Share

Belenggu Cinta Tak Terbalas
Belenggu Cinta Tak Terbalas
Author: Dewita

Bab 1

Author: Dewita
Aku ditemukan oleh seorang bapak yang memancing di kala fajar. Kail yang dilemparnya tanpa sengaja tersangkut di tubuhku dan sekuat apa pun dia menarik, dia tidak bisa melepasnya. Saat bapak itu mendekat dan melihatku mengambang di dalam air, dia begitu ketakutan hingga langsung mencampakkan joran pancingnya dan bergegas melapor polisi.

Ketika polisi datang dan mengangkatku dari air, aku sudah hampir tidak bernapas. Para dokter yang terlibat dalam penyelamatanku bahkan merasa aku sudah tidak tertolong. Keluargaku juga sudah menyerah dan tidak datang untuk tanda tangan surat pernyataan.

Namun, entah bagaimana caranya aku selamat dan menjadi suatu keajaiban medis. Dibandingkan dengan saat terjatuh, sakit yang kurasakan dari luka-luka di sekujur tubuhku setelah siuman masih jauh lebih menyiksa.

Manusia memiliki 206 tulang dalam tubuh dan 108 di dalam tubuhku patah. Beberapa di antaranya juga mengalami fraktur kominutif. Semua luka itu begitu menyakitkan dan membuat hidup terasa lebih buruk dari kematian.

Aku tidak berani bergerak, juga tidak berani membiarkan siapa pun menyentuhku. Saat perawat memasukkan jarum infus, sentuhan lembutnya untuk mencari pembuluh darah di punggung tanganku saja sudah membuatku kesakitan hingga berkeringat dingin.

Aku baru ingin tidur setelah enam botol besar cairan infus akhirnya habis ketika asisten Steven berjalan masuk.

"Bu Luna, Pak Steven memintaku membawamu untuk minta maaf pada Bu Rara. Tolong ikut dengan aku sekarang," ujar asisten itu.

Aku yang berbaring di ranjang rumah sakit tanpa bisa bergerak hanya menatapnya kosong. Untuk sesaat, otakku yang terluka seperti berhenti bekerja.

"Bu Luna, cepat bangun dan rapikan diri, jangan membuat Pak Steven marah lagi. Pak Steven sudah sangat marah karena kamu melibatkan Bu Rara dalam penculikan kali ini. Kamu tahu betul kalau Bu Rara sangat berharga bagi Pak Steven," ucap si asisten lagi. Intonasi bicaranya memang sopan, tetapi juga penuh dengan ketaksabaran dan penghinaan.

Setelah lamunanku buyar, aku tak kuasa menahan tawa. Aku benar-benar menikah dengan suami yang luar biasa!

Ketika penculikku berdiri di atas tebing dan memintanya untuk memilih salah satu di antara kami, dia tanpa ragu memilih pujaan hatinya dan mengirimku ke gerbang kematian.

Sekarang, tanpa memedulikan aku yang baru selamat dari kematian dan bahkan tidak bisa menggerakkan tangan, pria itu memintaku untuk meminta maaf pada pujaan hatinya.

Aku berjuang untuk membuka mulut. Suaraku serak dan tidak enak didengar saat berkata, "Pulang dan katakan pada Pak Steven-mu kalau aku nggak akan minta maaf. Sebagai gantinya, aku akan merelakannya untuk Rara. Aku doakan mereka berbahagia selamanya dan cepat diberikan keturunan."

Usai berkata begitu, aku memejamkan mata, tidak punya tenaga untuk bicara lebih banyak. Aku benar-benar kesakitan.

Setiap luka di sekujur tubuh bagaikan ribuan mulut yang mencabik-cabikku. Sakitnya begitu menyiksa dan tak tertahankan. Aku hanya ingin segera tidur. Dengan tidur, rasa sakitnya tidak akan terasa.

Ada obat penenang yang dicampurkan ke dalam infusku, jadi tidak butuh lama bagiku untuk terlelap. Entah berapa lama aku tertidur. Begitu membuka mata lagi, aku melihat Steven Sunardi yang menatapku dengan marah.

Begitu marah, aura pria sombong itu makin dingin, membuatnya terkesan makin menakutkan. Aku tanpa sadar merinding.

"Kenapa kamu nggak minta maaf pada Rara? Kamu nggak tahu kalau kamu sudah membuatnya diculik? Gara-gara kamu, dia jadi masuk angin!" hardik Steven.

