LOGINDikhianati sang kekasih yang lebih memilih sahabat semasa kecilnya, Lucy dipermalukan dan dianggap tak berharga. Sampai akhirnya Kaisar Kaelith, teman semasa kecil yang baru kembali dari perang muncul dengan tawaran sebuah pernikahan rahasia. Lucy tentu bingung mengapa seorang kaisar tiba-tiba ingin menikahinya, namun Kaelith hanya berkata, “Setelah apa yang mereka lakukan padamu, siapa lagi yang akan berdiri di sisimu selain aku?”
View More“Malam ini, kami merayakan pertunangan putra bungsu kami, Eldric Montclair, dengan Lady Seraphine, putri sulung dari keluarga Grand Duke Vallarond!”
Riuh tepuk tangan memenuhi seluruh penjuru aula, berbanding terbalik dengan gemuruh di dada Lucy. Ia merasa dunianya runtuh seketika saat melihat kekasih dan teman masa kecilnya berada di atas panggung aula kediaman Marquis Montclair, saling bergandengan tangan dengan mesra.
Malam ini seharusnya menjadi malam yang berarti di hidupnya. Malam di mana Eldric Montclair, kekasihnya sejak masa kecil, akan mengumumkan pertunangan mereka secara resmi di hadapan seluruh bangsawan.
Sebaliknya, yang terjadi adalah hal yang tak pernah ia bayangkan seumur hidupnya.
Lucy hanya bisa membeku saat beberapa wanita bangsawan bersorak seolah mereka menyaksikan hal yang sudah mereka nantikan.
Pertunangan Eldric dan… Seraphine? Bukankah harusnya aku yang bertunangan dengan Eldric…
Semua perjuangannya selama ini berakhir sia-sia. Bahkan adik laki-lakinya, Leon Mortayne, sudah membelikan gaun terbaik di ibukota untuk hari pertunangannya dari beberapa keping koin emas yang ia tabung.
Bisikan tamu-tamu mulai mengalir bak jarum-jarum kecil di telinganya saat menyadari reaksi Lucy.
“Kasihan sekali… ternyata dia benar-benar tidak tahu.”
“Sudah jelas Lady Seraphine lebih pantas.”
“Anak dari keluarga Baron Mortayne miskin itu masih berani berharap? Mana mungkin dibandingkan putri Grand Duke?”
“Tidak ada untungnya keluarga seorang Marquis menikah dengan putri dari Baron rendahan.”
Sekujur tubuh Lucy menggigil. Dunia yang ia bayangkan sejak kecil—hidup bahagia bersama Eldric saat dewasa—hancur begitu saja hanya dalam satu malam.
Leon yang sama terkejut dengan sang kakak, menggenggam lengannya dengan panik. “Kak, sebaiknya kita pergi dulu dari sini. Wajahmu pucat sekali...”
Namun Lucy menggeleng. Ia tidak ingin pingsan. Tidak ingin menangis. Tidak ingin memberikan kepuasan bagi mereka yang menertawakannya.
Dan dengan sisa keberanian yang ia miliki, ia berdiri tegak. Meski lututnya tak sanggup lagi menopang tubuh.
Tanpa menunggu, Lucy langsung bergerak menghampiri Eldric yang sudah turun dari panggung. Di sampingnya ada Seraphine yang masih terus memeluk lengannya dengan erat.
Lucy menelan ludah, mencoba berbicara meski suaranya bergetar. “Eldric… apa maksud semua ini?”
Eldric menunduk. “Lucy… aku…”
Ia menarik napas panjang, dan kata-kata berikutnya keluar bagaikan palu yang menghancurkan sisa hatinya.
“Maafkan aku, Lucy. Aku akan menikah dengan Seraphine.”
Kata-kata itu menyambarnya begitu keras. Untuk sesaat ia terpaku menatap Eldric, berharap pria itu menarik kembali ucapannya. Namun Eldric tetap diam, menatapnya lurus seolah kalimatnya tak menyakitinya sedikit pun.
“Oh, Lucy…” Seraphine mulai bersuara dengan lembut, tapi nadanya menyelipkan duri. “Pasti semua ini mengejutkanmu. Eldric bilang dia ingin memberitahumu dengan cara yang baik, tapi… kurasa dia terlalu lembut menghadapi orang yang dia sayangi.”
Tubuh Lucy menegang. “Orang… yang dia sayangi?”
Seraphine mengangguk pelan, seperti sedang menjelaskan sesuatu pada anak kecil. “Tentu saja. Kau teman masa kecilnya, bukan? Lebih tepatnya, kita bertiga. Kau pasti akan mengerti keadaan kami.”
“Seraphine—” Eldric mencoba menyela, tapi Seraphine hanya menyentuh dadanya, seolah menenangkannya.
“Tidak apa-apa, Eldric. Lebih baik Lucy tahu sekarang, kalau kau sangat tidak enak hati untuk memberitahumu tentang pertunangan kita.”
