Vander sudah sampai di kamar saat dilihatnya tak seorang pun berada di sana. Lantas ia menuju kamar mandi untuk memeriksa apakah berada Chloe di dalam, dan benar saja wanita bersurai madu itu sedang berdiri menatap pantulan bayangannya di cermin— yang tampak basah dengan masih ada tetesan air disekitar wajah.
"Sayang, kau baik-baik saja?" Vander berjalan pincang melepaskan kruknya begitu melihat wajah kacau Chloe. Ia memeluk sosok yang dicintainya itu dalam dekapannya. Tahu bila Chloe sedang membutuhkannya saat ini. Chloe-nya sebenarnya sangat rapuh. Hanya cangkang dipermukaannya saja yang keras.
"Aku tidak tahu bila tindakan membunuh akan semudah dan se-menyenangkan itu baginya. Bahkan Zendaya sekarang dalam puncak karirnya. Hanya karena dia tahu bila Trevor yang menembak Andres saat itu, Jade tanpa segan menghabisinya juga. Iblis itu juga iri dengan pencapaian Zendaya! Dia yang terburuk
Caki: • La Familia es para siempre sin importar lo que pase: Keluarga selamanya, tidak peduli apa yang terjadi
"Kau yakin ingin menemui Abuelo sekarang?" Fabio bertanya pada Vander yang berjalan di sampingnya— saat mereka dipersilakan masuk ke sebuah lift oleh salah seorang penjaga menuju ruang sang kakek. Mereka sudah tiba di mansion setelah mengunjungi makam Andres tadi, dan sekarang akan menemui sang kakek di ruang bawah tanah. Tempat biasa di mana pria tua itu menghabiskan waktunya. "Ya. Itu yang kalian harapkan, bukan? Lagi pula sudah sepantasnya seorang cucu menjenguk kakeknya. Aku melupakan itu. Kau tahu pikiranku banyak akhir-akhir ini." Fabio mengangguk mengerti. Kemudian menghadap belakang ke arah penjaganya dan berbisik. Vander dapat melihat itu dari pantulan pintu lift di depannya. Ia meneliti ke arah pria di belakang Fabio. Semua bagian tubuh yang tampak dari pria berpostur tinggi bahkan leb
"Ahhh .... Vanderhh ...." Vander terus menggerakkan pinggulnya dan sekali-kali bergerak memutar untuk memperdalam miliknya hingga membuat Chloe yang berdiri di pinggiran wastafel terus mendesah serta meneriakkan namanya untuk meminta lebih. Tanpa ampun Vander merajai tubuh kekasihnya itu walau dalam keadaan berbadan dua. Tidak se-agresif biasanya, tetapi lebih intens dan mendamba. Vander bahkan tak ingin mengakhiri kegiatannya begitu saja. Chloe dengan perut besarnya semakin lebih menggoda. Ditambah lagi dengan payudara serta bokong berisinya yang sedari tadi tak mungkin dapat dilewatkannya. Memijat dan meremas bukit kembar itu adalah bagian yang terasa menyenangkan kini. Chloe juga tampak menyukai tubuhnya dikerjai begitu parah oleh Vander. Sengaja wanita itu mendesah dengan ucapan yang bernada provokatif agar Vander terus terpancing dan terangs
"Vander, please stay safe." Entah sudah berapa kali Chloe mengatakan pada Vander hingga mereka kini sampai dalam jet pun kekasihnya itu masih mengkhawatirkannya. Bahkan tangan wanita yang sedang mengandung itu tak lepas dari lengan Vander. Seolah tak rela jika orang yang dicintanya itu pergi. "Hey, apa yang kau khawatirkan, hm?" Vander menggenggam jemari Chloe dan mengecupnya singkat. "Tiga hari. Paling lana tiga hari. Setelah itu aku akan kembali menjemputmu." Chloe mendengkus. "Lama. Itu seperti terdengar tiga abad untuk kami," keluhnya seraya mengelus perut besarnya. Vander terkekeh. Ia kemudian berlutut sebelah kaki untuk mencium buah hatinya yang masih dikandung. "Jaga Mommy baik-baik, Jagoan. Daddy mengandalkanmu," bisik Vander kemudian mengedipkan matan
