Matahari pagi tersenyum hangat mengiringi langkah kaki Zeni memasuki ruang Tata Usaha Fakultas Ekonomi. "Permisi pak, apakah pak Seno sudah datang? Ini ada tiga surat untuk pak Seno terkait pelaksanaan kegiatan orientasi mahasiswa baru?" Sapa Zeni kepada pak Anto dengan menyerahkan tiga amplop beserta suratnya.
"Beliau sedang rapat saat ini, besok akan ada konfirmasi terkait surat ini" jelas pak anto dengan menerima surat dan mulai membaca perihal surat tersebut. "Baik pak Anto, terima kasih informasinya," senyum Zeni mengakhiri percakapan dengan pak Anto. "Aku harus menyelesaikan distribusi surat kepanitian hari ini," pikir Zeni. Raut wajah Zeni terkejut melihat jam di ponsel menunjukkan pukul 08.30 pagi, sebentar lagi kelas Analisis Laporan Keuangan (ALK). Segera Zeni berjalan menuju ruang jurusan. Terlihat Rian sedang berkumpul dengan beberapa mahasiswa didepanvruang kepala jurusan. Zeni menghampiri Rian dan mahasiswa lainnya, "Apakah pak Pramono berada di ruangan?" "Beliau ada diruangan," jawab Rian disela-sela aktivitasnya berdiskusi dengan beberapa mahasiswa "Kalian juga menunggu Pak Pramono," selidik Zeni "Iya, kami semua antri bertemu Pak Pramono, beberapa mahasiswa ada yang bimbingan skripsi, meminta tanda tangan, mengurus prodi, dan perbaikan nilai," sambung Vilia "Kamu ada keperluan apa bertemu pak Pramono," tanya Giant teman sekelas Zeni. "Aku mau mengantarkan surat kepanitian tapi kayaknya aku dapet jatah antrian lama ya, sebentar lagi ada kelas, waktuku tidak sampai," keluh Zeni pada Giant. "Aku tadi datang jam setengah delapan juga sudah antri Zen," jelas Vilia Zeni bersandar didinding, "rencana hari ini untuk menyelesaikan distribusi surat kemungkinan gagal" gumam Zeni. "Nanti aja Zeni, selesai kuliah lanjut ke Ruang pak Pramono," saran Giant "Aku rencananya ke gedung Auditorium selesai kelas, hari ini pembagian jadwal dan penempatan tugas pengabdian masyarakat, kamu lupa Giant? "Aku ingat Zen, tapi aku minta tolong komting untuk memfoto jadwalnya," "Apa! Mana mungkin, kamu menyuruh komting mencari namamu diantara ribuan mahasiswa yang mengikuti tugas pengabdian masyarakat? Itu mahasiswa seluruh universitas satu angkatan lagi," jelas Zeni mengungkapkan pendapatnya. Giant hanya dapat tersenyum polos mendapat jawaban dari Zeni. "Mending kita masuk kelas saja bentar lagi kuliah," tawar Rian memutuskan percakapan kami. "Ayuk... ," serempak kami menjawab Kelas ALK berada di gedung 2, kami berempat berjalan dengan terburu-buru menuju ruang kelas yang akan kami tempati tepatnya dilantai 2. Aku dan Vilia menepati tempat duduk urutan kedua dari depan, adapun Rian dan Giant mendapat tempat duduk yang kosong dibarisan pertama. BU Hilda menyampaikan materi ALK dengan jelas. Penempatan layar proyektor yang tepat memudahkan mahasiswa dalam memahami tata cara melakukan analisis laporan keuangan. Beberapa pertanyaan yang diajukan mahasiswa telah dijawab oleh Bu Hilda, seiring jam perkuliahan selesai. Kami tetap berada dikelas, karena lima belas menit kemudian ada perkuliahan Sistem Informasi Akuntansi atau biasa disingkat SIA. Tugas yang sudah aku print out tadi malam, kuserahkan ke komting untuk dikumpulkan. Hari ini perkuliahan SIA akan melakukan diskusi panel. Satu kelas dibagi 6 kelompok. Dosen memberi pengarahan kepada mahasiswa terkait tugas berkelompok, dan meminta seluruh mahasiswa tetap tertib mengerjakan tugas, meskipun