Beranda / Romansa / Belongs to the Player / 7. Look Like a Couple

Share

7. Look Like a Couple

Penulis: Cherry Blossom
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-02 16:35:25

✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READING

Chapter 7

Look Like a Couple

Alva mengakui Sidney memang wanita yang tidak mudah menyerah, terbukti wanita itu bersedia menerima tantangannya padahal jelas-jelas di medan off-road, Sidney kewalahan. Wanita itu ragu-ragu menginjak pedal gas Jeep-nya, atau mungkin lebih tepatnya memang tidak terlalu mahir menyetir.

Sedikit tidak sabar Alva menginjak rem kemudian keluar dari Jeep-nya, ia berkacak pinggang tepat di tengah area off-road untuk menghadang Jeep yang dikendarai Sidney.

"Ada masalah?" Sidney melongok melalui jendela mobil.

Alva memberikan kode kepada Sidney untuk membuka kunci pintu Jeep lalu menarik hendel pintu. "Kurasa kau memerlukan sedikit bantuan."

Ia telah menyelesaikan beberapa putaran, sedangkan Sidney menjalankan Jeep seperti mengendarai seekor unta.

"Sama sekali tidak," sahut Sidney.

"Kau memerlukannya agar Jeep ini bisa berjalan selayaknya Jeep, bukan seperti unta kelaparan di tengah gurun pasir."

Sidney justru tertawa renyah sembari bergeser ke kursi samping kemudi. "Medannya mengerikan, aku takut terperosok ke dalam pasir."

Alva duduk di bangku kemudi lalu meraih sabuk pengaman untuk mengenakannya. "Seharusnya Tuan Putri mengatakan sejak awal jika tidak mahir menyetir."

Sidney memutar bola matanya sambil meraih sabuk pengaman dan memasangnya. "Apa alasan itu bisa kau terima?"

Bibir Alva melengkung membentuk senyuman. "Tidak, aku tidak terbiasa menerima alasan untuk sebuah penolakan."

"Nah, sekarang kau lihat sendiri, 'kan? Aku tidak akan menang dalam balapan ini."

Alva melepaskan kacamatanya. "Ya, aku percaya karena melihat buktinya."

"Jadi, kesepakatan kita batal?"

Alva memindahkan persneling Jeep kemudian menginjak pedal gas perlahan. "Kau kecewa jika kesepakatan kita gagal?"

Tentu saja kecewa jika kesempatan keduanya hangus kembali. "Aku senang jika...."

Sidney memekik tanpa sempat menyelesaikan kalimatnya karena Alva menginjak pedal gas terlalu dalam dan membawa Jeep itu melesat, sesekali bermanuver, dan terkadang melewati gundukan pasir yang lumayan tinggi membuat Jeep itu seolah terbang.

Awalnya ketegangan menyelimuti Sidney, ia merasakan ngeri saat tubuhnya terombang-ambing ke kanan dan ke kiri karena cara Alva mengemudikan Jeep yang tidak beraturan. Tetapi, selang beberapa menit ketegangannya mulai melunak dan digantikan dengan umpatan juga tawa bersama Alva hingga batas waktu sewa Jeep berakhir dan mereka berjalan keluar dari area off-road.

"Mau mencoba tempat lain di sini?" tanya Alva seraya menghentikan langkahnya untuk memperbaiki letak posisi kain di kepala Sidney yang sedikit berantakan.

Sidney merasakan jika wajahnya kembali menghangat. "Tempat apa itu?"

Alva melirik jam tangannya. "Tidak jauh dari sini ada tempat untuk menikmati sunset sambil menunggang unta."

"Kedengarannya menarik." Sidney mendongak dan tatapan matanya bersobok dengan tatapan Alva. Ya Tuhan, sorot mata cokelat gelap itu seolah menerobos ke dalam jantungnya. Sidney mengerang di dalam benaknya.

"Kurasa menunggangi unta lebih cocok untukmu dari pada mengendarai Jeep."

Sidney melotot dan meninju lengan Alva dengan pelan. "Aku tidak terbiasa ugal-ugalan di jalan raya."

Alva terkekeh. "Aku juga tidak. Biar kutebak kau biasa dimanjakan oleh sopir pribadi sejak kecil, 'kan?"

Sidney menyeringai. "Sama sekali tidak, kami anak-anak keluarga kami tidak semanja itu, kami tidak memiliki sopir pribadi." Kecuali adiknya, Alexa yang tidak bisa menyetir."

Ia berdehem pelan. "Mau mencoba naik unta? Setelahnya kita bisa menonton tarian padang pasir... Belly Dance."

"Belly Dance?" Sidney menyipitkan sebelah matanya seolah sedang menghakimi Alva. "Tarian.... pinggul?"

"Kau bisa menilai Belly Dance dari dua sudut pandang, sebagai tarian atau sebagai olah raga."

Sidney mengangkat kedua alisnya dan melangkah diikuti Alva. "Dan sudut mana yang kau gunakan?"

"Aku pria normal," kata Alva tanpa nada tersinggung seraya menaikkan sebelah alisnya. "Aju menyukai bokong yang indah."

