✔️RATE✔️KOMENT✔SHARE️✔️ HAPPY READING
Chapter 8
Too Late
Sidney kembali ke hotel dan membersihkan tubuhnya kemudian menyiapkan dirinya untuk bertemu Aliyah. Ia mengenakan one set berwarna abu-abu muda dengan gaya top crop dan celana longgar di atas mata kaki dipadukan dengan sandal hak tinggi rancangan Grace Johanson, sedangkan rambutnya ditata dengan gaya ekor kuda yang lumayan tinggi.
Di bangku restoran tepi kolam renang hotel yang menghadap ke pantai dan menyajikan pemandangan langit berwarna jingga, ia tidak menemukan Grant, hanya ada Aliyah di sana. Wanita berambut hitam pekat itu mengenakan celana berbahan jeans dipadukan dengan atasan lengan panjang berbahan tipis nyaris transparan berlengan panjang dengan potongan leher rendah di dadanya dan rambutnya dibiarkan tergerai panjang hingga mencapai pinggangnya.
"Aku tidak melihat suamimu, di mana dia?" tanya Sidney setelah sedikit berbasa-basi menyapa Aliyah sambil menarik kursinya.
"Suamiku sedang bersama Alva." Aliyah menatap Sidney dengan tatapan seolah memohon. "Maaf, Sidney... Alva sepertinya... dia ingin mendekatimu. Maksudku, kukira kalian mengawali kedekatan kalian tadi malam dan dia ingin melanjutkan. Jadi, aku mengirimnya menggantikan sopir pribadimu tadi pagi."
Andai tidak memiliki tunangan, aku juga ingin melanjutkan....
Ada sesak di dalam benak Sidney, tetapi bibir sensualnya yang dihiasi lipstik berwarna coral menyunggingkan senyum manis. "Tidak masalah, Aliyah. Jangan merasa tidak nyaman hanya karena hal kecil semacam itu."
"Meski begitu, aku merasa tidak nyaman padamu. Sungguh, seharian aku memikirkanmu, aku khawatir kau merasa tidak nyaman dengan kehadiran Alva."
"Itu bukan hal besar, tidak masalah."
"Syukurlah," desah Aliyah terdengar lega. "Oh, iya. Mungkin Alva juga akan bergabung bersama kita. Apa kau tidak keberatan?"
Sebenarnya tidak, dan jika ia keberatan pun, ia tidak akan mengatakannya kepada Aliyah. "Sama sekali tidak. Alva bisa bergabung bersama kita."
"Apa kalian sudah merasa ada kecocokan?"
Sidney tersenyum. "Kami belum menemukan apa pun, maksudku... kami hanya bermain off-road kemudian kembali ke hotel dan belum ada pembicaraan apa pun."
Aliyah mengerutkan kedua alisnya. "Hanya itu?"
"Ya. Hanya itu."
"Apa kalian telah bertukar nomor ponsel?"
Sidney menyeringai hingga memperlihatkan deretan gigi yang rapi. "Itu juga belum," ucapnya.
Aliyah menggelengkan kepalanya karena tidak menyangka jika Alva ternyata payah dalam hal mendekati seorang wanita, ia telah memberikan kesempatan iparnya agar bisa mendekati Sidney dengan pertaruhan Sidney mungkin akan tersinggung karena ulahnya. Tetapi, Alva justru tidak segera mengambil kesempatan mendapatkan Sidney yang mungkin akan menjadi satu-satunya kesempatan karena besok mereka akan kembali ke negara masing-masing.
Sidney berdehem. "Oh, iya. Bagaimana jika kita bicarakan bisnis kita?"
Aliyah tidak bisa lagi membahas Alva karena ia menangkap gurat tidak nyaman pada ekspresi Sidney meski tipis dan nyaris tidak terlihat. "Baiklah," ucapnya diiringi senyum lembut.
Keduanya memulai pembicaraan bisnis mereka seperti biasa sambil menikmati kopi yang tersaji di atas meja dan mereka tertawa kecil karena obrolan mereka yang cenderung santai.
Hubungan bisnis mereka bisa dibilang terjalin karena campur tangan Gabriel yang mengenalkan Sidney pada Aliyah. Di Dubai, terdapat banyak toko emas yang menjual berbagai macam bentuk perhiasan dengan model mencolok. Tetapi, Aliyah mengusung tema yang berbeda.
Ia menggandeng Luxury Diamond untuk bekerja sama, memadukan selera masyarakat di negaranya dengan desain unik yang dibuat oleh Luxury Diamond dan usahanya berhasil dalam waktu yang relatif singkat.
Sidney membuka tasnya untuk mengambil ponsel karena perlu menggunakan kalkulator dan alisnya berkerut dalam, ia mematikan dering ponselnya sejak tadi malam dan lupa mengaktifkannya kembali.
