"Mas belum siap. Tolong mengertilah, Dek!" Hanum tidak tahu apa yang salah dengan dirinya sehingga sang suami selalu menolak untuk menyentuhnya. Sejak awal pernikahan hingga setahun lamanya, Bagas selalu mempunyai alasan hingga tak benar-benar mau untuk mereguk indahnya kehalalan bersama sang istri. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang sedang Bagas sembunyikan dari Hanum?
view more"Mas, kita sudah menikah selama satu tahun, sampai kapan aku harus bersabar?"
Hanum akhirnya memberanikan diri untuk bersuara. Ia menepis rasa malu di depan sang suami. Wanita yang sudah dinikahi satu tahun lamanya oleh Bagas, akan tetapi kondisinya masih tersegel. Sang suami belum menyentuhnya sama sekali. "Sabar, Dek. Mas akhir-akhir ini terlalu sibuk di kantor. Kerjaan Mas numpuk. Ngga selesai-selesai. Kamu ngertikan posisi, Mas?"Bagas membingkai wajah istri dengan kedua tangannya. Ia memperlihatkan raut wajah memelas dan berharap pengertian yang besar dari Hanum. "Tapi sampai kapan, Mas? Masa satu tahun kamu sibuk terus? Aku juga pengen ...,"Kalimat Hanum terhenti. Ada sesak yang menyeruak dalam sanubarinya. "Beri Mas waktu, ya. Setelah semuanya selesai, kita akan bulan madu."Lagi-lagi Hanum hanya bisa mengangguk pasrah. Dia tidak berani memberontak, meskipun keinginannya sebagai seorang istri terus mendesak. Hanum mencoba untuk kembali bersabar dengan alasan sang suami.Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Kenapa Bagas selalu menolak setiap Hanum meminta untuk diperlakukan layaknya seperti seorang istri? Apa wajar hingga satu tahun pernikahan, Hanum masih menjadi istri yang tak tersentuh? Rahasia besar seperti apa yang sedang disembunyikan Bagas dari istrinya? ***Kuy cari jawabannya di setiap part dari cerita ini. Thank youAku lelah! Sungguh. Cobaan apa lagi yang Tuhan berikan untukku? Bertubi-tubi tanpa henti. Rasanya belum sempat aku menarik napas akibat kecurigaanku pada Mas Bagas tempo hari. Hari ini, aku duduk di sini dalam keadaan yang menyedihkan. Kondisiku sekarang tentu akan menyusahkan banyak orang, terutama keluargaku sendiri. Aku memerlukan mereka. Mereka adalah pengganti penglihatanku. Terutama Ibu, wanita kuat yang menjadi tongkatku saat aku terpuruk. Ibu tak lelah membantu saat aku tertatih menghadapi kenyataan pahit yang kuterima. Ibu selalu ada dalam suka dan duka. Menghapus setiap tetes air mata yang tak henti mengalir. Hari bergulir begitu cepat. Aku sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Meskipun terkadang masih sering menangisi diri sendiri, akan tetapi aku sudah bisa lebih mandiri. Ibu mengutarakan jika ia ingin pulang. "Kasihan Bapak. Nggak ada temennya." Begitu alasan Ibu saat aku melarangnya. Aku meminta Ibu untuk bertahan beberapa minggu lagi, akan tetapi ia menolak dengan l
Dua minggu kemudian. Di dalam kamar, aku sedang menenangkan Hanum. Sejak satu jam lalu dia tak henti menangis. Hanum belum bisa menerima kondisinya saat ini. Meski dokter telah menjelaskan jika kebutaan yang dialami hanya sementara, akan tetapi Hanum tetap histeris. Sejak sadarkan diri satu minggu lalu, aku kewalahan menenangkan istriku. Untung saja Ibu mau diajak tinggal untuk sementara waktu bersama kami. Menemani Hanum selama aku bekerja. Sementara Bapak harus pulang, dan akan kembali jika urusan peternakannya sudah selesai. Ya, Bapak mempunyai beberapa perternakan sapi di daerahnya."Sudah, Sayang, jangan nangis terus. Nanti kepalamu sakit." Aku mencoba menenangkan kembali. Hanum masih terisak di sampingku. Matanya terbuka dan sesekali berkedip. Namun, penglihatannya sama sekali tak bisa berfungsi. Penyebab kebutaan Hanum adalah karena benturan yang terjadi saat kecelakaan. Terdapat peradangan dan pembengkakan di dalam mata sehingga menekan saraf-saraf penglihatan. Ada dua opsi
