Share

08. Nekat Terobos Pagar (b)

Keringat dingin bercucuran di kening. Jangan lupakan sang jantung yang sibuk berdetak kencang di dalam sana. Bukan takut dipukul atau dikasari, Guntur tidak ingin Erisca semakin dikekang oleh orang tuanya, dan otomatis mereka jadi sulit untuk bertemu. 

Kalau benar semua itu terjadi, Guntur tidak bisa membayangkan nasib nyawanya. Mungkin ia sudah mati karena tak sanggup kehilangan kekasih.

Untung di balkon Erisca ada tembok yang cukup untuk menghalangi tubuh kekarnya. Jikalau tidak ada tempat persembunyian, mungkin saat ini Sarah sudah marah-marah. 

"Kamu lagi ngapain di sini? Badan masih lemes juga." Sarah mengomeli. Ia menatap sekeliling karena tidak enak perasaan. "Lah, ini makanan dari mana?" Mata Sarah membulat, menatap Erisca penuh pertanyaan. 

"Em ... aku kira mama enggak masak. Karena udah lapar banget, aku pesan makanan lewat aplikasi online aja, deh. Nah ... aku, tuh, cuma bosen diem di kamar terus, jadi lebih enak lagi makan di luar sambil lihatin pemandangan." Erisca menggigit bibir bawah, takut-takut Sarah tidak percaya akan alibinya tadi. 

"Serius kayak gitu? Bukannya kamu susah bergerak, apalagi naik-turun tangga?" Sarah memicing, ia curiga karena gerak-gerik gadis itu sudah bisa ditebak. 

"Alhamdulillah badan aku lebih enakan sekarang. Makanya tadi naik-turun tangga meski pelan-pelan." Erisca tertawa renyah, menutupi kegugupan yang luar biasa melanda diri. 

"Ah, masa, sih? Kenapa mama enggak percaya, ya?" Sarah menaikkan satu alis, berjalan perlahan mendekati tempat Guntur bersembunyi. 

"Mama pikir semua makanan ini terbang sendiri dan sampai ke balkon gitu? Enggak mungkin, 'kan?" Perkataan Erisca menghentikan langkah Sarah. Wanita itu berbalik badan lantas mengusap kepala sang anak lembut. 

"Oke-oke, mama percaya. Sekarang kamu mau makan masakan mama atau yang ini aja?" Sarah memberikan pilihan, Erisca bisa bernapas lega. 

"Aku abisin makanan dari kurir aja. Nanti agak siangan aku baru makan masakan mama. Enggak apa-apa, 'kan?" 

"Enggak masalah, kok. Ya udah, kalau kayak gitu mama balik lagi ke dapur, deh. Kamu jangan terlalu lama diem di luar, nanti masuk angin lagi." Sebelum pergi, Sarah menyempatkan diri untuk menciumi puncak kepala Erisca. Ia begitu menyayangi sang anak melebihi apa pun. 

"Hem, iya." 

Sepeninggalan Sarah, Erisca berdehem keras guna memberi kode-kode kepada Guntur. Pria itu keluar dengan wajah pucat. Darahnya seolah berhenti mengalir kala membayangkan jika ia dipisahkan secara paksa dari Erisca. 

"Mama kamu udah pergi? Apa dia enggak curiga ada aku di sini?" Guntur bertanya panik. Maklum, takut kehilangan orang tersayang adalah hal luar biasa. 

"Iya, baru tadi keluar. Kamu tenang aja, dia enggak tahu apa-apa, kok." Erisca membalas dengan senyuman super lembut, membuat Guntur kembali tenang. 

"Syukurlah kalau kayak gitu. Aku cuma enggak mau dipaksa putus dari kamu." Tanpa permisi, Guntur mendekap erat tubuh Erisca. Gadis itu bagai bayi kecil yang ada di dalam lingkaran tangan beruang. 

"Segitu takutnya pisah dari aku?" Erisca mencubit perut Guntur agak keras, membuat pria itu terkejut tapi tidak melepaskan pelukannya. 

"Coba kamu pikir, laki-laki mana yang rela hubungannya dipaksa berakhir sama orang tua si perempuan? Pasti enggak akan ada yang sanggup, Sayang." Guntur semakin mempererat dekapannya. Kehilangan orang spesial dalam hidup, menggores hati hingga hancur lebur bagai kertas diberi air. Guntur tidak ingin peristiwa kelam di masa lalu terulang kembali. 