"Ya Tuhan," erang Sidney karena mendapati panggilan tak terjawab yang berjumlah puluhan dan itu berasal dari Gabriel.
Setelah ia meminta izin kepada Aliyah, Sidney melangkah ke sisi kolam renang untuk memanggil Gabriel.
"Gabe, ada apa?" tanya Sidney saat saudaranya menjawab panggilan.
"Kau tidak menjawab panggilanku sejak tadi malam," ucap Gabe dengan suara serak seperti baru saja bangun tidur.
Sidney menghela napasnya. Tadi malam ia terlalu mabuk dan enggan berbicara meski ia tahu Gabe menghubunginya. "Aku tertidur tadi malam," ucapnya berbohong.
Terdengar Gabe menghela napas panjang, mungkin pria itu sedang menggeliat. "Sekarang kirimkan lokasimu."
"Bukankah sudah jelas jika aku di Dubai?" Alis Sidney berkerut cukup dalam.
"Aku sangat lapar, aku ingin makan malam bersamamu."
Butuh beberapa detik untuk Sidney berpikir. "Kau menyusulku?"
"Kau pikir aku bisa tenang karena kau mengacuhkan panggilanku?" tanya Gabriel dengan nada jengkel dan posesif.
"Gabe... aku bukan anak kecil. Aku baik-baik saja, dan kurasa kau berlebihan."
"Di hotel mana kau menginap? Aku akan ke sana."
Sialan. Lalu bagaimana kencanku nanti malam bersama Alva. Sidney benar-benar kehilangan kesempatan. Tetapi, ia tidak berani menentang Gabriel apa lagi sepupunya telah berada di Dubai. Menyusulnya hanya karena ia tidak menjawab panggilan telepon.
Ya Tuhan, andai saja Gabe bukan sepupunya, Sidney dengan senang hati menerima Gabe sebagai kekasih kemudian menikahinya. Dan karena kedekatan mereka pula lah yang membuat Sidney hingga usianya dua puluh tujuh tahun tidak pernah berpikir untuk mencoba menjalin asmara dengan lawan jenis, dan kehadiran Alva juga terlambat.
Sepertinya takdirnya memang bersama Gerald. Alangkah lucunya karena ia tidak memiliki pilihan, andai saja bisa memilih mungkin ia akan memilih mencoba menerima pertemanan yang Alva tawarkan kamudian melangkah pada hubungan lebih dekat dengan pria seksi itu. Sayang sekali.
Ia berdehem. "Kau sepertinya baru saja bangun tidur, bagaimana jika aku saja yang menyusulmu? Dengan begitu kita lebih hemat waktu karena aku telah siap."
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan RATE.
Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.
🍒❤️
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 9Let's EndSekali lagi Alva tersenyum seraya menatap layar ponselnya dan meski telah berulang kali ia membaca pesan itu tetapi rasanya masih menarik untuk diulang. Sidney memang di luar prediksinya, wanita itu memiliki perhitungan yang sulit untuk dilawan dan ia yakin jika wanita itu memiliki kecerdasan yang luar biasa.Hai, tentang rencana kita malam ini, tolong beritahu aku di mana kau berada. Aku akan tiba pukul dua belas.Sidney Johanson.Pesan yang dikirimkan bernada ambigu dan bagian terakhir sangat mencengangkan karena nama keluarga wanita itu adalah Johanson.Alva pernah mendengar nama Johanson. Setidaknya salah satu perusahaan entertainment yang terkemuka dimiliki oleh Johanson Corporation. Ia menyangka Sidney adalah rekan bisnis Aliyah seperti yang lain, nyatanya anggapannya salah
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy ReadingChapter 10How Old You?Alva mengecup bibir Sidney perlahan kemudian matanya menjelajahi seluruh wajah cantik Sidney. Ia menyingkirkan rambut di pipi Sidney, menjepitnya di belakang telinga dan berucap, "Apa aku terlalu kasar?"Sidney perlahan membuka matanya dan pandangannya bersobok dengan mata cokelat pekat pria yang baru saja mencumbui bibirnya untuk pertama kali, juga ciuman pertamanya. Kenarin malam, Alva memang mengecup bibir Sidney, tetapi kecupan itu hanya sebatas kecupan. Bukan ciuman apa lagi cumbuan dalam seperti yang barusan mereka lakukan."Kau melakukannya dengan baik," ucap Sidney dengan pelan. Entah baik atau tidak, yang jelas ia menikmati cara Alva mencumbui bibirnya.Bibir Alva melengkung membentuk senyuman, ujung jemarinya menyentuh alis Sidney. "Kurasa kita perlu beberapa gelas wine."