Tuhan ... Apa yang kulakukan? Aku telah mencelakai Hanum. Dia terluka. Kenapa aku bisa sampai lengah dan menuruti amarah? Berulang kali Hanum melarang, akan tetapi sama sekali tak kuindahkan. Sayang, maafkan aku. Mas salah. Semua terjadi karena kelalaianku. Kupandangi istriku yang terbaring di ruang ICU. Dia belum sadarkan diri sejak kemarin. Kondisinya buruk dan sedang ditangani dengan serius oleh dokter. Rasa bersalahku terus membuncah, apalagi saat melihat air mata ibu mertua yang tumpah ruah. Di sisi kanan kamar ICU ada Sarah serta suaminya. Mereka baru saja tiba. Sarah tak henti menenangkan ibu mertuaku. Wanita paruh baya itu tampak lemah dan terpukul. "Bagas, sebaiknya kamu istirahat dulu. Biar kami yang jaga di sini." Irfan suami Sarah menegurku. Entah kapan dia mendekatiku, padahal baru saja aku melihatnya duduk di dekat Sarah. "Iya. Tapi aku ngga bisa istirahat. Pikiranku tak tenang, Fan," ucapku seraya menekan kesedihan yang terus menggedor rongga jiwa. "Kamu juga terl
Aku setuju untuk bertemu dengan Anita. Seperti kata Sarah, setiap permasalahan harus diselesaikan, bukan dibiarkan berlarut-larut tanpa kepastian. Aku sudah menguatkan hati, apa pun yang aku dengar nantinya, setidaknya aku sudah menyiapkan diri untuk kuat. Kami menunggu Anita di sebuah kafe tak jauh dari apartemen yang kutempati sementara. Mas Bagas duduk di sampingku. Dia tampak sibuk dengan smartphone-nya. Aku juga tak banyak bicara, sesekali kusedot minuman, kemudian mengaduk-aduk kembali menggunakan sedotan. "Ngobrol, dong. Jangan diem aja." Mas Bagas membuka percakapan. Aku melirik sekilas, lalu kembali asik dengan gelas berisi jus jeruk dingin kesukaanku. "Mau ngobrol apa? Mas aja asik sendiri dengan HP." Aku berkata jutek. Mas Bagas meletakkan ponselnya di atas meja. Sesekali layar ponsel menyala kemudian padam dengan sendirinya. "Itu dia," ujar Mas Bagas. Aku melihat ke arah pintu masuk. Seorang wanita yang memiliki postur tinggi semampai datang menghampiri kami. Dia ada
"Ngapain ke sini?" tanya Hanum sinis. Aku memberikan isyarat gerakan pada Mira agar ia seger pergi meninggalkan aku dan Hanum. "Mas mau ngobrol. Kita ngga bisa berlama-lama begini," ujarku pelan. "Aku belum mau membahas apa pun, Mas. Aku masih mau sendiri. Kami pulang aja!" Hanum bersikeras. "Mana bisa begitu? Mas ngga bisa pulang kalau kamu nggak ikut sekalian. Besok Ibu dan Bapak mau berkunjung. Mas harus jawab apa kalau kamu nggak ada di rumah?" "Bilang aja sedang ada kerja di luar kota. Simpel kan?" Hanum mengelak. "Nggak bisa, Sayang. Mas ngga bisa bohongin Ibu sama Bapak."Hanum berbalik badan. Mata kami saling beradu. Dia menatapku tajam sambil menyunggingkan senyum sinis. Hanum yang manis terlihat amat berbeda. "Kenapa kamu ngga bisa bohongi orang tuaku? Sementara aku aja bisa kamu bohongi, konon lagi mereka."Aku menelan ludah. Sorotan matanya menusuk tajam menghujam jantungku. ***Sebelum bertemu Hanum. Hanum tidak di rumah orang tuanya? Ke mana dia? Aku tahu dia pun
SETAHUN TAK DISENTUH SUAMIBAB 15***Puluhan panggilan dari Mas Bagas tertera di layar ponsel. Aku mengabaikannya. Setiba di rumah, segera kuraih koper dan memasukkan baju-baju yang bergantungan di lemari. Emosi dan rasa sakit hati yang masih memeluk jiwa membuatku susah untuk mengendalikan diri. Aku mengacak-acak isi lemari dan mengempaskan semua ke lantai. Tangisanku pecah kembali. Mengingat perlakuan Mas Bagas selama ini. Sungguh lelaki yang tak layak untuk dipertahankan. "Hanum. Astaghfirullah. Tenang. Kendalikan dirimu!"Seseorang memelukku dari belakang. Itu Mas Bagas. Aku tahu sekali. Dia memelukku erat. Menahan tubuhku melakukan hal yang semakin brutal. "Sayang. Istighfar. Dengarkan Mas. Mas di sini, Sayang."Aku menyikut perutnya menggunakan siku. Mas Bagas mengaduh. Tak sudi rasanya tubuhku disentuh oleh lelaki itu lagi. Untuk apa dia melarangku? Memangnya dia peduli? "Minggir. Jangan sentuh aku!" Teriakanku semakin menjadi. "Hanum, tenang dulu! Kita bicarakan baik-baik
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments