“Masuklah.” Reviano meletakkan berkas yang sedang ia baca ke atas meja saat terdengar bunyi ketukan pintu.
“Anda memanggilku, Tuan Rev?” Marion, sekretaris pribadi Reviano berjalan mendekat diiringi bunyi sepatu hak tingginya.
“Ah, kemarilah Marion. Aku punya tugas untukmu.”
Marion berhenti tepat di depan Reviano. “Tugas apa Tuan Rev? Apakah harus kukerjakan sekarang? Laporan proyek baru yang semalam kau berikan padaku belum selesai.”
Marion sebenarnya menyisipkan keluhan dalam kalimatnya. Entah bosnya itu bisa paham atau tidak, kalau pekerjaan yang diberikan selalu bertambah setiap harinya.
Bahkan di saat yang satu belum sempat dikerjakan, Reviano sudah memberikan tugas yang baru.
Kalau saja bukan karena gaji yang besar dan Reviano adalah bos yang royal, mungkin Marion sudah lama mengajukan surat pengunduran diri. Karena tak mampu kepalanya berdenyut setiap hari.
“Kesampingkan saj
“Dilihat dari ukuran dan perkembangan organ dalam janin, kandungannya sudah masuk 7 pekan.” Dokter Estelle menunjukkan hasil USG empat dimensi pada Caitlyn yang duduk di samping Elena.Caitlyn melihat sekilas gambar yang ada di tangannya. Jujur saja ia tak mengerti. Terlihat pun tidak bentuk bayi di dalam sana. Ia menyerahkannya kembali pada sang Dokter.“Apakah tumbuh kembang bayinya bagus?” tanya Caitlyn.“Sejauh ini baik-baik saja. Tidak ada tanda-tanda kelainan. Semoga tidak akan ada. Lakukan saja pemeriksa rutin setiap bulan untuk memantau perkembangan janin,” jawab Dokter Estelle sambil membetulkan letak kacamatanya yang sempat melorot ke bawah.“Apa Dokter yakin? Elena bilang dia masih menstruasi setiap bulan, tapi ternyata dia telah hamil 7 pekan. Aku takut ada kelainan, karena meski hamil, dia masih datang bulan.”Pucat pasi wajah Elena.Habislah, kalau sampai Dokter Estelle menjabarkan ilmunya dan mengatakan hal yang bertolak belakang dengan pengakuannya kemarin, maka Caitly
Mobil memasuki pekarangan yang luas.Caitlyn sempat berhenti cukup jauh sebelum benar-benar sampai di depan rumah.“Kenapa berhenti di sini Mommy?” tanya Elena.“Apa kau tak penasaran dengan hadiah yang sudah aku persiapkan untukmu?”Elena tak menjawab. Hatinya masih ketar-ketir luar biasa. Perasaannya mengatakan kalau hadiah yang dimaksud Caitlyn bukanlah sesuatu yang baik.Caitlyn mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang. Elena hanya bisa mendengarkan dan menebak-nebak siapa yang sedang dihubungi oleh mertuanya itu.Tak lama setelah Caitlyn mengakhiri panggilan telepon, sebuah mobil SUV berwarna hitam melewati mereka dan berhenti tepat di depan rumah.Elena terkejut luar biasa, saat melihat siapa yang keluar dari mobil tadi.Itu Nancy Rosendale, ibu kandungnya.“Mama...” Elena bergumam lirih. Antara rasa tak percaya dan penasaran, bagaimana bisa ibunya datang hari ini tanpa menelepon terlebih dahulu?“Elena...”Panggilan Caitlyn membuatnya menoleh. Wanita itu memposisikan ponseln
Perdebatan kecil yang terjadi antara Elena dan Nancy harus terhenti tatkala pintu kamar diketuk.“Maaf Nona, saya diperintahkan untuk memanggil Nona Elena dan Nyonya Nancy agar turun ke bawah. Makan malam sudah siap sejak tadi, dan Tuan Rev sedang menunggu.”Lagi, Nancy terpaksa harus menahan diri untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Ia harus bersabar sampai benar-benar bisa punya waktu yang tepat agar bisa bertanya lagi pada Elena.Nancy yakin, hubungan antara Elena dan Leon bahkan jauh lebih rumit dari yang terlihat di luar.Keyakinannya semakin diperkuat saat mereka berdua sampai di ruang makan. Nancy melihat Leon yang sudah duduk manis di samping Caitlyn.Terlihat jelas, kalau anak semata wayang Reviano itu tak berani dekat-dekat dengan Elena.Jadi bagaimana mungkin mereka bisa melakukan hubungan intim dan Elena hamil?“Kenapa hanya Anda yang datang ke sini, Nyonya Nancy? Apa Harland tak bisa datang?” tanya Reviano, saat para housemaid mulai menyajikan menu appetizer di d
“Kenapa kau memanggilku ke sini Honey? Tak baik kalau tiba-tiba saja meninggalkan tamu di meja makan.” Caitlyn yang baru saja ikut Reviano masuk ke dalam kamar terlihat risih saat melihat suaminya yang tampak mondar-mandir. “Bagaimana ini, Honey. Elena ingin pulang ke rumah orang tuanya sampai melahirkan nanti.” “Lalu, apakah itu menjadi tanggung jawab dan kesalahanku?” Caitlyn bertanya dengan nada datar. Sungguh ia tak suka melihat Reviano yang tampak panik kala mendengar Elena akan meninggalkan rumah . “Lakukan sesuatu. Kenapa tadi kau hanya diam saja?” Reviano terdengar protes. “Itu sudah menjadi keinginannya. Kita bisa apa?” Reviano menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidak bisa begini! Elena harus tetap di rumah ini selama masa kehamilannya.” “Biar apa? Biar kau bisa terus berhubungan dengannya diam-diam di belakangku?” sentak Caitlyn. “Apa maksudmu?! Ini demi anak yang dikandungnya!” jelas Reviano tak suka mendengar saat Caitlyn bicara seperti itu. “Huh, kandungannya baik-b