Bokong yang indah. Ya, semua pria menyukai bokong dan payudara yang besar. Sepertinya. "Well, pergilah ke sana jika kau ingin melihat bokong yang indah. Tapi, aku lebih baik kembali ke hotel."

"Kita tidak perlu terburu-buru untuk kencan malam ini."

"Hah?" Apa aku terlihat terlalu gugup dan menantikan malam? "Aku perlu istirahat, bukan untuk kencan kita."

"Kalau begitu tidak perlu terburu-buru kembali ke hotel, maksudku jika kau tidak ingin pergi menikmati sunset di padang pasir, kita bisa mencoba tempat lain."

Sidney menyeringai. "Aku dan Aliyah memiliki janji untuk menikmati sore ini kemudian kami berencana makan malam, ada beberapa hal yang perlu kami bicarakan sebelum dia pergi berbulan madu dan aku kembali ke London."

Alva menyipitkan sebelah matanya. "Aliyah tidak mengatakan jika kalian memiliki janji."

Sejak Alva muncul menggantikan sopir yang disiapkan Aliyah, Sindey tahu jika Aliyah dan Grant terlihat dengan skema permainan yang disusun oleh Alva. Tetapi, ia tidak sedikit pun merasa tersinggung.

"Karena aku baru saja menghubunginya—saat kau sedang mengurus sewa Jeep." Sidney menggigit bibirnya.

Menaiki unta dan menonton pertunjukan Belly dance terdengar menyenangkan, tetapi berbahaya baginya karena ia datang bersama Alva. Bisa saja ada beberapa orang mengunggah foto Alva ke media sosial dan sangat besar peluangnya akan terseret ke salam gosip, ia enggan berurusan dengan hal-hal merepotkan semacam itu.

"Apa Grant ikut bersama kalian?"

"Tidak, dan jangan berpikir kau bisa mengikutiku hari ini hanya karena kesepakatan kita." Sidney memberanikan diri terang-terangan menatap mata Alva. "Dengar, aku tidak tertarik dengan hubungan apa pun di antara kita selain kencan malam ini."

Alva boleh menang dua langkah terhadapnya hari ini, tetapi bukan berarti pria itu bisa dengan mudah menguasainya seharian penuh.

"Aku tidak berpikir begitu, kupikir jika Grant bergabung bersama kalian, kita bisa makan malam berempat...."

Sidney tertawa. "Agar seperti dua pasangan?"

"Jika kau mau."

Sidney berhenti di samping pintu mobil. "Kesepakatan kita tidak sejauh itu."

Alva menelan ludah karena ucapan Sidney yang dinilainya sedikit bernada memperingatkan, mengingatkan batas di antara mereka dan sikap Sidney membuat jantungnya seakan tergores. Ia tidak menyukai jarak yang terus-menerus dibentangkan oleh Sidney. Tetapi, selain membuka pintu mobil untuk Sidney kemudian menyetir menuju ke hotel sembari tetap berusaha menjaga komunikasi dengan Sidney agar wanita itu tidak merasa terancam olehnya, Alva tidak bisa berbuat apa-apa.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE.

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒❤️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
FayzaQila03
sabar va, butuh prjuangan yg ektra
goodnovel comment avatar
Dewi Balfas
susah dong di taklukin ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Belongs to the Player   Epilogue

    Epilogue Enam tahun rumah tangga Sidney dan Alva tidak terasa dilalui, mereka menikmati hubungan rumah tangga yang harmonis—nyaris tanpa kendala yang berarti kecuali pertengkaran kecil yang lumrah. Selama itu pula Sidney mengikuti ke mana pun suaminya pergi untuk bertanding, bukan karena ia takut ada wanita yang akan mengambil Alva. Melainkan dirinya tidak sanggup jauh dari hangatnya tatapan suaminya, begitu juga Alva yang tidak bisa jika Sidney terlepas dari pandangannya. Di tempat tinggal pribadi mereka yang berada di Palma, Sidney meringkuk di samping tubuh Alva yang hanya mengenakan celana pendek, lengannya melingkar di pinggang suaminya dengan posesif seolah enggan jika suaminya menjauh darinya meskipun hanya berbeda detik. Sidney tidak sedang tidur, ia hanya sedang merasakan kebahagiaan yang melampaui kebahagiaan lain karena setelah lebih dari enam tahun menikah akhirnya mereka akan memiliki buah hati. Suaminya memang tidak pernah mengungkapkan keinginan apa lagi menuntut adan

  • Belongs to the Player   40. Belongs to the Player-End

    Happy reading and enjoy! Chapter 40 Belongs to the Player-End Satu persatu teman Alva mendekat, menyapa kemudian memberikan selamat atas hubungan mereka dan pastinya mereka juga menggoda Alva dengan pembicaraan khas pria. Untungnya mereka berbicara menggunakan bahasa Inggris sehingga Sidney tidak perlu merasa terkucilkan. Meski beberapa orang menggunakan bahasa Spanyol, tetapi Alva dan Aliyah dengan senang hati menerjemahkannya untuk Sidney. Sikap ramah dan santai teman-teman Alva membuat perasaan canggung yang menggelayuti pikirannya sejak Sidney memasuki tempat pesta sedikit memudar, bahkan beberapa orang wanita pasangan teman-teman Alva juga menyapa dan berusaha mengakrabkan diri kepada Sidney. Sidney tersenyum seraya mengeratkan tangannya yang berada di dalam genggaman tangan Alva, ia belum pernah merasa sebaik ini berada di tengah orang asing dan menjadi pusat perhatia