Lucy merasakan wajahnya memanas. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, tapi hal itu tak membuat Seraphine berhenti di situ.
“Kau harus tahu, Lucy. Eldric sangat tidak ingin melukaimu. Maka dari itu dia tidak berani bilang bahwa hubungan kalian… tidak pernah ke arah sana.”
Tenggorokan Lucy tercekat. “Apa maksudmu? Eldric memang menjanjikan—”
“Janji masa kecil?” Seraphine cepat memotong, suaranya lembut tapi meremehkan. “Lucy, kita semua pernah berjanji sesuatu saat kecil. Aku bahkan berjanji ingin menikahi pangeran. Lalu apa? Kita tumbuh dewasa dan melupakan segalanya.”
Ia mendekat sedikit, wajahnya tetap tersenyum, tapi sorot matanya berkilat kejam.
“Eldric sekarang tahu kewajibannya sebagai putra Marquis. Ia tahu mana pilihan yang bijaksana. Kau pasti mengerti, kan? Seorang putri baron… tidak bisa menjadi Marchioness. Itu terlalu berat untukmu.”
Lucy merasa dunianya berputar. Ia sadar posisinya, tapi bukan berarti ia tak bisa berharap pada cintanya.
Seraphine mencondongkan kepalanya sedikit, pura-pura menunjukkan empati. “Aku minta maaf kalau kau merasa aku merebut kekasihmu. Tapi… mungkin ini waktunya kau belajar melepaskan, Lucy. Demi kebaikanmu sendiri.”
Lucy terdiam. Jantungnya berdentum keras, dan telinganya berdenging. Sementara Leon yang sejak tadi menahan diri akhirnya maju setengah langkah. “Lady Seraphine, Anda bicara terlalu jauh—”
“Lord Mortayne,” Seraphine menatapnya santai. “Aku hanya mengatakan yang tidak berani dikatakan kakakmu. Kau ingin membelanya? Atau kau ingin membuatnya terlihat lebih menyedihkan di depan semua orang?”
Leon memerah menahan amarah. Namun ia hanya bisa terdiam, tidak berani melawan si sulung dari keluarga Grand Duke yang terhormat di Kekaisaran Velcarion.
“Lagipula, kakakmu pasti tahu posisinya,” Seraphine menambahkan. “Seorang putri Baron tidak bisa menentang keputusan keluarga Grand Duke.”
Di sekitar mereka, bisikan para tamu semakin jelas.
“Pilihan yang wajar.”
“Baron tidak punya apa-apa untuk ditawarkan.”
“Pernikahan yang tidak menguntungkan memang seharusnya tidak terjadi.”
Beberapa tamu mulai mendekati Lucy hanya untuk memastikan ia tidak berbuat sesuatu yang memalukan. “Tetap kuat, Lady Lucy,” ucap salah satu dari mereka, pura-pura peduli. “Bagaimanapun, ini yang terbaik untuk semua pihak.”
Lucy merasa tubuhnya semakin ringan seperti akan jatuh. Ia sadar dirinya sedang menjadi hiburan para bangsawan malam itu. Pesta ini bukan sekadar pengumuman, melainkan penghakiman.
Leon menggenggam pergelangan tangan Lucy kuat. “Kak… kita pergi saja dari sini.”
Namun Lucy tak menunggu lama lagi. Ia mundur dua langkah, berbalik dan berjalan cepat keluar dari kerumunan.
Leon sempat mematung di tempat sebelum ikut mengejarnya. “Kak, tunggu aku!”
Aula terasa semakin bising dan semakin jauh. Napasnya tercekik, tapi Lucy terus berlari tanpa tahu ke arah mana. Dinding-dinding berlapis emas melebur menjadi bayangan panjang di sepanjang langkahnya.
Ia sudah tidak peduli lagi pada tatapan orang-orang dan juga bisikan yang mengikuti langkahnya.
Saat pintu besar aula semakin dekat, pandangannya mulai buram. Ia melewati para pelayan, melewati tamu-tamu yang menyingkir cepat seolah takut tersentuh kehancurannya. Leon masih memanggil dari belakang, suaranya terdengar samar mengalir menusuk tubuhnya.
Sampai akhirnya—
Brakk!
Lucy menabrak sesuatu yang keras di ambang pintu.
Ia tersentak mundur, dan untuk pertama kalinya sejak pengumuman malam itu, ia mengangkat wajahnya.
Seorang pria tinggi dengan mata abu-abu kelam dan dingin menatap balik ke arahnya. Seragam hitam, jubah merah, dan aura yang membuat seluruh ruangan langsung membeku.
“Lucy?”
