Langit tampak mendung mengeluarkan gemuruh riuh disusul awan hitam yang kini mulai menumpahkan cairan ke bumi.
Seketika langit Milan pun berubah. Seakan-akan ikut merasakan kepedihan yang kini dialami oleh seorang gadis yang tengah menapaki trotoar sambil memegang coat panjang yang menjadi satu-satunya pelindung tubuhnya sekarang.
Ia masih tersedu-sedu. Seakan menghiraukan tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya.
“Are you okay?”
Gadis itu hanya bisa menundukan kepala ketika segelintir orang tampak menghawatirkan keadaannya.
Tidak. Dia sedang tidak baik-baik saja. Tidak bisakah mereka melihatnya? Tak cukupkah raut wajahnya menggambarkan betapa kondisinya saat ini sedang tidak baik-baik saja?
Tidak ada yang baik-baik saja ketika calon suamimu menyuruhmu pergi dan mencari lelaki lain yang bisa menerima kondismu saat ini. Dada Ilona seperti disayat. Mencelos perasaan perih yang kian menyesak.
‘Ohya? Kalau begitu
Mohon dukungannya dengan mereview Novel ini di bagian depan, halaman depan. Makasih :)
Sambil menahan getaran di tubuhnya, Ilona berusaha untuk bangkit. Matanya membesar memandangi pria di hadapannya. “K-kau?” Ilona menggagap. “Yah, aku. Apa kabarmu, Ilona?” Pria itu menutup kalimat dengan senyum kotaknya yang khas. Ilona tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bergeming, Menyaksikan pria di depannya tengah menyingkap over coat di tubuhnya. Kedua tangan Ilona masih memeluk tubuhnya yang makin menggigil kedinginan. Ia menunduk saja ketika pria di depannya menyampirkan over coat tersebut ke tubuh Ilona berharap gadis itu akan mendapatkan kehangatan. Selain tubuh, kini wajah Ilona juga bergetar. Bibir ranum kini berubah pucat. Ikut bergetar menahan dingin yang kian membekukan tubuh. “Ayo, kuantar kau kembali pada Mr. Kent,” ucap pria itu. Ilona langsung melayangkan pandangan nyalang kepada pria tersebut. Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Tidak,” lirih Ilona dengan bibir yang bergetar. Gadis itu menyembunyikan w
“Apakah kau menemukannya?”Massimo menggelengkan kepala lalu menunduk pias. “Tidak,” gumamnya.“Argh, sial!” geram Kent. Pria itu mengusap belakang kepalanya dengan frustasi.Mereka telah berkeliling di seputaran penginapan, bahkan Kenedict telah pergi ke pusat kota. Namun, baik Kenedict maupun Massimo, tak ada satu pun yang sanggup menemukan Ilona.“Di mana kau, hah?” gumam Kenedict.Napas yang berembus dari hidungnya terdengar berat hingga menggema membuat dadanya naik turun. Khawatir, takut juga merasa begitu bersalah. Marah, apa lagi.“ARRGGHHH!”Sekali lagi Kenedict berteriak sembari menyatukan tangan di belakang kepala dan menengadahkan wajahnya ke langit-langit. Ia kembali menggeram lantas menjatuhkan tatapan. Rahangnya mengencang dengan kepalan tangan yang mulai terbentuk.“Hubungi polisi setempat. Katakan kita telah kehilangan Ilona selama dua puluh empa
Kedua mata Ilona tak dapat terpejam. Sepanjang malam matanya terbuka. Kini menyaksikan pergerakkan langit yang mulai berubah warna. Sepasang manik cokelat itu tengah mematri sang mentari yang perlahan mulai menampakan diri. Memberitahu jika malam pahitnya telah berakhir.Seolah-olah hendak meminta agar ia kini berhenti menangis. Sudah. Semuanya telah berakhir. Matanya benar-benar sembab dan bekas tanda air bening itu tak bisa hilang. Terlalu kentara di kedua pipinya yang pucat.Tak terasa, semalam pun telah berlalu dan Ilona hanya terduduk di atas ranjang tanpa bisa memejamkan matanya.Air mata tiada henti berderai. Hatinya terus mengeluh ngilu. Nyeri dan kini sesak. Lebih daripada itu, batinnya ikut tersiksa. Bahkan napasnya kini tersendat.Semilir angin yang masuk lewat celah jendela yang tak tertutup lantas menyambar wajah gadis itu membuatnya bergeming. Ia pun menyeka sisa-sisa air mata.Beralih meremas sisi ranjang dengan kedua tangan, Ilona p
Ilona mengerjapkan matanya berulang kali. Ia meringis, merasakan pening yang tiba-tiba menyambar kepalanya. Setelah kelopak matanya terbuka lebar, ia pun memutuskan untuk berdiri, akan tetapi ketika ia hampir terduduk mendadak kepalanya berkedut makin nyeri. Ilona harus memegang kepala dengan kedua tangannya. “Kau tidak apa-apa?” tanya Dante. Sambil menutup matanya, Ilona mencoba untuk menggoyangkan kepala. Gadis itu masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. Terdengar embusan napas panjang dari Dante. Sambil memegang kedua pundak Ilona, Dante mendongakan wajah menatap ibunya kini. “Dokter Anna sedang dalam perjalanan kemari,” kata Mariah. Akhirnya Ilona bisa membuka matanya lagi. Wajah gadis itu terlihat pucat. Bibirnya pun tampak begitu kering. Ilona kembali meringis. Masih memegang kepalanya, gadis itu berusaha lagi untuk membuka kedua mata. Ditatapnya ibu Dante saat ini. “Maaf merepotkanmu, Mariah,” kata Ilona.