  • Belongs to the Player   39. Marry Me

    Happy reading and enjoy! Chapter 39 Marry Me Alva menghentikan langkahnya saat memasuki ruang ganti karena matanya terpaku pada sosok Sidney yang sedang berdiri membelakanginya di depan cermin. Wanita itu terlihat sempurna mengenakan barang-barang pilihnya, kecuali bra yang tidak dikenakan oleh Sidney karena gaun itu ternyata dirancang untuk dikenakan tanpa bra.Ia kemudian melangkah menghampiri Sidney dan lengannya langsung melingkari pinggang ramping kekasihnya dan berbisik, "Aku menyesal memilih gaun ini."Gaun itu seolah di desain khusus untuk Sidney, nyaris tanpa cela menonjolkan liukan tubuh Sidney.Sidney melirik cermin untuk memastikan riasan sederhananya dan juga tatanan rambut yang ia buat sendiri menggunakan kemampuan terbaiknya, khawatir jika riasannya terlihat payah karena di pesta nanti mungkin akan ada banyak wanita cantik yang mendampingi para pemain sepak bola. "Gaun yang indah dan aku tidak

  • Belongs to the Player   38. I Love You

    Happy reading and enjoy! Chapter 38 I Love You Alva menggenggam telapak tangan Sidney menjauhi stadion dengan dikawal beberapa orang bodyguard karena wartawan dan beberapa penonton mengikuti mereka seolah haus akan berita percintaannya yang seketika mengguncang jagat sepak bola dan juga hiburan. Seorang Alvaro Leonard yang beberapa tahun belakangan ini tidak pernah terdengar memiliki kekasih tiba-tiba mencium seorang wanita di tribune dan diketahui wanita itu adalah salah satu putri keluarga Johanson, tentunya berita itu menjadi sangat menarik. Lebih menarik dari pada dua gol yang dicetaknya. "Sepertinya kita membuat kerusuhan," seringai Alva seraya mengeratkan genggamannya di telapak tangan Sidney. "Aku belum pernah dikejar wartawan seperti ini," ujar Sidney dengan polos dan diselingi tawa ringan. Bahu Alva terguncang pelan. "Mulai hari ini kau harus menghadapi mereka." Sidney merengut, tetapi wajahnya tetap merah meron

  • Belongs to the Player   37. Never Surrender

    Happy reading and enjoy! Chapter 37 Never Surrender "Dua gol yang indah." Suara itu membuat Alva yang sedang memasang kancing kemejanya mengerutkan keningnya. Dengan gerakan santai berbalik dan mendongakkan kepalanya, bibirnya mengulas senyum tipis saat mendapati wanita di depannya. Dibandingkan enam tahun yang lalu, Jasmine jauh lebih terlihat matang dan pastinya banyak perubahan dari penampilannya yang tidak lagi kekanakan. "Jasmine?" sapanya seraya menyelesaikan mengancingkan kancing kemejanya. "Sepertinya aku selalu kehilangan momen yang tepat jika berurusan denganmu," ujar Jasmine dengan nada murung. Alva memiringkan kepalanya dan kembali mengerutkan keningnya. "Maksudmu?" "Kau selalu tidak memiliki ruang kosong untuk kutempati. "Jasmine mengedikkan bahunya kemudian menghela napasnya. "Mulai besok aku akan menjadi salah satu pengurus tim ini." Alva tersenyum seraya mengangkat sebelah le

  • Belongs to the Player   36. Kept His Promise

    Happy reading and enjoy! Chapter 36 Kept His Promise Pergi ke Madrid seorang diri mungkin lebih baik dibandingkan pergi bersama Gabe dan Leonel. Ia dan Gabe memang sudah sepakat untuk mengakhiri ganjalan dalam hubungan mereka, tetapi nyatanya ketegangan di antara mereka masih membentang.Keberadaan Leonel bahkan tidak mencairkan suasana karena saudara kembarnya sibuk dengan iPad-nya selama perjalanan, sedangkan Gabe tidak membuka mulutnya, pria itu bersandar dengan nyaman di kursinya dan memejamkan mata sembari mendengarkan musik dari earphone-nya. Sementara Sidney yang tidak bisa memejamkan matanya mulai dilanda kebosanan setelah tiga puluh menit pesawat lepas landas dan mulai merasakan kegelisahan yang sebenarnya telah lama bercokol di dalam benaknya.Bagaimana jika Alva gagal mencetak dua gol?Pemikiran itu telah menghantui Sidney sejak kesepakatannya bersama Alva bergulir, yang artinya hubungannya bersa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status