"Ada lagi, harus berapa kali aku bilang padamu, nggak ada apa-apa antara kami. Kenapa kamu selalu mengucapkan hal-hal itu untuk mempermalukannya? Bisa kamu hentikan fantasi liarmu? Apa kamu pikir semua orang seperti yang kamu bayangkan?" tambahnya lagi.

Aku menatapnya kosong. Tiba-tiba, aku merasa tidak mengenali pria ini lagi. Dahulu, melihat tanganku lecet saja sudah bisa membuat matanya memerah karena tidak tega.

Kini, sekujur tubuhku diperban seperti mumi dan tanganku bahkan tidak bisa digerakkan. Namun, Steven seolah-olah tidak menyadarinya. Yang dikhawatirkannya hanyalah Raranya yang masuk angin.

Aku tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Steven, aku terluka parah. Aku bahkan nggak bisa menggerakkan tanganku sekarang."

Kukira dengan berkata begitu, setidaknya Steven akan memperhatikan keadaanku. Mungkin dia akan merasa sedikit bersalah karena memilih menelantarkanku dan membiarkanku terluka. Siapa sangka ....

Steven malah mencibir dan berkata dengan nada sinis, "Jangan pura-pura lagi. Kalaupun kamu benar-benar terluka, itu salahmu sendiri, 'kan?"

Aku tertegun menatapnya. Entah apa lagi yang bisa kukatakan. Aku hanya bisa tertawa. Tujuh tahun hubungan kami berakhir di titik ini.

Mungkin karena tawaku terdengar terlalu menyedihkan, sorot mata Steven sedikit melembut. Namun, sekejap kemudian, matanya kembali memancarkan kilat jengkel dan sinis.

"Luna, makin lama kamu makin pintar berakting. Balutan perban ini mirip sekali dengan yang asli," ujarnya sambil menarik perban di tubuhku.

Sentuhan kecil yang tidak disengaja saja sudah begitu menyiksaku. Kini Steven malah menarikku dengan kuat. Rasa sakit yang tajam sesaat membuatku tidak bisa bernapas.

Sebelum rasa sakit itu reda, Steven kembali menekan lenganku sambil berkata, "Apa ini? Darah? Mirip banget, apa ini darah asli? Luna, kamu pintar sekali membuang-buang sumber daya medis."

Tulang-tulangku yang baru disambung kembali dengan susah payah ditekan kuat olehnya. Saking sakitnya, jantungku serasa berhenti berdetak.

Dalam sekejap, hanya sekejap, keringat dingin membasahiku seakan-akan aku baru dikeluarkan dari dalam air. Wajahku pucat pasi.

Aku berusaha membuka mulut untuk memohonnya melepaskanku. Namun, sakit yang kurasakan begitu hebat hingga aku tidak punya kekuatan untuk membuka mulut.

Ketika Steven menunduk dan melihat wajahku yang pucat, dia akhirnya menyadari sesuatu yang tidak beres. "Kamu ...."

Hanya saja, tepat ketika dia hendak mengatakan sesuatu, ponselnya berdering. Nada dering khusus itu segera mengalihkan perhatiannya. Dia tidak lagi melihatku, melainkan langsung menjawab telepon.

"Jangan takut, aku segera ke sana," ujar Steven sambil bergegas pergi. Dia bahkan tidak menoleh sekilas pun ke arahku.

Langkahnya yang terburu-buru tanpa sengaja menjatuhkan sebuah tabung yang tersambung ke tubuhku. Aku seketika tidak bisa bernapas.

Aku berusaha sekuat tenaga untuk bicara dan memohonnya membantuku memanggilkan dokter. Hanya saja, sekeras apa pun usahaku, aku tidak bisa bersuara.

Napasku makin megap-megap, seakan-akan seseorang sedang mencekikku. Saat kegelapan melingkupiku, aku berpikir kali ini ajalku mungkin benar-benar tiba.

Siapa sangka, ternyata aku tidak mati di tangan penculik. Jatuh dari tebing dan menghantam karang pun tidak membunuhku. Siapa yang menyangka, pada akhirnya aku mati di tangan orang yang paling kucintai. Orang yang telah kucintai dengan sepenuh hatiku.

Untuk sesaat, sakit di hatiku melampaui semua rasa sakit yang mendera tubuhku. Begitu sakit hingga aku tidak ingin mencintai lagi.

....

Mungkin Tuhan terlalu menyayangiku, mungkin juga Tuhan senang menyiksaku. Aku lagi-lagi selamat.

Dokter kembali memuji umurku yang panjang. Kata dokter, untung sekali kepala perawat tiba-tiba ingin memeriksa kondisiku sebelum pulang kerja.

Kepala perawat menyadari situasi yang tidak beres tepat waktu dan langsung membawaku ke UGD. Jika terlambat beberapa menit saja, aku pasti sudah mati.

Dokter itu juga berkata bahwa aku adalah orang paling beruntung yang pernah dia temui.

Aku menatap dokter itu. Untuk sesaat, aku tidak tahu harus mengatakan apa dan hanya bisa tersenyum.

Setelah siuman kali ini, entah mengapa hatiku terasa hampa, seolah-olah aku melupakan sesuatu yang sangat penting.

Anehnya, saat aku mengingat-ingat segala sesuatu yang terjadi di hidupku sejak kecil hingga dewasa, aku merasa tidak ada yang kulupakan. Hanya satu yang tidak kuingat, yakni bagaimana tabung yang tersambung ke tubuhku bisa lepas.

Menurut dokter, wajar saja jika aku yang terluka begitu parah tidak bisa mengingat beberapa hal. Dia menenangkanku dan berkata bahwa prioritas utamaku saat ini adalah memulihkan diri dengan baik.

Aku sependapat dengan dokter itu. Jadi, aku tidak memaksakan diri untuk berpikir lebih jauh.

Setelah terluka untuk kedua kalinya, kondisiku memburuk. Aku terpaksa harus berbaring di ranjang rumah sakit selama dua bulan lebih sebelum akhirnya bisa bergerak.

Aku baru bisa bergerak, jadi tubuhku masih cukup kaku. Aku kehausan dan ingin minum.

Aku berjuang keras untuk mengambil gelas di atas meja. Namun, setelah menggapai gelas itu dengan susah payah hingga sekujur tubuh bersimbah peluh, tanganku yang lemah malah menjatuhkannya.

Melihat air yang tumpah di lantai, rasa hausku makin menjadi-jadi. Saat aku hendak menuangkan air ke gelas yang lain, seorang pria bertubuh tinggi menerobos masuk.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 50

    "Sayang." Steven akhirnya sadar dan langsung melangkah ke arahku.Namun, saat dia melewati Sierra, Sierra yang awalnya berdiri dengan baik, tiba-tiba melemas dan jatuh.Ekspresi Steven sontak berubah drastis. Dia buru-buru menangkap Sierra, sepenuhnya melupakan keberadaanku.Di sudut yang tak terlihat oleh Steven, Sierra melirikku dengan senyuman penuh provokasi. Aku membalas dengan senyuman santai.Aku tidak takut dia punya trik, justru takut sebaliknya. Aku masih berharap dia bisa membantuku mempercepat perceraianku!Melihat Sierra pingsan, Yunita langsung maju. "Kak Rara, kamu kenapa? Kamu sampai jatuh sakit karena Luna mau merebut barangmu?"Usai berkata demikian, dia menangis sambil menatap Steven. "Kak, kamu selalu meminta kami mengalah pada Luna dan kami menurut! Tapi, dia keterlaluan sekali! Dia tahu betapa berharganya desain Master Tex bagi Kak Rara, tapi tetap bersikeras merebut! Kak Rara marah sampai sakit!""Dia ingin Kak Rara mati!"Di dalam pelukan Steven, Sierra berucap

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 49

    Teresia mengacungkan jempol padaku. "Keren!"Aku tahu dia sedang memujiku. Aku tidak lupa pada siapa pun, kecuali Steven. Itu benar, aku melupakannya dengan sangat sempurna!"Oke, jangan bahas bajingan itu lagi. Hari ini ulang tahunmu, kita harus merayakannya dengan baik!"Hari ini, aku akan memanjakan Teresia seperti seorang tuan putri yang paling bahagia di dunia ini!Aku merangkul Teresia. Begitu mengambil satu langkah ke depan, tiba-tiba terdengar suara keras di belakang. Sebuah benda berat menghantam lantai!Kami spontan menoleh. Sebuah pot bunga besar jatuh tepat di tempat kami berdiri barusan. Pot itu langsung hancur berkeping-keping.Wajah kami seketika pucat pasi. Entah bagaimana jika kami terlambat sedetik. Dengan ukuran dan berat seperti itu, jika pot itu mengenai kepala kami, yang pecah bukan hanya potnya, tetapi juga kepala kami!Teresia tersadar dari keterkejutannya. Dia langsung menengadah, siap memaki ke arah atas. Namun, sebelum sempat berteriak, tampak dua anak kecil