"Hem, aku juga enggak bakal mau kehilangan kamu." Erisca membalas pelukan tak kalah kuat. Dia memejamkan mata erat-erat, Guntur adalah pria kedua yang membuatnya merasa nyaman bertukar pikiran. Tapi pria sebelum Guntur telah melukai hatinya, dan Erisca harap Guntur tidak seperti itu. 

"Kamu abisin dulu makanannya, setelah itu baru kita bisa pelukan lagi." Guntur memberi usulan, tetapi Erisca masih diam tidak bergerak. "Sayang ... jangan terlalu lama-lama sama posisi kayak gini. Nanti kalau ada yang lihat bisa rumit urusannya." Guntur melepaskan tangan dari pinggang Erisca. Cewek itu seketika cemberut dan sebal sendiri. 

"Gini, nih, kalau lagi dimabuk asmara. Bawaannya pengin nempel terus sampai lupa tempat." Guntur mengusik pertahanan hati Erisca. 

Cewek itu buru-buru menjauh karena tidak mau dianggap sebagai budak cinta. Melengos ke samping, menyembunyikan wajahnya yang menghangat. Ya ... seperti ini lah konsekuensi menjadi cewek mudah bawa perasaan. Ketika sedang malu dia tak mampu menutupinya.

Maka dari itu banyak lawan jenis yang akan senang menggoda Erisca karena menganggapnya lucu. Cewek seperti Erisca memang bisa menarik perhatian cowok dengan cara berbeda. Namun, meski tawaran cinta datang silih berganti, jika sudah mempunyai pasangan, Erisca akan setia pada satu orang saja. 

Dia tahu bagaimana rasanya disakiti. Walaupun seumur hidup belum pernah diselingkuhi, tetapi sebagai cewek peka, dia turut merasakan sesak dalam dada. 

"Aku mau makan lagi aja." Erisca kembali duduk di lantai, menghabiskan makanan itu dengan gerakkan cepat. Tidak peduli jika seandainya dia tersedak hingga kehabisan napas, yang jelas saat ini dia benar-benar malu. 

"Kamu mau ikutin gaya makan kayak di YouTube? Makan itu pelan-pelan, Ris. Nanti luka di mulut kamu bisa tambah parah." Guntur mengusap saus di sudut bibir Erisca. 

Sial! Jantung gadis itu semakin menggila. Usapan lembut dari Guntur sangat berdampak baginya. Dia bisa-bisa teralihkan dari dunia asli ke dalam khayalan tingkat tinggi. 

Mengapa pula pria itu menjadi sangat menawan di mata Erisca? Perasaan dari tadi semua baik-baik saja.  Atau jangan-jangan Guntur memakai pelet khusus untuk membutakan Erisca dari apa pun kecuali kharismanya? Uh ... tidak-tidak! 

"Oh, iya, maaf aku enggak bawa minum buat kamu. Nanti kalau selesai makan, kamu bisa minta sama mama, jangan turun tangga sendiri, oke?" perintah Guntur, lembut.

"Oke." Erisca menjawab kaku. Ia mendadak tidak bisa mengekspresikan diri. 

"Aku tahu kamu gugup, tapi jangan kayak gini juga, Ris. Kita udah sering ketemuan, harusnya kamu terbiasa dekat-dekat sama aku." Guntur menangkup pipi Erisca hingga bibirnya terbawa bagai ikan koki. Lucu, pikir pria itu. 

"S-siapa juga yang gugup? Aku, sih, biasa aja deket-deket kamu." Lagi. Cewek itu beralibi dengan raut wajah grogi. Bagaimana Guntur bisa percaya sementara Erisca terus menghindari kontak mata? 

Cewek seperti ini lah yang membuat Guntur jadi tambah penasaran. Jika sebagian besar cewek akan menye-menye di dekat kekasihnya, makan Erisca tidak. Guntur suka Erisca karena dia tidak pasaran. 

Guntur terdiam sejenak sebelum membisikkan sesuatu di telinga Erisca, "Oh, biasa aja, ya? Gimana kalau kita ciuman? Apa kamu masih gugup atau enggak?" Wajah Guntur berubah nakal. Perlahan mulai mendekat dengan bibir sedikit maju. 

Erisca memejamkan mata. Dia ....

Assifaniaa

Bagaimana kelanjutan dari kisah cinta Guntur dan Erisca? Jangan lupa beri penulis dukungan><

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status