Share

Bab 2 Rapat

Author: Antilia
last update Last Updated: 2024-06-10 15:54:59

Gedung PKM mulai penuh sesak saat kepanitian orientasi mahasiswa baru tingkat fakultas mulai berkumpul. Tempat yang terbiasa lenggang di malam hari, sekarang terasa penuh sesak terisi aktivis yang bergelut dalam kegiatan yang bernuansa idealisme. Rapat yang semula direncanakan berada di gedung PKM beralih ke Gedung pertemuan yang memuat puluhan aktivis. Hiruk pikuk aktivis menggema di malam hari saat beberapa argumen saling menyerang. Masing-masing kukuh mempertahankan konsepnya untuk dijalankan saat kegiatan orientasi.

Beberapa pasang mata menatap tajam ke arah Roy saat keputusan rapat di ambil dengan sebelah pihak. Tak urung, beberapa aktivis sempat protes menentang konsep yang akan dijalankan. Konsep terkait atribut dan barang apa saja yang dibawa oleh peserta orientasi dirasa memberatkan mahasiswa baru mengingat ada pemberian tugas setiap hari yang harus dikumpulkan dihari selanjutnya. Namun, dukungan dari beberapa ketua himpunan jurusan dan ketua organisasi fakultas yang membeking Roy, tak elak memusnahkan pendapat aktivis yang menolak konsep yang disodorkan Roy.

"Rian kamu lihat sekarang, betapa lihainya Roy mulai memplot orang dan mendominasi konsep," ucap Frans yang memilih netral diantara dua argumen.

"Posisi Roy saat ini ketua panitia, otomatis dia menggunakan wewenangnya untuk mensabotase dan mengendalikan jalannya kegiatan ini, namun setidaknya ada beberapa konsep yang dia terima terkait alur pelaksanaan, dan memberikan beberapa akses sub kegiatan untuk dipegang pihakku dan tentunya monitoring dari tangan kanan Roy," seru Rian menyikapi pernyataan Frans

"Kelompok kamu memang pandai bersilat lidah, lihat saja tahun ini yang menduduki presiden Mahasiswa dipegang siapa?" Bisik Roy disela-sela riuhnya aktivis yang break selepas keputusan dibacakan Roy.

"Masing-masing punya konsep dan lini yang berbeda, terutama berpengaruh pada sudut pandang dalam pengambilan keputusan, namun setidaknya keputusan tersebut untuk kepentingan bersama bukan eksklusif untuk kelompok," jelas Rian menanggapi hasil keputusan Roy.

"Kenapa Zeni tidak mengikuti kepanitian fakultas, banyak aktivis yang memainkan peran ganda dalam kepanitiaan," rasa penasaran Frans terhadap sikap Zeni

"Menurutku dia punya ranah yang membatasi alur geraknya, mengingat dia kurang suka adu argumentasi dengan beberapa aktivis yang terjun di inti organisasi jurusan maupun fakultas." jelas Rian menanggapi pertanyaan Frans

"Namun Zeni sering terlihat mengikuti seminar di tingkat fakultas, pernah terlihat dia mengikuti acara di kampus teknik. Terlihat dari penampilannya kalau Zeni terlihat pemilih saat berkiprah pada organisasi tertentu," selidik Frans

"Tiap aktivis bebas memilih mau bergabung di organisasi manapun, yang penting sesuai dengan konsep diri. Menurutku Zeni lebih condong ke organisasi pendidikan, sosial dan kerohanian terlihat dia aktif di ketiga lini organisasi tersebut,"

"Aku kurang mengenal Zeni, jadi hanya sebatas mengetahui lewat sepak terjangnya di organisasi.

Dan satu hal lagi Rian, kesemuanya bisa berubah terkait proses kehidupan.

Jawaban Frans yang ambigu membuat Rian acuh, dan memilih fokus memfaatkan waktu breaknya menikmati snack yang tersedia.

Rita berusaha mencari sosok Rian diantara kumpulan aktivis yang berada didalam gedung. Pola duduk lesehan peserta rapat yang tidak berkelompok sesuai divisi kepanitian, mengakibatkan Rita kesulitan mencari Rian.

"Dimana Rian, aku mau memberikan kunci motornya," gumam Rita. Sorot matanya cemas melihat pesan untuk Rian belum mendapatkan balasan.

Edo yang sedang duduk dekat jendela melihat gerak gerik Rita. Edo memang tidak satu divisi kepanitian dengan Rita, namun cukup akrab dengan Frans dan Rian.

"Tap.... tap... tap .... terdengar suara langkah Edo yang berjalan menghampiri Rita.

"Kamu sedang mencari siapa?" suara bariton Edo terdengar.

"Aku mencari Rian," sahut Rita dengan mengulas senyum ramah

Edo yang mengetahui Rita satu divisi kepanitian dengan Rian menunjukkan posisi duduk Rian baris kedua didepan podium. Edo merupakan tangan kanan Roy sehingga bertugas mengawasi aktivis yang vocal dan kritis seperti Rian.