tanpa pengawasan mengingat ada agenda untuk menghadiri rapat Internal,"tegas pak catur sebelum meninggalkan ruangan kelas. Ketua kelompok mulai mengarahkan kepada anggotanya untuk mulai mengerjakan tugas sesuai pembagian berdasarkan materi. "Materi ini agak sulit, celutuk Vilia ditengah kesibukannya mencari referensi tambahan di internet. "Semangat, intinya penulisan materi kamu jelas dan to the point, sehingga memudahkan kamu saat presentasi." terang Zeni terlihat serius menyelesaikan tugasnya. Satu jam telah berlalu, Pak Catur memasuki ruangan kelas dan mulai memimpin jalannya diskusi. Satu persatu kelompok mulai mempresentasikan materinya, diskusipun mulai panas seiring tanya jawab dan sanggahan yang terlontar antara pemateri dan peserta diskusi. Moderator mulai memainkan keahliannya dalam menengahi permasalahan yang terjadi, sehingga diskusipun berakhir dengan maksimal. Suara Gemuruh mahasiswa di Lantai 1 ruang Auditorium menggema pada siang hari. Ruangan yang biasa lenggang kini penuh sesak terisi hiruk pikuk mahasiswa yang berasal dari berbagai fakultas. Momen ini adalah pengumuman dan jadwal pembagian tugas pengabdian masyarakat. "Bener kan Giant? kita harus mencari nama kita satu persatu di papan pengumuman yang berisi ribuan Mahasiswa dari berbagai fakultas dan jurusan," tekan Zeni sesampai di ruangan Auditorium "Iya, udah panas lagi ruangan ini. Sebaiknya kita berpencar mencari nama masing-masing, aku bertugas dibagian kanan papan pengumuman, Zeni dan Vilia dibagian tengah dan Rian di bagian kiri. Nanti jika menemukan kita, jangan lupa difoto. Gimana?" saran Giant ditengah riuhnya hiruk pikuk suara mahasiswa. "oke" serempak mereka menjawab secara bersamaan. Mereka mulai melakukan aktivitas masing-masing sesuai arahan Giant. Hampir satu jam mata mereka menjelajah dan menyelusuri dengan teliti satu persatu nama di papan pengumuman. Papan pengumuman berisi kelompok, terdiri dari sepuluh Mahasiswa yang berasal dari fakultas dan jurusan yang berbeda. Vilia, Rian dan Giant sudah menemukan kelompok mereka Masing-masing. Adapun Zeni belum juga menemukan kelompok yang mencantumkan namanya. Raut wajah lelah dan cemas terlihat jelas saat Zeni beristirahat setelah satu jam berjibaku dengan beberapa mahasiswa didepan papan pengumuman. "Zen, kita cari sekali lagi ya, siapa tahu tadi ada yang terlewat tidak terbaca," Saran Vilia menyemangati Zeni "Betul, Kamu dan Vilia cros cek kembali di papan pengumuman, aku dan Giant akan ke ruangan pengabdian masyarakat meminta tolong kepada pegawai untuk melakukan pengecekan namamu di data komputer," saran Rian menengahi masalah Zeni. Ruang pengabdian masyarakat terlihat penuh, Rian dan Giant mulai menanyakan kepada pegawai terkait nama Zeni yang tidak tercantum dipapan pengumuman dan meminta tolong untuk melakukan pengecekan di data komputer. Ternyata bukan hanya Zeni saja, terlihat ada beberapa mahasiswa yang memang namanya belum terdata dan sekarang sedang mulai mengurus persyaratannya. "Aku akan kirim pesan ke Zeni supaya bergegas ke ruang pengabdian masyarakat," ucap Rian sembari menulis pesan di ponselnya. "Vilia ayo temani aku ke ruang pengabdian masyarakat, kita sudah ditunggu Rian dan Giant," ajak Zeni saat mereka masih berada didepan papan pengumuman. "Sudah ada kabar dari mereka Zen?" mari kita kesana sembari menggenggam tangan Zeni. "Bagaimana hasilnya Rian, terkait namaku yang belum