“Terima kasih sudah menerima kedatanganku.” Lucy dan Leon menunduk bersamaan, menyambut kedatangan Kaisar Kaelith di kediaman kakak beradik itu.Setelah percakapan malam itu, Lucy tak menunggu lama. Esok paginya, ia segera memberi kabar pada Kaelith bahwa Leon sudah “memberi restu”.Namun tentu saja Kaelith harus datang sendiri dan memberitahu tujuannya.Dan hari itu, mereka bertiga bertemu di aula teh kediaman Baron Mortayne. Hanya ada mereka bertiga dan kedua pengawal Kaelith yang berjaga di luar pintu.Sebelum datang, Kaelith sempat meminta agar Lucy meliburkan semua pelayang yang ada di kediaman Baron Mortayne. Tentu saja permintaan itu membuat sang kepala keluarga bingung.Dan kebingungannya terjawab saat melihat pria yang dimaksud adalah Kaelith, teman masa kecil sang kakak sekaligus penguasa kejam di kekaisaran Velcarion.“Kau pasti sudah dengar maksud kedatanganku hari ini apa, Baron Mortayne,” lanjut Kaelith setelah dipersilakan duduk, suaranya terdengar tenang sekaligus teg
“Mendapatkan… segalanya?”Kaelith tersenyum samar. Tatapannya terus mengunci Lucy, tenang tapi cukup menekan.“Termasuk balas dendam,” ucapnya pelan. “Apa pun yang mereka lakukan padamu nanti, aku pastikan mereka akan menerima pembalasan yang lebih kejam.”“Tidak perlu sampai seperti itu…” cicit Lucy, suaranya mengecil di akhir kalimat.Kaelith tidak langsung menjawab. Senyum samarnya memudar, digantikan dengan tatapan tenangnya. “Kau masih berpikir mereka akan berhenti jika kau diam saja?”Lucy diam tak menjawab. Dan diamnya berarti iya.Kaelith menegakkan tubuhnya. Ia menghela napas keras, tangan sambil memijat pelipis frustasi.“Balas dendam bukan soal kemarahan, Lucy. Ini soal memastikan mereka tidak pernah punya kesempatan mengulanginya lagi.”Lucy menunduk, jemarinya saling meremas. “Saya hanya… tidak ingin menimbulkan masalah yang tidak seharusnya.”“Masalah itu sudah ada sejak mereka berani menyentuhmu,” balas Kaelith datar. “Yang aku tawarkan hanya kendali atas bagaimana ka
“Apa yang sedang terjadi di sini?”Suara tegas itu berasal dari seorang pria yang melangkah maju dari kerumunan. Posturnya tinggi dan tegap, berseragam hitam berlis perak dengan pedang di pinggang, dan lambang kekaisaran di dadanya.Aura yang menguar dari pria itu membuat beberapa bangsawan refleks bergerak mundur.Pria itu Sylar. Pengawal kekaisaran yang sempat menegurnya di pesta pertunangan kemarin malam. Tatapannya langsung jatuh pada Lucy yang berlutut, rambutnya yang berantakan masih dicengkeram, dan darah mulai mengalir di pelipisnya.Ekspresi wajahnya seketika mengeras.“Lepaskan,” katanya singkat.Seraphine menoleh, napasnya tersengal oleh amarah. “Ini urusan pribadi keluarga Duke Vallarond.”Sylar tidak mengubah ekspresi. “Tidak saat Anda menyeret seorang bangsawan perempuan di tempat umum.”Ia melangkah lebih dekat. Tekanannya cukup untuk membuat Seraphine ragu. Beberapa detik kemudian, jari-jari itu akhirnya terlepas dari rambut Lucy.Lucy hampir jatuh ke depan, tapi Syla
Dunia di sekitar seakan berhenti berputar.“Apa…?” suara Lucy nyaris tak keluar.“Menikahlah denganku,” ulang Kaelith tenang, seolah yang dibicarakan bukan hal yang besar. “Dan aku bisa memberikan segalanya yang kau inginkan, termasuk balas dendam.”Lucy menggenggam jubah itu lebih erat. “Balas dendam… untuk siapa?”“Untukmu,” jawab Kaelith tanpa ragu. “Dan untukku.”Ia mencondongkan tubuh sedikit, cukup dekat hingga Lucy bisa melihat kelelahan yang disembunyikan di balik mata abu-abu itu. “Biarkan mereka melihat apa yang terjadi ketika mereka meremehkan seseorang yang berada di sisi Kaisar.”Lucy terdiam lama. Angin masih berhembus, membuat jubah pria itu berkibar.“Aku tidak akan memaksamu,” lanjut Kaelith lebih pelan saat tak mendapat balasan. “Tapi jika kau lelah mengalah… ini jalannya.”Kaelith tidak mendesaknya. Ia menatap Lucy lebih lama, seolah sudah menduga reaksi itu.“Pikirkan saja dulu,” ucapnya akhirnya, suaranya tenang. “Keputusan seperti ini tidak seharusnya lahir dari












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.