Perlahan Rita berjalan menuju podium, namun sosok Rian belum terlihat. "Apa Rian pindah posisi duduk ya?" pikir Rita.

Frans mengernyitkan dahinya menyaksikan Rita berdiri di dekat podium, "Anak buah kamu apa mau menyampaikan hasil rapat malam ini?"

Mendengar suara Frans, segera Rian melihat kearah podium dan menemukan Rita dengan raut wajah bingung.

Rian berjalan menghampiri Rita "kamu mencari siapa," suara khas Rian membuyarkan konsentrasi Rita

"Aku mencari kamu?" tangan Rita mengambil kunci motor disaku celananya dan menyerahkan kunci tersebut ke Rian

" Sudah kamu antar Zeni sampai selamat di kosnya?" cecar Rian sembari menerima kunci motor dari Rita

"Sudah Rian, aman?" Rita melihat Rian dengan curiga. "Apa ada hubungan antara Rian dan Zeni," batin Rita dalam hati

"Terima kasih, nanti urutan ke-3 divisi humas akan memaparkan hasil kerjanya, sebaiknya kita duduk berkelompok untuk memudahkan koordinasi," tawar Rian yang mendapat persetujuan dari Rita

"Aku akan menghubungi anggota lain," sembari membuka ponsel dan mengirim pesan ke grup chat kepanitiaan humas fakultas.

Keduanya berjalan mencari tempat yang kosong untuk kesepuluh anggotanya.

Waktu break sudah selesai. Satu persatu kepala divisi mulai memaparkan terkait pencapaian dan kendala selama persiapan kegiatan orientasi mahasiswa baru. Peserta rapat diperbolehkan mengkritisi terkait kinerja tiap divisi. Sampai akhirnya beberapa pertanyaan terkait divisi humas yang di naungui Rian sempat mengalami goncangan terkait surat kepanitiaan yang hilang dan kurang solidnya tim divisi humas. Dengan sigap Rian menjawab pertanyaan tersebut secara lugas dan rasional. Sejak awal Roy memantau setiap pemaparan oleh tiap divisi. Tiba dipenghujung rapat Roy mengambil alih acara.

Roy selaku ketua panitia menekankan untuk bersikap profesional kepada seluruh aktivis yang menjalankan peran ganda dalam kepanitian orientasi fakultas dan jurusan. Meskipun pelaksanaan kegiatan berbeda namun terkadang waktu rapat berbenturan yang mengakibatkan terjadi beberapa hambatan. Diharapkan untuk lebih memprioritaskan hal yang urgen, kata-kata Roy disela-sela penutupan rapat malam ini.

Disisi lain, Zeni masih sibuk dengan aktivitas rutinnya di kos. Masih terlihat beberapa tugas kuliah yang teronggok diatas meja belum tersentuh sama sekali.

"Semangat .. Besok hari sibuk," gumam Zeni menyemangati diri sendiri. Bergegas Zeni mulai menata surat kepanitian sesuai urutan pendistribusian. Map plastik yang sudah terisi surat disimpan dengan rapi bersebelahan dengan tas.

Jari jemari Zeni mulai menyusuri layar ponsel melihat ada notifikasi pesan masuk.

"Jadwal pelaksanaan tugas pengabdian masyarakat akan diajukan dan informasi lebih lanjut bisa menghubungi pihak universitas di gedung auditorium lantai 1 bagian pengabdian masyarakat" pesan dari komting kelas yang berada di grup W******p.

Zeni mengambil note didalam tas, dan mulai menulis jadwal untuk kegiatan besok. Terutama konsultasi pengajuan judul skripsi yang belum di ACC dosen pembimbing.

Waktu menunjukkan pukul 10.00 malam, bergegas Zeni mulai mengerjakan deadline tugas kuliah untuk besok pagi. Satu persatu tugas mulai dikerjakan dengan sisa tenaga namun konsentrasi dan semangat masih menyala. Ditemani alunan musik instrumen yang mengalun di media player, Zeni mulai memainkan jari jemarinya di keyboard komputer memanfaatkan formula perhitungan angka dengan Microsoft Excel.

Suara mesin printer ditengah malam menandakan Zeni sudah selesai mengerjakan tugas kuliahnya. Flashdisk yang terkoneksi dengan komputer dimanfaatkan untuk menyimpan soft file tugas. Print out mulai disusun berdasarkan halamannya dan siap disimpan didalam tas. Rasa penat datang bersamaan rasa kantuk yang tak tertahankan menandakan reaksi tubuh yang menginginkan istirahat. Zeni melangkah kakinya menuju kamar. Terlihat Lisa teman sekamarnya sudah tertidur pulas. Dengan pelan Zeni merebahkan tubuhnya di atas kasur, perlahan matanya menutup disertai hembusan nafas yang teratur menandakan sang pemilik sudah terbawa ke alam mimpi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 120

    Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 119

    Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 118

    “Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 117

    Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 116

    Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende

  • Belenggu Cinta Sang Mafia dengan Aktivis Kampus   Bab 115

    Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status