Bunyi deru mesin mobil dan motor mulai terdengar di halaman depan mansion Turner. Vander begitu juga yang lainnya sudah sedia di kendaraan masing-masing. Tepat saat fajar. Mereka memilih waktu subuh karena pasti sang musuh takkan mengira akan diserang pada saat itu. Mereka memutuskan untuk mulai berjalan, karena sekarang adalah saatnya. Earpeace sudah terpasang ditelinga. Memudahkan mereka untuk berkomunikasi jarak jauh. Begitu juga dengan senjata, juga taktik tentunya. Vander sudah duduk dibalik kemudinya. Sesaat dia baru saja berbicara dengan sang kakek. Aneh rasanya mendapat panggilan dari Abuelo-nya itu. Hanya saja Vander mengangkatnya juga. Ternyata kakeknya itu mengkhawatirkan dirinya. Walaupun tak terdengar seperti itu. Hanya saja Vander bisa merasakan yang kakeknya itu rasakan. Tuan
Tak banyak yang bisa dilihat Vander dari posisinya ia berada sekarang. Namun, sepertinya truk trailer yang membawa dia dan kelompoknya itu memasuki kawasan kota mati. Di mana tempat tersebut adalah kota industri otomotif lama yang telah ditinggalkan, dan hanya tersisa bangunan -bangunan tua usang saja saat ini.Dahulu sekali Vander pernah mengunjungi tempat tersebut. Mencari seorang anggota yang kabur membawa aset mereka dan mengeksekusinya sekaligus juga di sana. Di gereja satu-satunya di tempat itu. Dengan cara memasukkannya ke dalam peti dan memakunya hingga tak dapat keluar. Tak lupa ia menembakkan timah panasnya tepat di tengah peti tersebut.Terakhir yang Vander ingat sebelum keluar pintu, ia mendengar jeritan pria tersebut memanggil namanya. Dan setelahnya .... Ia benar-benar tak peduli.Lantas kini Vander kembali. Mencari orang-orang yang masuk
"Kau akan menyesal," sumpahnya menatap penuh rasa dendam ke arah Vander. "Aku akan membunuhmu untuk yang kedua kalinya. Kupastikan kau mati. Inilah akhirmu, Zeckar. Berbaliklah, dan lihat siapa yang datang," sambung Trevor sambil menyeringai puas. Vander dengan cekalannya yang masih kuat mencoba untuk menoleh ke arah yang dimaksud, akan tetapi sebuah moncong pistol sudah mendarat di pelipisnya. Begitu ia mendongak ke atas, sebuah seringai ia dapati. "Ay, Vander. Long time no see." _____ Pupil mata Vander membesar tatkala melihat siapa sosok yang berada di belakangnya; Sosok pria bertubuh tegap dengan rambut cepak— sedang menyeringai dengan ganja kering menyala di sudut bibir.
"SURPRISEE!!!" Alangkah terkejutnya Vander dan semua yang baru saja tiba. Bunyi terompet, tebaran konfeti dan banyak balon seolah menyerbu mereka begitu memasuki mansion luas Turner. Apakah ini perayaan atas kemenangan mereka? Sepertinya begitu, tapi tidak setelah melihat siapa yang telah menyambut mereka. Itu bukan perayaan spesial dari Tuan Turner seperti yang mereka sangka. Melainkan dari orang-orang yang selama ini mereka rindukan. Semuanya berkumpul di sana tanpa terkecuali. "Welcome back!" sambut semua orang dari dalam. Bagaikan terkena terapi syok, semuanya tak bisa berkata-kata, terperangah dan terdiam di tempat masing-masing. Hingga satu per satu orang berhambur memeluk mereka semua. Barulah tersadar dengan apa yang sedang saja t
East River, New York."Sugar- Honey- Iced- Tea! Damn! What the hell going on, Guys?"Chloe terlihat panik sambil berjalan memegangi perutnya yang besar.Dia baru saja meninggalkan pesta dan turun ke bagian dalam yacht miliknya— dengan penampilan sangat cantik menggunakan gaun panjang khusus ibu hamilnya dan mantel bulu hangat, serta riasan wajah yang memukau. Wanita itu menuntut ke arah sepasang kekasih yang kini tepat berada di hadapannya."Tenanglah, Chloe. Hanya ada kesalah pahaman sedikit. Mike akan mengatasinya. Kebetulan dia masih berada di kota," ujar Yasmine menenangkan. Wanita itu tak kalah anggunnya dengan gaun beludru merah hati dipadu padankan dengan coat panjangnya dan stiletto yang dipakai."It's okay, Ibu hamil. Kejut