Share

Bab 10 Kebencian

Keesokan paginya..

Ketika membuka matanya, hal pertama yang dilihat Sally adalah seorang anak laki-laki menggemaskan yang berbaring di sampingnya.

Dia tidur dengan tenang dan nyenyak di pelukannya, bulu matanya yang panjang menempel di pipinya seperti kipas. Kulitnya sangat cerah dan kenyal.

Ini membuat Sally jadi berpikir.

Dia telah bertemu banyak anak selama lima tahun terakhir, tetapi tidak pernah merasakan sedekat ini dengan seorang anak yang menggemaskan seperti Xander. Dia bahkan tidak berniat untuk membiarkannya pergi.

Pikiran seperti itu menggelitiknya. Jika dia tidak membiarkannya pergi, keluarga Jahn kemungkinan besar akan menghabisinya.

Tersadar dari pikiran anehnya, dia menyelinap keluar untuk menyiapkan sarapan.

Terkejut. Ternyata dia melihat Farrel sudah bangun dan melihat meja makan itu dipenuhi banyak makanan sarapan.

Bubur, kue-kue Cina, makanan Barat. Ini terlalu mewah.

Sally tercengang. "Ini…"

"Aku tidak melihat satupun restoran di dekat ini, jadi aku pergi dan membeli yang ada saja. Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi aku membeli sedikit-sedikit dari tiap menunya."

Farrel menyampaikan dengan tenang, suaranya dalam seakan-akan seperti cello yang memiliki magnet yang sangat memikat pendengarnya.

Sally merasakan seakan-akan ada suatu ledakan di ovariumnya karena mendengar lembutnya suaranya. Dia terkejut atas perlakuan pria ini kepadanya dan tersanjung, dia berkata, "Kau terlalu baik. Aku itu bukan pemilih terhadap makanan."

Meskipun begitu, dia tidak bisa menahan diri untuk mengejek seluruh kejadian di kepalanya. Bagaimanapun, dia sungguh geli melihat apa yang Farrel lakukan padanya pagi ini. Dia berpikir apa reaksi wanita-wanita diluar sana mengetahui hal ini? Bisa saja mereka terjun dari gedung tinggi.

Farrel tampak lega.

"Begitu, ya? Senang mendengarnya," jawabnya.

"Kau harus mandi. Aku akan membangunkan Xander."

Sally mengangguk dengan bingung sambil menuju ke kamar mandi.

Ketika dia keluar 15 menit kemudian, Xander sudah bangun dan berbaring di dalam pelukan ayahnya dengan ekspresi terpaksa di wajahnya.

Meskipun wajahnya ketus, Farrel tetap sabar membujuk Xander.

Adegan ini terasa hangat di hati Sally. Dia mulai bertanya-tanya siapa ibu Xander yang bisa melahirkan anak yang begitu menggemaskan. Betapa diberkatinya dia.

‘Kenapa dia tidak bersama dengan sang ayah dan anaknya ini?’

‘Apakah karena keluarga Jahn tidak menginginkannya atau ada alasan lain?’

Sally pusing sendiri memikirkan pertanyaan-pertanyaan ini sampai akhirnya Xander menyadarkannya. Tanpa sepatah kata pun, dia terlepas dari genggaman ayahnya dan berlari ke arahnya.

Dia menggendongnya dan bertanya sambil tersenyum, "Apa kau tidur nyenyak tadi malam?"

"Iya."

Xander berseri-seri padanya saat dia melingkarkan tangannya di belakang lehernya.

Sally membelai kepalanya. "Ayo sarapan."

"Baik."

Xander menjawab dengan manis, dan matanya berbinar seperti bintang. Makanan harum dan lezat disapu bersih olehnya dalam waktu singkat.

Farrel memperhatikan dari jauh, tatapannya tak dapat digambarkan.

Xander biasanya makan sangat sedikit di rumah, meskipun seluruh keluarga mencoba membujuknya.

Sekarang, makhluk kecil ini malah bisa makan selahapnya!

Setelah mereka selesai sarapan, Sally membersihkan meja dan bersiap untuk bekerja.

Farrel menawarkan untuk mengantarnya ke tempat kerja karena mereka menuju ke arah yang sama.

Ketika dia mencoba keluar dari mobil, Xander berpegangan pada kakinya dan menolak untuk melepaskannya.

Sally menatapnya kasihan.

"Sayang, aku perlu bekerja, jadi aku tidak bisa menjagamu lagi. Pulanglah dengan ayahmu."

Mata Xander berlinang air mata. Jelas dari ekspresinya betapa dia tidak ingin berpisah darinya.

Dia hampir menyerah pada ekspresi anak itu. Namun dia cepat-cepat berpikir lebih rasional. Dia berkata pada dirinya sendiri bahwa dia harus menetapkan hatinya.

Dia harus bergantung pada pekerjaan ini untuk kelangsungan hidupnya dan biaya rumah sakit ibunya. Dia menatap Farrel dengan agak malu.

