Hari berlalu begitu cepat. Tepat di hari Senin, Jhonny terlihat cerah dengan wajah tampannya. Demam Senin lesu tak berlaku baginya, mungkin orang lain masih terkena serangan weekend yang hanya sesaat, karena itu mereka tampak lesu di Senin pagi, jiwanya mungkin masih tertinggal rebahan di atas kasur. Tapi sekali lagi, polisi berpangkat AIPTU itu tak menampakkan raut lesu di wajahnya.
Kejanggalan tak berhenti sampai di situ, senyum yang sedari tadi di umbar tak kunjung surut oleh waktu. Padahal tak ada apapun yang bisa memicu seseorang tersenyum di sana, bahkan kini mereka bisa di bilang berada di situasi yang cukup ekstrem di mana tengah melakukan misi pengintaian salah satu target pengedar sabu."Pak, Anda baik-baik saja?" Sandy yang tak tahan buka suara mewakili rekan tim lainnya.Bukan tanpa alasan, dan bukan juga Sandy melarang seseorang tersenyum, hanya saja dia khawatir sang senior kerasukan atau apapun sejenisnya yang memSiang adalah waktu yang melelahkan, biasanya sebagian manusia mengalokasikan waktunya di siang hari untuk pergi makan dan beristirahat dari rutinitas pekerjaan. Walau sejenak, setidaknya mereka bisa melihat objek lain untuk dipandang dari pada hanya duduk kebosanan. Berbeda dengan Jhonny yang lebih menyukai berjibaku dengan berbagai kasus kejahatan, atau sibuk sendirian memecahkan kasus kriminal. Bahkan tak kurang, saking sulitnya mengajak pria itu untuk keluar makan siang, Tio, Fajar, juga Ajun sampai angkat tangan dalam mencari cara untuk membuat sang kepala tim keluar dari kandangnya. Namun itu dulu, sebelum sang AIPTU yang dengan mengejutkan membagikan sebuah undangan pernikahan. Bahkan kini polisi satu itu dengan riang berjalan tanpa beban dan mengatakan ingin makan siang bersama sang calon istri. Sebuah restoran yang masih berada di hotel yang sama menjadi tempat yang dipilih untuk m
"Jhonny, i-ini serius?" Seorang gadis dengan surai bergelombang tak bisa untuk tak buka suara juga menatap tak percaya apa yang ada di hadapannya. Tepat di sore hari yang indah dengan langit jingga lembayung, seorang pria yang menjadi pasangan kencannya malah mengajak ke sebuah perumahan dan berhenti tepat di pinggir jalan. Demi Squidward yang sangat membenci Spongebob, ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran pria itu, dari sekian banyak tempat romantis untuk berkencan kenapa harus sebuah perumahan yang menjadi tujuan mereka. "Kita mau apa di sini? Maksudku, kalau mau jalan-jalan santai sore, itu bukan ide buruk. Tapi nggak harus ke komplek perumahan orang juga. Taman kota mungkin bisa di pertimbangkan." protes Jessica menatap pria di sampingnya menuntut. Namun pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu hanya diam tak langsung menjawab dengan senyum mengembang sempurna layaknya adonan donat yang baru digoren
Alan seorang pengacara, kebiasaannya menghadapi berbagai klien dengan berbagai masalah tak perlu di ragukan. Sikap tenang harus diutamakan saat berhadapan dengan klien, jangan sampai melibatkan emosi dalam menyelesaikan masalah sang klien. Tapi saat Jhonny temannya menelepon dan berkata butuh jasanya, Alan termenung sejenak. Ia tak bisa menganggap polisi itu tengah bermain-main dengan nada tegas tersebut. Jujur ia khawatir temannya terlibat masalah hingga butuh menyewa jasa seorang pengacara. Tapi kekhawatirannya sia-sia semata saat dirinya mendapati Jhonny yang tengah duduk tenang dengan kertas di mejanya. "Jadi ada apa?" tanya Alan setelah diacuhkan. Jhonny menghentikan kegiatannya. Polisi itu duduk tegap bersender di punggung kursi namun tak segera menjawab. Kepalanya sedikit menengadah ke atas tampak berpikir dengan tangan bertaut. "Lo percaya nggak kalau Jessica selingkuh?" Alan mengerutkan dahinya kebingunga
Jhonny tengah duduk di sofa panjang kebingungan dengan flaskdisk di tangannya. Sejujurnya ia tak yakin dengan usulan Alan, tapi jika mengingat yang di pertaruhkan adalah keberlangsungan pernikahannya maka pria itu tak akan berpikir dua kali. Sang AIPTU anjak berdiri mengambil laptopnya di atas meja lalu kembali dengan membawa benda tersebut di atas pangkuannya. Dengan dada berdebar Jhonny memasang flaskdisk di tangannya dan mulai mengoperasikan laptop tersebut. Film baru mulai berputar namun sang polisi yang hanya menonton sudah tegang sendiri di tempatnya. Jujur saja dia sedikit tak menyukai ide gila ini, tapi apa boleh buat. Tak lama suara knop pintu yang dibuka terdengar, pertanda jika ada orang yang hendak masuk, dan siapa lagi yang mempunyai akses seleluasa itu untuk memasuki kediamannya jika bukan sang nyonya besar. Dengan terburu-buru di tutupnya kembali layar laptop tanpa menghentikan terlebih dulu