✔ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 11 No Plan for Lover Sidney mengira kencannya dengan Alva berakhir dengan cepat setelah Alva mendapatkan pelepasannya yang pertama. Tetapi, ia salah karena Alva ternyata menyatukan kembali tubuh mereka. Diam-diam Sidney menghela napas lega sembari berusaha membiasakan diri terhadap Alva yang memenuhinya, sesak dan masih terasa nyeri meski dibandingkan rasa sakit saat pertama Alva memasukinya kali ini ada rasa lain yang lebih menyiksanya. Perasaan menuntut di dalam tubuhnya yang berdenyut-denyut hebat. Ia mencoba mengimbangi gerakan pinggul Alva, mencoba menyelaraskan setiap benturan tubuh mereka. Sorot mata Sidney mendamba menatap Alva yang bergerak di atasnya dengan lembut. Erangan Sidney dan geraman Alva berbaur di udara, tidak ada lagi bayangan Gabe yang menyusulnya ke Dubai, tidak ada lagi bayangan Geral
✔ RATE ️✔ Coment ️✔️ Share ✔️ Happy Reading Chapter 12 Breakfast Untuk pertama kali sejak ia memutuskan tinggal di London, Sidney belum pernah merasakan marah kepada Gabriel hingga ingin mencekik sepupunya yang untuk pertama kali pula tidak mendengarkannya. Biasanya Gabe selalu mendengarkan apa pun yang Sidney ucapkan, bahkan jika Gabe berniat mengencani wanita dan Sidney tidak menyukai wanita itu, Gabe akan menjauhi wanita itu. Namun, kali ini Sidney hanya meminta Gabe untuk menunggunya di restoran dan Gabe tidak bersedia. Gabe memaksa Sidney agar membukakan pintu kamarnya dan seperti halnya Gebe yang bersikukuh dengan keinginannya, Sidney juga melakukan hal yang sama. Ia mengacuhkan panggilan Gabe dan mengguyur dirinya di bawah shower meski sedikit terburu-buru, ia tidak ingin mengambil risiko tampil di depan Gabe dengan keadaan sangat buruk te
✔️ RATE️✔ Coment️✔️ Share✔️ Happy ReadingChapter 13How EmbarasedSidney mencoba untuk tidak memikirkan Alva, tetapi usahanya sia-sia. Sepertinya.Setiap kali membuka aplikasi Instagram, secara tidak bisa dicegah oleh dirinya sendiri, jemarinya mengetik nama Alvaro Leonard dan menekan tombol cari. Kemudian saat ia membuka aplikasi pesan WhatsApp, ia juga dengan sengaja melihat percakapan mereka sebulan yang lalu.Andai tidak terlibat kencan satu malam, pastinya ia tidak perlu merasakan perasaan resah yang melanda batinnya ditambah lagi dengan tubuhnya yang bereaksi mendambakan Alva setiap kali ia mengingat bagaimana telapak tangan pria itu membelai kulitnya, bagaimana bibir Alva menjelajahi leher dan dadanya. Mengingat bagaimana kulit Alva bergesekan dengan kulit terdalamnya, bagaimana pria itu menggeram saat mencapai pelepasan.Sekar
 ✔️ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading Chapter 14 Trying with Her Finance Sidney urung melangkahkan kakinya, ia mundur dua langkah kemudian berbalik dan berjalan dengan cepat menuju halaman belakang di mana ibunya sering menghabiskan sore hari di sana bersama ayah tirinya sedang menikmati teh dan biskuit sembari berbicara santai dan bercengkerama. Kebahagiaan menyelimuti kedua orang itu, Sidney sama sekali tidak menyangsikannya. Ayah tirinya sangat mencintai ibunya begitu pula sebaliknya terlihat dari
 ✔️ RATE️✔ Coment️✔️Share✔️ Happy Reading  Chapter 15 Deal with Gerald Lima hari kemudian tepatnya Senin malam Sidney dengan anggun melangkah memasuki restoran yang dipilih untuk makan malam bersama Gerald, ia mengenakan gaun berwarna ungu berbahan satin berkualitas tinggi bertabur glitter lembut yang berkilauan. Gaun itu dirancang dengan bentuk leher V rendah, bagian perut dibuat menyerupai korset dengan lipata
 Chapter 16 That's Peoblem Sidney ragu untuk menjawab panggilan dari Alva, menekan pengunci tombol di samping ponselnya dan membuat dering ponselnya berhenti kemudian meletakkan kembali ponsel di pangkuannya. Tetapi, Alva rupanya tidak menyerah karena ponsel Sidney kembali berdering dan ia melakukan hal yang sama hingga tiga kali. Sidney menghela napas dalam-dalam, berusaha untuk menepis bayangan Alva yang menari-nari di otaknya kemudian ia meraih ponselnya kembali untuk membuka pesan yang dikirim Alva. Temui aku di Rosewood hotel sekarang. Alva berada di London? Sidney nyaris menginjak rem mobilnya dengan mendadak, bukan karen