“Kau di mana?” tanya Dante.“Kedai kopi dekat Katedral.”“Okay, aku ke sana lima menit lagi.”Dante mematikan sambungan telepon lantas melempar ponselnya. Pria itu menancap pedal gas lantas melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Mariah.Mobil milik Dante berhenti di depan sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota. Ia bergegas menuruni mobil. Kaki jenjangnya tak mau berjalan perlahan. Pria itu berlari menuju lantai dua.Tampak di sana Layla telah menunggu. Pandangan wanita itu sinis menyambut pria yang barus saja datang. Dante mengembuskan napas panjangnya ketika tubuhnya terduduk di depan Layla.Gadis bersuara serak itu menghisap cerutu di tangannya lantas menyunggingkan seringaian sembari membawa pandangannya keluar.“So, kau sudah memikirkan cara terbaik untuk hubungan kalian?” tanya Layla begitu santai.“Hubungan apa maksudmu, hah?” desis Dante. Seketika kedua
‘Kecelakan lalu lintas terjadi di jalan 273 Malpensa street, dua kilometer menuju Bandar Udara Internasional Malpensia. Kecelakan lalu lintas ini terekam kamera pengawas lalu lintas. Seorang pengusaha asal Amerika bernama Christian Archer bersama istrinya menjadi korban kecelakaan lalu lintas yang baru saja terjadi setengah jam yang lalu. Kedua korban telah dilarikan ke rumah sakit St. Mariah Malpensa untuk mendapatkan pertolongan. ***Seketika bola mata Kenedict melebar. Jantungnya langsung bertalu dengan kencang. Ia benar-benar syok. Kenedict bangkit dari tempat duduknya. Masih memandang layar LED di depannya, ia mencengkram jemarinya dengan kuat. “Chris,” gumam Kenedict sembari mengerutkan dahinya. Terdengar embusan napas panjang dari pria itu. Ia langsung meraih kunci mobil di atas nakas lantas bergegas keluar dari kamar hotel. “Massimo!” teriak Kenedict. Massimo yang mendengar teriakan tuannya langsung keluar dari dalam kamarn
Kenedict menghela napas sembari mengangkat tatapannya. Ia bersiap mengambil langkah untuk memasuki ruangan. Pria itu sempat tertegun saat melihat dua orang perawat pria keluar dari recovery room di mana ia berada di depan pintu kayu berwarna putih.“Permisi.”Suara seseorang kembali memecahkan lamunan Kenedict. Pria itu memutar pandangan kepada Hailey yang entah dari mana, sejak tadi Kenedict tidak memedulikan keberadaan gadis itu. Namun, wajahnya tak kala menampilkan kecemasan.“Apakah aku sudah bisa masuk?” tanya Hailey.Sejurus kemudian dua orang berpakaian serba putih keluar dari dalam ruangan dan Hailey memindahkan atensinya kepada dua orang pria tersebut.“Dokter,” panggil Hailey. Embusan napas berat yang keluar dari bibir Hailey sanggup menandakan bagaimana khawatirnya gadis itu saat ini. Terlihat ia menelan ludah sekedar untuk membasahi kerongkongan yang kering selama beberapa jam. Tangannya pun bergetar
“Silahkan duduk,” kata sang dokter sembari menunjuk kursi di depannya. Hailey dan Kenedict melangkah pelan mendekati meja sang dokter. Mereka duduk di depan dokter tersebut sembari menahan degup jantung yang kembali bertalu kencang setelah beberapa saat yang lalu sempat berdetak normal. Ketika menatap wajah sang dokter wanita, Hailey dan Kenedict merasakkan ketakutan yang muncul tiba-tiba hingga membuat langkah keduanya lemas. “Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan kepada keluarga pasien,” kata dokter. Ia menelengkan wajah ke samping lantas seorang wanita berpakaian serba hijau yang berdiri di sampingnya mendekat lalu memberi sebuah catatan yang merupakan rekam medis dari Chritian dan Ilona. Sang dokter mengulum bibirnya sembari membaca file berwarna hitam di tangannya. “Mmm … maaf, sebelumnya saya ingin bertanya tentang identitas pasien. Oleh karena mereka korban kecelakan, maka kami belum mendapat identitas pasien sebelum dibawa ke ruan