Dulu Jhonny orang yang realistis, ia tak percaya pada hal-hal tabu, semisal mitos atau cinta. Baginya membangun sebuah keluarga pun tidak perlu ada yang dinamakan cinta, hanya dibutuhkan pria dan wanita lalu melakukan hubungan biologis dan mendapat anak. Tada, jadilah keluarga kecil. Tapi anggapan itu patah seketika saat dia bertemu Jessica sebelas tahun lalu. Gadis cantik yang seolah berbeda dari dunianya, gadis yang seolah tak bisa ia gapai dan selalu jauh dari jangkauannya. Jhonny yakin Alan selalu mengatainya aneh karena sikapnya yang tak acuh pada sekitar, namun bila dibandingkan dengan Jessica, sepertinya Jhonny merasa dirinya sedikit lebih normal dan tidak memiliki keanehan. Jessica berhasil menjungkir balikan hidupnya seolah melakukannya seperti membalikan telapak tangan. Ya, semudah itu. Tapi setelahnya gadis itu pergi dan lagi-lagi berhasil menjungkirbalikan hidupnya, menghancurkan hatinya hingga
Mungkin melamun memang akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaannya, terlalu banyak memikirkan masalah rumah tangga membuat Jhonny menjadi orang linglung. Bahkan saat melihat orang di depannya saat ini, bukannya antusias seperti Alan, reaksi pertama yang ditunjukkan sang polisi hanya mengernyitkan dahi bingung. Memikirkan jika dia terlalu banyak berhalusinasi hingga tanpa sadar alam bawah sadarnya seolah membayangkan ada sang istri di sana membuat Jhonny tersenyum miris pada dirinya sendiri, sebesar itukah keinginannya mengharapkan kehadiran istrinya. Namun bertepatan dengan bayangan imajinasi sosok Jessica yang semakin mendekat dan tiba-tiba mendekap dan mengecup pipinya, Jhonny terkesiap sesaat menyadari jika apa yang dialaminya terasa nyata. “Kamu di sini?” tanya lelaki tersebut masih dengan kebingungannya. “Iya, aku di sini. Kenapa?” tanya Jessica balik yang ikut kebingungan dan mengurai pelukan mereka. “Aku nggak boleh masuk ya? Aku datang nggak pakai undangan, cu
Tidak benar, dua kata itu yang mewakili suasana dalam sebuah mobil yang melaju tenang di jalanan. Bukan karena kecepatannya yang berada di bawah rata-rata, atau karena salah satu ban mengalami kebocoran, melainkan kepada suasana di dalam mobil yang terkesan dingin tanpa adanya suara. Sesekali sang wanita yang duduk di kursi penumpang akan menoleh, memastikan suaminya yang duduk dibalik kemudi baik-baik saja. Sekilas mungkin akan terlihat tidak ada yang aneh dari gesturnya yang hanya fokus pada jalanan, hanya saja dibalik raut wajahnya yang damai -atau mungkin hanya berusaha untuk mencoba tenang- dia tahu jika lelaki di sampingnya tidak tengah baik-baik saja. Nyatanya apa yang nampak dari luar belum tentu sama dari dalam. Lima belas menit berlalu, waktu perjalanan pulang yang mereka habiskan, selama itu pula tidak ada pembicaraan yang berlangsung. Seolah sadar buka suara walau hanya satu kata bisa berpotensi menyakiti satu sama lain, bungkam seolah menjadi solusi terbaik yang ada. Nam
Pernikahan itu tidak terus berputar tentang kebahagiaan, akan ada saatnya untuk pasangan saling bertengkar. Pertengkaran dalam rumah tangga sendiri akan berakhir pada dua kemungkinan, di mana kemungkinan pertama pasangan akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dan akan semakin menguatkan fondasi keutuhan pernikahan atau malah berakhir pada kemungkinan kedua yaitu dengan perpisahan. Memikirkan dua kemungkinan tersebut tentang akhir rumah tangganya membuat sang polisi harus berkali-kali meloloskan napas kecewa. Apa masih ada kata maaf yang tersisa untuknya dari Jessica, setelah dengan teganya dia menuduh istrinya itu berselingkuh. Apa masih ada kesempatan kedua untuknya memperbaiki semua dan memulai kembali dengan cara yang benar. Satu kilometer sudah dilewati -namun sepanjang kakinya berjalan mengikuti Jessica dari belakang dengan jarak lima puluh meter di belakang- selama itu pula kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan perkataan istrinya. Lelah di kaki