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 48

    Wajah Steven seketika memucat. Dia akhirnya teringat, orang yang suka kacang itu adalah Sierra.Wati sungguh kehabisan kata-kata melihat situasi ini. Saat menyiapkan bahan untuk roti, dia sempat mengatakan bahwa kacangnya terlalu banyak. Dia sendiri tidak pernah melihat Luna makan kacang, jadi dia menduga bahwa Luna tidak menyukainya.Namun, Steven malah berkata dengan yakin bahwa istrinya paling suka kacang. Ketika melihat keyakinannya, Wati pun percaya. Dia bahkan sempat berpikir akan membuatkan lebih banyak makanan yang mengandung kacang mulai sekarang.Alhasil, nyonyanya ini bukan hanya tidak suka kacang, bahkan alergi berat terhadap kacang. Ini ... sungguh keterlaluan.Sebagai seorang suami, Steven bukan hanya tidak tahu bahwa istrinya alergi kacang, tetapi malah mengira kacang adalah makanan favoritnya.Bukan hanya sang istri yang merasa kecewa, bahkan Wati yang hanya seorang pelayan juga merasa demikian. Tuannya ini benar-benar ....Wati melirik Steven sekilas. Untuk sesaat, dia

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 47

    Awalnya, Wati menyarankan untuk memasak telur tomat. Dia pikir, hanya perlu memotong tomat lalu menggorengnya dengan telur. Asalkan tidak terlalu asin atau hambar, rasanya bisa diterima.Siapa sangka, Steven, pria cerdas dan berbakat, raja di dunia bisnis, sosok luar biasa yang disebut sebagai genius langka, ternyata bahkan tidak bisa memasak telur tomat yang sesimpel itu. Hasilnya sampai tidak bisa dimakan!Melihat itu, Wati langsung menyerah dan menyuruhnya mencoba masakan lain. Mengingat nyonya mereka suka makan roti dan membuat roti dengan mesin adalah hal yang paling simpel, dia pun menyarankan Steven membuat roti. Cukup memasukkan bahan, menekan tombol, lalu roti akan matang.Yang penting punya tangan. Apalagi, roti sangat cocok untuk sarapan. Makanya, Wati memberinya saran seperti itu.Dengan bimbingan Wati, takaran bahan pun pas, dan hasilnya roti matang tanpa kesalahan, bahkan terlihat sangat menggugah selera."Sayang, ayo coba ini. Bukankah kamu paling suka kacang?" Steven me

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 46

    Aku ingin mengatakan bahwa dia sangat menjijikkan. Namun, dalam kondisiku sekarang, aku tidak bisa membuang energi untuk berdebat dengan seorang pemabuk. Jadi, aku berkata, "Lepaskan aku dulu. Aku nggak nyaman dipeluk begini."Mendengar itu, Steven sedikit mengendurkan pelukannya, tetapi tidak melepaskanku sepenuhnya.Aku melanjutkan, "Kamu bilang kamu nggak akan seperti dulu lagi. Kalau begitu, tunjukkan ketulusanmu. Kamu nggak bisa mengharapkanku memaafkanmu hanya dengan satu kata maaf setelah kamu menyakitiku begitu dalam dan melihatku hampir mati tanpa melakukan apa-apa."Aku bisa mendengar sedikit rasa bersalah dalam suaranya tentang insiden aku tenggelam. Jadi, aku sengaja mengungkitnya untuk membuat rasa bersalah itu semakin besar.Benar saja, lengannya yang memelukku menegang beberapa saat."Lepaskan aku dulu. Sekarang sudah sangat larut, aku ingin tidur. Kalau kamu benar-benar bisa menunjukkan perubahanmu, mungkin suatu hari aku bisa melupakan luka ini."Meskipun sedang menena