“Nona Elena, jangan jauh-jauh. Kau bisa tersesat. Kami tak boleh sampai kehilanganmu.” Lizzie berlari kecil mengejar Elena berjalan agak jauh di depannya. Meski sedang hamil, energi yang dimiliki Elena memang luar biasa. Bahkan gadis muda seperti Annabeth dan Lizzie pun nyaris selalu tertinggal dengan langkahnya yang cepat. Elena bahkan belum ada berhenti sama sekali selama berjalan kaki menjelajahi pusat perbelanjaan yang sangat luas itu. Ia sangat senang, akhirnya diberikan izin untuk keluar mencari udara segar. Sudah lama memang dia tak cuci mata di tempat keramaian seperti ini. “Kalian pikir aku anak kecil? Yang gampang tersesat saat jauh dari orang tuanya? Aku lahir dan besar di kota ini, juga sudah sering ke sini sendirian. Asal kalian tahu, aku selalu menemukan jalan pulang. Aku justru takut kalian berdua yang tersesat di dalam Mall sebesar ini.” Elena tertawa saat melihat dua asistennya itu sampai dengan nafas terengah-engah. “Tapi Tuan Rev pasti akan membunuh kami kalau t
“Bagaimana ini?” Elena semakin panik karena menyadari jarak antara mereka dan dua asistennya itu semakin menipis.“Entahlah! Aku tak bisa berpikir. Mungkin kau ada ide?”Elena berdecak karena di saat genting seperti ini, Reviano justru membuatnya harus ikut berpikir.“Huh, seharusnya kau sudah punya rencana cadangan kalau seandainya hal seperti ini terjadi, Revi,” ucapnya kesal. “Sekarang berjongkoklah dan menghadap ke dinding. Apa pun yang aku lakukan, jangan membalas apalagi sampai menunjukkan wajahmu,” lanjutnya.“Memangnya kau mau melakukan apa?”Belum sempat Reviano mendengar jawaban Elena, tiba-tiba saja Elena sudah memberi tanda dengan suara tertahan, “Sekarang!”Spontan Reviano melakukan apa yang diperintahkan Elena tadi. Tak lama ia merasa punggungnya dipukuli Elena dengan tas kecil yang dibawanya.“Apa-apaan....!” Reviano nyaris berteriak dan berdiri dengan marah. Untungnya dia cepat menyadari kalau hal itu hanya dilakukan untuk mengelabui Annabeth dan Lizzie yang sudah bera
“Apa kau sudah selesai?” tanya Reviano sembari memasang kancing di lengan kemejanya.Elena hanya mengangguk.“Ayo keluar.” Reviano berjalan menuju pintu dan Elena mengekor di belakangnya.Setelah memastikan kalau tak ada siapa pun di lorong, Reviano memberi kode pada Elena agar keluar bersama.Merasa hanya berpapasan dengan beberapa orang yang tak dikenal, Reviano dan Elena bergandengan tangan.“Kita berpisah di lift depan, untuk menghindari kecurigaan orang-orang.” Reviano menghentikan langkah, menatap Elena seakan tak mau berpisah.“Kau turun duluan Revi. Aku akan menyusul nanti.”Reviano menekan punggung Elena dengan tangan hingga dada mereka bertemu. Sebuah ciuman hangat yang lumayan lama mendarat di bibir plumpy milik Elena, menandakan perpisahan.Saking asyiknya, mereka tak sadar ada pasangan lewat yang memperhatikan. Terlihat seperti sepasang kekasih biasa, namun sang wanita terlihat jauh lebih tua.Elena yang baru saja melepaskan ciumannya, tanpa sengaja melihat ke arah mereka
[ Datanglah ke alamat ini. Aku menunggumu ] Begitu bunyi pesan yang dikirim Reviano malam tadi, membuat Elena sibuk memikirkan seribu cara yang dapat ia pakai untuk mengelabui dua asistennya yang selalu mengikuti ke mana pun ia pergi. Annabeth dan Lizzie seakan tak pernah membiarkan ia jauh meski itu untuk sekedar menghilang sebentar dari pandangan. Bahkan mereka berdua bergantian menunggui Elena yang pergi ke kamar mandi. “Kami takut lantainya licin dan Nona terpeleset. Tuan Rev akan sangat marah, karena orang hamil yang jatuh di kamar mandi itu bisa membahayakan bayinya.” Begitu jawaban yang diberikan Lizzie saat Elena protes karena menungguinya buang air besar. Kotoran di perutnya bahkan tak bisa keluar karena merasa canggung akibat ditunggui. “Hah, bagaimana aku bisa mengeluarkan semuanya kalau kau ada di situ Lizzie? Kalau begini caranya, aku akan sakit karena kena sembelit, bukan terpeleset. Pergilah, aku akan teriak kalau ada apa-apa!” tukas Elena. “Tapi Nona...” “Kalian