"Tuan Jahn…"

Farrel menggendong Xander dengan tenang dan mengatakan kepadanya, "Bibi harus pergi bekerja. Kau tidak bisa menahannya lagi di sini. Tapi kau dapat meminta nomornya dan meneleponnya saat dia senggang. Kita akan mengunjunginya saat dia pulang kerja malam ini."

Ekspresi menyedihkan Xander segera berubah penuh harap setelah mendengar kata-kata ayahnya. Dia berbalik untuk melihat Sally.

Seolah-olah dia bertanya padanya apakah Sally bisa.

Sally tidak bisa menahannya sama sekali. Dia tersenyum dan menjawab, "Tentu saja. Aku akan memberikan nomorku."

Dia menunduk dan mulai mencari pulpen dan kertas di tasnya.

Farrel segera menyerahkan teleponnya.

"Kau bisa menyimpannya di ponsel aku."

Sally menatapnya, sejenak tertegun, sebelum mengiyakan. Dia mengambil teleponnya dan memasukkan nomornya.

Xander yang ceria memegang telepon seolah-olah itu adalah hartanya. "Selamat tinggal, Bibi Sally. Aku pasti akan meneleponmu. Berjanjilah padaku kau mau jawab teleponku"

"Aku janji."

Sally memberinya senyuman, mengucapkan selamat tinggal pada pasangan ayah-anak itu, dan kemudian langsung masuk kantor.

Sesaat ia masuk, semua orang di Departemen Perencanaan berpaling untuk menatapnya. Mereka memandangnya seperti dia adalah hewan langka dan itu membuatnya jadi salah tingkah.

"Helene, ada apa dengan semuanya?"

Penasaran, dia menanyai seorang rekan yang dekat dengannya.

Tanpa sepatah kata pun, Helene naik dan memeluk lengannya.

"Sally, jelaskan padaku. Kau kenal anak kecil dari keluarga Jahn itu dari sebelumnya, ‘kan?"

Sally tahu bahwa akan ada seseorang yang menanyakan pertanyaan seperti itu padanya. Dia tersenyum dan menjawab dengan tenang, "Tidak mungkin. Dia, seorang Pangeran Cilik dari keluarga Jahn. Aku bahkan belum pernah melihat sebelumnya."

"Aneh. Lalu kenapa dia begitu menyukaimu?"

"Itulah! Dia bahkan mempersulit manajer kita, ‘kan!"

"Kau mungkin belum pernah mendengar ini? GM kita telah menjadikanmu karyawan resmi dan bahkan menyebut namamu sebagai orang yang bertanggung jawab atas proyek ini."

Rekan-rekannya yang lain juga berkumpul di sekitarnya dan mulai mengoceh.

Meskipun terkejut, Sally dengan cepat menjadi tenang.

Dia merasa bahwa perusahaan akan menjadikannya karyawan resmi, tetapi tidak menyebutkan nama orang yang bertanggung jawab atas proyek tersebut.

Helene berbisik di telinganya, "Berhati-hatilah, Sally. Yelena terlihat sangat kesal. Dia bahkan berdebat dengan GM tentang ini kemarin."

Sally mengangguk. Saat dia melihat ke atas, dia kebetulan melihat Yelena masuk.

Sisanya langsung bubar saat itu juga mereka melihatnya.

Ekspresi Yelena sangat tidak mengenakkan. Dengan gigi terkatup, dia melempar setumpuk dokumen di depan Sally.

Ini semua adalah proposal tentang perayaan ulang tahun Xander serta laporan tentang informasi penting yang mereka buat sebelumnya.

Yelena adalah satu-satunya pengawas proyek, tetapi tanggung jawab sekarang diberikan kepada Sally. Wajar jika dia tidak bahagia.

"Sally, kau harus menyadari apa yang kau mampu dan apa yang tidak kau bisa lakukan. Mengerjakan proyek besar seperti seorang pemula? Jangan berharap banyak dari yang kau bisa."

Menolak untuk meringkuk, Sally tersenyum dan menjawab, "Terima kasih atas peringatanmu. Tapi menurutku kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Aku mampu melakukan sebanyak ini."

Wajah Yelena menjadi lebih jelek.

"Baiklah. Aku akan memantau. Aku harap kau tidak gagal dan mengubah perusahaan menjadi lelucon."

Dia pergi tanpa berbalik, mengakhiri percakapan dengan cara yang lugas.

Tiba-tiba, Sally merasakan firasat buruk.

Wanita ini ... Sejak kapan dia setenang ini?

Sadar akan temperamen Yelena, dia tidak akan meninggalkan masalah itu dan akan berjuang mati-matian untuk mendapatkan proyek itu kembali.

Hati Sally menegang. Tanpa sadar, dia mulai memeriksa tumpukan dokumen di mejanya. Seketika, dia melihat bahwa beberapa informasi penting di dalam dokumen telah dirusak dan beberapa proposal telah robek.
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marcelinus Wahyu Eka NovaRizky
lawak lu badut
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status