.Pikiran Rengganis langsung berkecamuk. Kembali menggigiti bibirnya yang tipis. Badannya sedikit maju untuk kembali memeriksa keadaan sekitar."Apa jangan-jangan maling?" Refleks Rengganis banting pintu dan menguncinya.Tidak sampai di situ, sekujur tubuh Rengganis menegang tatkala samar-samar mendengar suara pintu depan dibuka.Degup jantung Rengganis berpacu cepat, tangannya terkepal seolah menyalurkan keberanian dalam dirinya.Ketika ia menengok ke belakang, ada sosok perempuan berambut panjang menutupi muka."Haaaaahh!"Spontan Rengganis berteriak menghalang pandang dengan kedua tangannya. Mulutnya terbuka lebar.Sesosok perempuan berdiri membawa sekop. Air mata mengalir di wajahnya. Isak tangisnya tertahan, keluar dari mulutnya dengan berat dan parau. Ia mengangkat sekop itu tinggi-tinggi, lalu menghujamkannya ke lantai. Mata sekop itu menghancurkan lantai seakan-akan lantai itu adalah daging segar.Sedetik kemudian tubuh Rengganis terbangun dari tidur lelap. Peluh keringat terukir jelas di wajahnya. Terperangah sebab menyadari itu hanya mimpi belaka.***Cuaca pagi itu lumayan cerah, Rengganis memutuskan untuk berangkat kuliah lebih awal."Loh, Dek Ganis mau berangkat lagi toh?" sahut Mbak Trisna yang kebetulan lewat.Raut wajah Rengganis berubah heran. Sesaat ia mulai mengernyit dahi."Saya baru mau berangkat, Mbak," balasnya dengan senyuman kikuk."Oh ya? Subuh tadi saya dengar pintumu kebuka. Saya pikir kamunya udah berangkat." Mbak Trisna menambahi seiring ekspresi Rengganis bertambah bingung."Saya duluan ya, Mbak!" Tanpa menyahuti ucapan wanita itu, Rengganis memilih pergi.Padahal masih pagi, namun Rengganis malah dibuat resah. Bayang-bayang mengenai pencuri kembali bersarang di kepalanya.Apa mungkin yang didengar Mbak Trisna benar-benar perampok?"Eh, Bu! Berhenti bentar!" cetus Rengganis menunda jalan Bu Tejo yang sedang tergesa."Aduh! Apaan toh?" tanyanya dengan alis terangkat heran.Ada perasaan tak nyaman untuk mengatakannya. Namun rasa penasaran menguasai benak gadis itu."Saya boleh ngecek CCTV nggak, Bu? Mbak Trisna ngomong ada orang yang ngebuka pintu kamar saya subuh tadi," kata Rengganis.Sesaat Bu Tejo berdecak. Sebercak kegelisahan juga ikut tergambar di wajah wanita itu."Kamu tahu ndak? Semua CCTV pagi ini tiba-tiba rusak," beber Bu Tejo sekilas membuang napas."Kok bisa, Bu? Semalam perasaan masih nyala saya liatin," celetuk Rengganis mengingat betul terakhir kali mendapati lampu merah masih berkedip pada benda tersebut."Saya pun ndak paham. Malah biaya buat benerinnya nggak murah, saya juga jadi ikutan pusing.""Ada kemungkinan buat dibenerin ndak, Bu?" tanyanya dengan secuil harapan."Saat ini belum, soalnya saya lagi banyak kebutuhan."Rengganis menghela napasnya sesaat. Bu Tejo melenggang dari pandang. Sementara gadis itu berdecak merutuki kebodohannya.Pertanyaan mengenai perampok masih berputar-putar di kepalanya. Rengganis sedikit parno jika itu benar adanya.Suara klakson motor membuat Rengganis sedikit tersentak. Riko, kakak tingkatnya kini memandangnya dengan tatapan penuh heran."Ngapain bengong di pinggir jalan?" tanyanya.Rengganis hanya bisa menggeleng seraya naik ke atas motor."Nomormu kenapa dari kemarin dihubungi ndak aktif-aktif?" Riko menyerahkan sebuah helm ke gadis itu, Rengganis langsung memakainya."Kemarin disenggol orang, terus jatuh. Untung dia mau bayarin biaya kerusakannya. Nanti singgah di tukang service ya, Ko," pintanya sebelum motor itu benar-benar melesat jauh."Bener di sini tempatnya?" sahut Riko tak yakin sesaat menginjakan kaki di sebuah tempat yang sudah terbilang kumuh.Rengganis berulang kali mengecek kertas kecil yang diberikan oleh orang kemarin kepadanya."Iya udah bener kok ini. Ruko nomor 14 lantai 2," jawabnya."Rengganis ya?"Gadis