tercantum?" pertanyaan keluar dari Zeni sesampai di ruang pengabdian masyarakat. " Aku dan Giant sudah menanyakan ke pegawai yang bertugas mengurusi ploting nama mahasiswa, ternyata nama kamu belum tercantum karena ada persyaratan yang kurang." "Terima kasih informasinya Rian, aku akan mengurus persyaratannya, kulihat kalian sudah lelah dan sekarang hampir jam setengah empat. Sebaiknya kalian pulang terlebih dahulu." saran Zeni "Baiklah, aku akan ke ruang pak Pramono barangkali masih diruangan," jawab Rian. "Aku juga ikut Rian, aku mau mengurus nilai, apa aku telepon Ita terlebih dahulu ya? Memastikan kalau pak Pramono masih diruangan, Ita biasanya sedang bimbingan skripsi, dia sudah ambil tugas pengabdian masyarakat bulan lalu," Giant mulai menekan nomor ponsel untuk menelepon Ita.Zeni mengambil ponselnya dan menghubungi Baskoro. Sesaat panggilan mulai terhubung.“Hallo Zeni. Apakah kamu sudah bertemu dengan driver?” tanya Baskoro melalui sambungan telepon.“Aku sudah bertemu dengan driver dan saat ini sedang dalam perjalanan. Baskoro, aku akan pergi ke kantor sebentar untuk melakukan absensi online dan bertemu dengan pak Leon. Apakah kamu tidak keberatan?”“Tentu saja aku tidak keberatan. Driver akan mengantarkanmu ke kantor sebelum pergi ke rumah sakit.”“Baiklah… Bagaimana kondisi bapak Hutama?”“Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan tadi malam. Saat ini bapak sedang sarapan pagi ditemani oleh Ibu dan Om Laksana.”“Syukurlah jika kondisi pak Hutama semakin baik. Sebentar lagi aku akan sampai di kantor, aku tutup teleponnya sekarang Baskoro.”“Siapa yang meneleponmu Baskoro?” tanya Galuh tepat berada didepan Baskoro.“Tante!” kata Baskoro dengan terkejut. “Kapan tante Galuh datang ke balkon ini? Kenapa aku tidak menyadari kedatangan tante?”“Aku baru saja d
Laksana dan Galuh masuk ke dalam ruang perawatan. Dia melihat Baskoro sedang berbicara dengan seorang perawat yang berdiri tak jauh dari Hutama. Galuh segera duduk disamping Indraswari.“Kak, bersabarlah! Aku yakin kak Hutama segera sembuh. Jika kak Indraswari sudah lelah, istirahatlah! Biarkan aku dan Laksana yang menjaga kak Hutama.”“Aku belum lelah Galuh. Nanti saja sekalian aku menunggu Ardiansyah.” ucapnya dengan sedih.“Kak Hutama memiliki semangat hidup yang tinggi, tentu dia akan lekas sembuh. Kak Indraswari tidak perlu larut dalam kesedihan.”“Benar apa yang kamu katakan Laksana, Hutama memang tipe orang yang bersemangat dan memilki optimis yang tinggi. Aku hanya merasa shock atas kesehatan Hutama yang tiba-tiba jatuh sakit. Selama aku hidup berumah tangga dengannya dia tidak pernah sakit parah. Ini adalah pertama kalinnya.”“Kak Hutama sudah tidak muda lagi, tentu energinya tidak seperti dulu. Yang sama hanyalah semangat hidupnya yang masih berjiwa muda. Kemarin dia sakit s
“Tidak tante Galuh. Aku hanya terkejut saja atas pertanyaan yang tiba-tiba menyudutkanku untuk segera menikah. Aku benar-benar belum memilki teman dekat laki-laki yang cocok dan sesuai dengan kriteriaku.”“Apakah kamu memiliki masalah? Tante berpikir jika kamu memiliki pergaulan yang luas, sehingga tidaklah sulit untuk mendapatkan pasangan hidup.”“Itu tidak semudah yang tante lihat. Aku merasa belum waktunya untuk menikah, usiaku juga belum memasuki kepala tiga, jadi aku masih memiliki waktu untuk menikmati masa lajangku.”“Tidak seperti itu Adiratna, kamu adalah anak perempuan satu-satunya dari kak Hutama, jadi kedua orang tuamu tentu lebih memperhatikan masa depanmu. Mungkin tante dan om Laksana bisa membantumu untuk mengenalkan beberapa lelaki yang pantas untukmu.”“Lakukan saja Galuh! Aku juga pernah memikirkan hal tersebut dengan Hutama, namun karena kami jarang bertemu ditambah dengan kesibukan masing-masing, rencana kami belum terlaksana sampai saat ini.”“Apakah kak Indraswar