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 45

    Steven si berengsek itu memang tidak menganggapku sebagai istri. Namun, dia sangat antusias dengan urusan ranjang.Ini jelas perilaku bajingan kelas kakap. Namun, dulu aku malah menganggap ini sebagai bukti cintanya. Aku berpikir, jika dia tidak mencintaiku dan sudah muak denganku, dia pasti tidak akan menyentuhku, apalagi begitu terobsesi denganku.Wanita hanya akan menyerahkan dirinya pada pria yang mereka cintai. Setelah tidak mencintai, disentuh sedikit pun akan terasa menjijikkan.Namun, pria tidak begitu. Bagi mereka, nafsu dan cinta adalah dua hal yang sangat berbeda. Pria yang suka tidur denganmu tidak berarti mencintaimu.Setelah mengalami cedera dan sadar kembali, aku harus minum obat tidur setiap hari supaya bisa tidur. Namun, di rumah ini, aku tidak berani minum obat. Sekalipun pintu dikunci, aku tetap tidak berani.Jadi, aku hanya bisa memejamkan mata, bertahan sampai pukul 2 dini hari, tetapi tetap tidak bisa tidur. Aku mulai menghitung domba, satu ... dua ... tiga ....A

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 44

    Dia bilang aku berpikiran kotor, jadi melihat segalanya dengan cara yang kotor. Dia bilang aku picik, jadi tidak bisa menerima orang lain. Yang dia bela itu adalah adikku, penyelamat hidupnya! Bagaimana mungkin aku berpikir buruk tentangnya?Menghadapi ejekanku, Steven tidak bisa berkata-kata lagi. Dia sangat tahu bagaimana dia menjawab pertanyaanku dulu, berkali-kali.Setelah beberapa saat, dia menarik dasinya dengan frustrasi dan melemparkannya ke sofa. "Luna, kamu dan aku berbeda!""Apa yang berbeda? Karena aku benar-benar bersyukur atas orang yang menyelamatkan hidupku, sementara kamu memanfaatkan alasan itu untuk mengontrolku, menyiksaku, dan membuatku gila?"Steven tahu bahwa pria dan wanita seharusnya menjaga jarak dan memiliki batasan. Dia tahu bahwa banyak tindakannya selama ini salah. Namun, dia tetap melakukannya, bahkan menyalahkanku dan menudingku yang salah.Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah dia memang sengaja menyiksaku, ingin membuatku menderita, ingin membuatk

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 43

    Aku tiba-tiba merasa sangat muak dan tidak ingin mendengar apa pun lagi darinya. "Kalau kamu benar-benar ingin mati, tancap gas lebih cepat lagi. Pastikan kalau terjadi kecelakaan, kamu bakal mati total. Jangan sampai malah cacat dan nggak bisa mati, itu merepotkan!"Aku lebih memilih mati daripada harus mengalami rasa sakit seperti sebelumnya.Steven yang tadinya ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba terdiam. Matanya menjadi suram, lalu dia tidak berkata apa-apa lagi. Dia hanya memperlambat laju mobil.Aku tidak bisa menahan tawa dingin. Dasar pria berengsek! Saat aku memintamu untuk pelan, kamu tidak mau. Begitu disuruh mati, dia justru melambat.Sama seperti bagaimana dia memperlakukanku dulu. Ketika aku menginginkannya, dia tidak peduli. Sekarang saat aku tidak menginginkannya lagi, justru dia yang tidak rela.Mobil melaju kencang menuju sebuah tempat yang terasa familier, tetapi juga asing bagiku. Sebuah vila mewah di pusat kota, harganya sangat mahal. Namun, lingkungannya memang lu

  • Belenggu Cinta Tak Terbalas   Bab 42

    Melihat Sierra duduk tegak dan menjaga jarak darinya, seberkas kekecewaan melintas di mata Willy."Aku sudah menyelidikinya, tapi nggak menemukan apa-apa. Luka Luna begitu parah sampai turun dari tempat tidur saja nggak bisa. Seharusnya dia juga nggak bisa melakukan apa pun.""Menurutku, kemungkinan besar dia cuma benar-benar patah hati. Dia terluka separah itu, tapi Pak Steven nggak pernah menjenguknya. Itu pasti membuatnya sangat hancur."Bagi Willy, Luna hanyalah seorang wanita bodoh dan tidak berguna. Orang seperti dia tidak mungkin memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, apalagi merencanakan sesuatu yang besar.Namun, mata Sierra menjadi suram. Dia tahu Luna terluka parah dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa pun. Namun, tidak peduli seberapa parah lukanya, seberapa sakit hatinya, dengan cintanya yang mendalam kepada Steven, seharusnya Luna tidak berubah sejauh ini!Ada yang tidak beres! Pasti ada sesuatu yang terjadi selama wanita itu dirawat di rumah sakit!Sierra

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status