itu terlonjak sesaat mendengar seseorang menyebut namanya. Ia sontak memegangi dadanya yang berdegup kencang."I-iya," sahutnya kikuk."Ada klien kemarin nitip pesan suruh buat benerin ponsel mbaknya, biaya udah ditanggung ama beliau," ujar pria tersebut.Rengganis hanya mengangguk dan langsung menyerahkan ponsel miliknya. Sekejab Rengganis maupun Riko hanya bisa terdiam di ruangan yang tidak seberapa besar tersebut. Menunggu hingga ponsel itu benar-benar selesai diperbaiki."Ini ya mbak, ponselnya udah normal dan udah bisa digunakan," ucap tukang service menyerahkan ponsel kepada si pemilik."Makasih ya, Mas," lontar Rengganis sebelum kemudian meninggalkan tempat tersebut.Gadis itu mengernyit mendapati raut wajah Riko yang berubah. Dia jadi lebih diam dari biasanya."Rik? Mukamu kenapa?" tanyanya."Kamu ndak rasa aneh, Nis?" Riko malah bertanya balik. Kepalanya menoleh ke belakang seakan memastikan sesuatu."Aneh kenapa?" Ia menatap dengan guratan tak mengerti."Kok bisa ya ada toko service di tempat ini." Riko berucap dengan suara kecil namun Rengganis dengan jelas masih bisa mendengarnya"Memangnya ndak bisa?" Rengganis menyahuti."Kamu ndak tau dulunya ini tempat apa?" serobot Riko tiba-tiba.Rengganis menggeleng dengan sepasang alis tertaut."Pembuangan mayat, Nis. Dulu banyak manusia dibunuh di sini," terang Riko dengan wajah penuh keseriusan.Mendadak tubuh Rengganis berubah kaku. Matanya membelalak bersamaan mulutnya yang terbuka lebar."Apa? Ma-mayat?"Bersambung..."Eh, coba kamu lihat deh Nu, Joko punya kunci gerbang Banu?" tanya Rengganis setelah mengamati gelagat aneh Joko di seberang jalan. Wisnu mengernyir dahi. Seumur mengenal Joko, baru kali ini ia dapati sikap lelaki itu yang aneh dan janggal. "Iya ... dia punya kuncinya," celetuk Wisnu setelah Joko berhasil membuka gerbang rumah Banu. Sementara Rengganis sudah kehabisan kata-kata. Ponselnya lantas terangkat untuk memotret aksi Joko di sana. "Nis dia udah masuk, sebenarnya tuh orang bikin apa sih? Kenapa kuncinya bisa ada sama dia?" heran Wisnu. Tanpa memberi jawaban, Rengganis buru-buru melenggang ke arah rumah Banu, membuat Wisnu berdecak dan merutuki gadis itu. "Tungguin aku, Nis!" pekik Joko dengan perasaan resah. Rengganis berjalan jinjit di depan gerbang Banu. Matanya mengintip dan menerobos masuk ke dalam pekarangan rumah milik almarhum. Di sana cukup lenggang, Rengganis tak mendapati keberadaan Joko. Lalu, ke mana dia? "Dia ndak ada, Nu," adu Rengganis dengan netra melir
Malam hari, seperti biasa Bu Tejo serta penghuni kos mengadakan kumpul bersama di ruang tengah rumah Mbak Arini. Mereka berbincang satu sama lain dan membagikan pengalaman selama seharian ini. "Tadi ibu dikabarin pihak kepolisian, katanya besok atau lusa kita udah bisa kembali ke kos, berhubung tempat itu udah disterilkan," info Bu Tejo kepada anak kosnya. Rengganis menghela napas lega. Ia mengelus dadanya pelan sebab merasakan titik ketenangan di dalam jiwanya. Selama seminggu ini hatinya masih bergejolak, ia tak bisa melupakan insiden terbunuhnya Banu begitu saja. "Syukurlah, Buk. Tapi tetap aja kita semua ndak bisa lengah gitu aja. Pembunuh korban sampai detik ini belum kunjung juga ditemukan," sahut Mbak Trisna. "Bener, saya juga was-was kalau ibu dan yang lain harus kembali ke kos lagi. Takut terjadi sesuatu lagi yang tak bisa kita bayangkan," timpal Mbak Arini. Bu Tejo mengelus pelan punggung tangan anaknya, bermaksud menenangkan kegelisahan yang menyerang di dalam jiwanya