Baskoro dan pak Archery segera berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Mereka segera menuju ke lift yang membawanya menuju ke lantai dua.“Apakah kamu sudah mengetahui di ruang mana Hutama menjalani perawatan?” “Sudah pak Archery, prof. Jack telah mengirim pesan mengenai ruangan yang digunakan untuk perawatan bapak.”“Oh… benar! Aku hampir lupa. Kamu adalah calon dokter. Apakah kamu sebentar lagi akan menuntaskan kuliahmu?”“Kemungkinan tahun ini aku akan wisuda. Bulan depan aku akan menjalani sidang skripsi.”“Aku salut kepadamu Baskoro. Hutama dan Indraswari pandai mendidik kamu. Selain kamu kuliah saya dengar kamu juga sudah memiliki bisnis. Di usiamu yang cukup muda kamu sudah mendulang kesuksesan.” “Apa yang pak Archery katakan itu sungguh berlebihan. Aku merasa posisiku masih stagnan dan belum ada perkembangan apapun. Bisnis yang aku geluti pun belum berkembang dengan pesat dan masih berskala nasional.”“Apa kamu pikir aku tidak mengetahui bisnismu Baskoro? Kamu telah bekerjasama
Ibu Indraswari mulai menguraikan pelukannya. Perlahan dia mengusap bulir air mata yang mengalir di kedua pipinya.“Ibu tidak tahu mengapa tiba-tiba bapakmu sakit. Tadi saat sedang minum teh di ruang tengah ibu meninggalkan bapakmu sebentar untuk mengambil kudapan di dapur. Saat itu dia masih sehat, kami memang sedang menunggu kerabat dari keluarga bapak yang akan berkunjung ke rumah. Ibu terkejut melihat bapakmu sudah pingsan sekembali dari dapur. Segera ibu memanggil pelayan untuk membawanya menuju ke kamar.”“Setahuku bapak sehat selama ini. Apa ibu menyembunyikan sesuatu dari ku? Apa bapak menderita penyakit tertentu? Tidak mungkin bapak pingan secara tiba-tiba.”“Sudahlah Baskoro! Kamu jangan menyudutkan ibu dengan berbagai pertanyaanmu. Ibu juga tidak tahu sama seperti kita. Sebaiknya kita menunggu dokter memeriksa bapak.” kata Ardiansyah.Om Laksana yang baru saja masuk ke dalam kamar, melihat sedikit keributan yang muncul antara Baskoro dan Ardiansyah. Dia segera berjalan mende
Sesampainya di kamar kos, Lisa mengajak Zeni duduk. “Sebentar mba Zeni, tunggulah disini. Aku menaruh barangnya di motor.” Lisa bergegas keluar dari kamar.Tak lama kemudian Lisa kembali dengan membawa satu buah paper bag dan meletakkannya di atas meja.“Ini mba Zeni, terimalah. Aku tadi sempat mampir ke butik dan aku lihat ini cocok untuk mba Zeni. Cobalah!”“Aku tidak mau merepotkanmu Lisa. Kenapa kamu membelikan ini untukku? Apakah ini kado pernikahan darimu?” kata Zeni sembari membuka paper bag tersebut.Lisa segera duduk disamping Zeni. “Itu bukan kado pernikahan untuk mba Zeni, tapi kenang-kenangan dariku. Mba Zeni sebentar lagi akan melakukan tugas pengabdian masyarakat selama satu bulan dan setelah itu pasti mba sibuk untuk mempersiapkan pernikahan dan tentunya akan mengambil libur kuliah beberapa hari kan? Setelah itu kita pasti jarang bertemu, apalagi fakultas kita berbeda. Aku pasti merindukan mba Zeni.”“Apa yang kamu katakan Lisa? Kamu jangan lebay seperti Lintang, seol