Keadaan mendadak hening sesaat Riko membeberkan peristiwa di apartemennya. Begitu pun dengan Rengganis yang membisu dan tak mampu berucap. Rengganis merasa semua kejadian yang terjadi di sekitarnya makin tak bisa diterima oleh akal sehatnya. Belum saja kasus Banu selesai, kasus Riko malah ikut muncul ke permukaan dan sukses membuatnya pusing. "Apa yang bakal kamu lakuin sekarang? Ngelaporin kejadian ini ke kepolisian? Saranku kayaknya itu udah cara yang paling aman deh, Ko," ujar Rengganis. Riko ikut mengangguk menyetujui saran Rengganis. Ia juga dari awal sudah memikirkan akan melaporkan tindakan orang yang menerornya kepada polisi. "Aku ada kenalan polisi dan udah cerita-cerita juga ke dia soal ini. Doain aja ya Nis, semoga kasus dan pelaku ditangkap tuntas," cetus Riko penuh harapan besar. Rengganis turut mengangguk, ia menepuk pundak Riko pelan bermaksud memberinya kekuatan dan tetap tegar. "Kamu gimana?" tanya Riko setelah beberapa saat hening. Rengganis mengernyit dahi, i
Dua minggu lamanya Rengganis dan penghuni kos menetap di rumah Mbak Arini, besok hari mereka semua dipastikan untuk kembali menetap di kos Bu Tejo. Namun yang membuat terkejut ialah kasus Banu terpaksa harus ditutup karena sampai detik ini belum juga ditemukan dalang pasti pembunuh korban. Dan mengenai bukti besar di rumah Banu, Rengganis mendapati kabar dari pihak kepolisian barang-barang tersebut telah diamankan. "Huft," helah Rengganis membuang napas pelan. Ia meraih ranselnya dan beranjak keluar pintu. Di saat itu ia berpapasan dengan Bu Tejo yang sedang menggenggam kantung plastik berisi sayur di tangannya. "Eh, Nduk? Udah mau ke kampus?" tanya Bu Tejo menghentikan langkah Rengganis. Gadis itu mengangguk membenarkan. "Itu temenmu di depan kayaknya udah dari tadi nungguin kamu," cetus Bu Tejo. Sebelah alis Rengganis tertaut menampilkan raut wajah heran. Ia menerka siapa gerangan orang yang sedang menunggunya, mengingat ia tak membuat janji dengan siapa pun pagi ini. "Siap
Rengganis melenguh pelan. Tidurnya terganggu tatkala mendengar suara pintu diketuk seseorang dari luar. Ia lalu melirik jam dindingnya sebentar, kemudian menyadari bahwa pagi telah menyapa. "Tunggu, bentar aku bukain," cetusnya segera bangkit dari atas kasur. Rengganis meraih gagang pintu dan mendapati sosok Wisnu dan Joko yang sedang menunggu di luar kamar. Sebelah alis Rengganis tertaut heran menatap kedua lelaki dengan raut wajah tegang di depannya. "Ada apa?" tanya Rengganis heran. Sejanak suasana mendadak hening. Rengganis termangu memandang kedua sosok itu hanya membisu dan saling melempar tatapan. "Ada apa sih?" tanyanya lagi masih tidak mengerti dengan situasi saat itu. "Gagang pintu depan rumah Mbak Arini patah, Nis," beber Joko kemudian. Kening Rengganis semakin berkerut mendapati informasi barusan. "Patah? Kok bisa?" tanyanya balik. "Gagang pintu luar doang yang patah, semalam padahal sebelum aku kunci pintunya masih normal," cetus Wisnu. "Semalam kamu ada tamu n
Rengganis sampai di rumah anak Bu Tejo sekitar pukul tujuh malam. Setelah mata kuliahnya selesai jam lima sore, ia langsung ke rumah temannya untuk kerja kelompok. Gadis itu menghela napas berat ketika berhasil menginjaki kaki di teras sebuah rumah sederhana. Dari tempatnya, ia bisa melihat anak Bu Tejo—Arini sedang berkutat dengan laptop miliknya di ruang tamu. "Assalamualaikum," ucap Rengganis mengulas senyum tipis ketika tatapannya bertemu dengan wanita tersebut. "Waalaikumsalam, Nis. Kok kamu baru balik?" tanya Mbak Arini seraya melepas kacamatanya. Rengganis beranjak duduk di sofa sebelah Mbak Arini. Ia melepas ranselnya dan membalasi pertanyaan Mbak Arini. "Abis kerja kelompok nih." Pandangan gadis itu lalu melirik ke sekitar. "Ini yang lain pada ke mana, Mbak? Ndak biasa sepi kayak gini," herannya mengerutkan dahi. "Oh, kalau Ibu lagi ada kajian di rumah Bu RT, kalau Joko belum balik, Wisnu tadi baru pulang dan mungkin lagi di kamarnya," jawab Mbak Arini. Rengganis nampa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen