“Apa yang mau kau katakan? Apa sudah ada kabar baik tentang calon penerus keturunan keluarga? Apa Elena sudah hamil?” Caitlyn mencecar dengan segala pertanyaan, yang bahkan Reviano pun belum sempat mengatakan apa-apa.
Sedangkan Elena, hanya bisa menggigit bibir sambil meremas tangannya sendiri. Habislah sudah, Reviano pasti mengumumkan kehamilannya.
Elena pasrah. Tak berharap lagi.
“Diane...” Reviano justru memanggil housemaid leader yang telah bekerja padanya lebih dari sepuluh tahun itu dengan ekspresi wajah dingin, tanpa menoleh sama sekali.
“Iya Tuan.” Diane yang berdiri tak jauh, datang mendekat dengan badan nyaris membungkuk sempurna. Wanita paruh baya itu berdiri di samping Reviano.
“Kumpulkan semua bawahanmu di ruangan ini, sekarang!” Reviano memberi perintah.
Diane mengangguk dan membungkuk sekali lagi. “Baik Tuan. Beri saya waktu lima menit,” ucapnya.
Reviano tak mengangguk. Ia hanya memberi kode dengan kibasan tangan, agar Diane segera pergi dan melaksanakan perintah darinya.
“Honey, untuk apa mengumpulkan semua housemaid di rumah ini? Bukankah tadi kau bilang mau membicarakan sesuatu tentang Elena? Apa perlu orang lain juga mendengar?” Caitlyn menampakkan rasa tidak suka. Ujung matanya melirik sinis ke arah Elena yang masih terus menunduk.
“Kau akan tahu nanti. Sekarang, biarkan semuanya berkumpul terlebih dahulu,” tegas Reviano.
Caitlyn berdecak kesal dan menghempas punggungnya di sandaran kursi, menyilangkan tangan sambil menatap tajam Elena.
Beberapa menit, semua sudah berkumpul, berjejer rapi dengan mengenakan seragam yang sama.
“Berapa orang housemaid yang bekerja di sini?” tanya Reviano pada Diane.
“Delapan orang, termasuk saya Tuan Rev,” Diane menjawab takzim.
“Siapa di antara mereka yang telah bekerja di sini lebih dari tiga tahun?”
“Kami semua sudah bekerja bahkan lebih lama dari itu, Tuan Rev. Paling baru di sini adalah Annabeth, dia bekerja selama 4 tahunan di rumah ini,” jawab Diane.
Reviano mengetuk-ngetukkan jari di atas meja sebelum akhirnya bertanya lagi, “siapa dua orang termuda di antara mereka?”
Diane sempat menengok ke arah tujuh orang bawahannya dengan dahi berkerut. Agak heran dengan pertanyaan Reviano.
Biasanya majikan lelakinya itu tak pernah mau tahu soal pekerja di rumah sendiri. Yang selama ini mengatur dan mengurus mereka adalah Caitlyn.
“Paling muda adalah Annabeth dan Lizzie, mereka berumur 20 dan 22 tahun.”
Reviano menegakkan punggung dan menghela nafas. Tatapan matanya kini lurus memandang ke semua pelayannya.
“Dengarkan kata-kataku. Aku hanya berkata sekali dan tak akan ada toleransi bagi yang lupa apalagi melanggar.”
Reviano menghentikan kalimat, menelisik satu persatu wajah hanya dengan gerakan bola matanya.
“Aku minta mulai sekarang, jangan lagi membiarkan Elena bekerja membantu kalian di dapur, apa pun alasannya. Kalau kalian melihat dia melakukan pekerjaan yang biasa kalian lakukan, sementara tak ada yang bisa menghentikannya, maka siapa pun itu akan aku pecat!”
Para housemaid saling memandang dengan takut-takut, ancaman Reviano sepertinya bukan main-main.
“Apa?! Kenapa harus seperti itu?!” Caitlyn terdengar protes.
“Apa kau keberatan? Di rumah ini yang membuat dan menetapkan keputusan adalah aku.” Reviano menatap Caitlyn dengan aura garang.
“Bukan hanya keberatan, tapi aku juga menolak. Elena memang menantu di rumah ini, tapi itu bukan berarti dia harus hidup hanya ongkang-ongkang kaki setiap hari. Dulu saat baru menikah denganmu, aku juga diajarkan dan dituntut untuk bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebelum menjadi Nyonya Besar seperti sekarang. Itu adalah basic bertahan hidup! Meski menikah dengan lelaki yang bergelimang harta, tak lantas membuat dia bisa seenaknya!” protes Caitlyn.
“Ini sudah keputusanku. Melarang Elena mengerjakan pekerjaan rumah tak akan ada pengaruh apa-apa. Kalau kurang tenaga karena pekerjaan terlalu banyak, rekrut lagi yang baru.”
“Honey... Apa yang membuatmu begitu memanjakannya? Kenapa kau tak membiarkan aku mengajari Elena menjadi seorang istri yang berguna untuk Leon? Dia harus dilatih, karena yang merawat Leon sampai tua adalah dia, bukan para housemaid.” Suara Caitlyn yang datar dan pelan, disertai senyum seringai dan tatapan tajam.
“Tidak sekarang! Kau boleh melatihnya, tapi bukan untuk saat ini.”
“Iya, tapi kenapa? Bukankah sama saja, sekarang atau pun nanti? Katakan Honey, apa kau melarangnya bekerja karena dia sekarang sudah mengandung?” Caitlyn yang masih belum puas hati, berusaha menebak segala kemungkinan.
Sementara Elena sama sekali tak berani mengintervensi perdebatan mertuanya. Sebagai subjek yang sedang dibicarakan, dia tak punya nyali untuk berkata apa pun.
Ia hanya bisa memasang telinga dengan baik, menunggu jawaban apa yang akan diberikan Reviano.
Mungkinkah kali ini lelaki itu akan memberitahu Caitlyn?
“Sekarang dia sedang program kehamilan. Aku tak mau dia terlalu lelah dan stres. Dia harus mengandung secepatnya,” sahut Reviano dingin.
“Cih, karena program hamil? Atau karena kau begitu menyayanginya?” sindir Caitlyn.
“Pembicaraan kita selesai. Aku mau berangkat kerja.” Reviano meletakkan napkin setelah mengelap mulut. Dia hanya sempat menyesap sedikit kopinya tadi.
“Kau belum jawab pertanyaanku, Honey. Aku juga belum setuju dengan kemauanmu,” Caitlyn berkata tajam. Namun Reviano yang telah berdiri tetap tampak acuh.
Saat berjalan melewati para housemaid, Reviano berhenti. “Annabeth... Lizzie...” ia memanggil dua orang yang tak lama kemudian tampak mendekat dengan tergesa-gesa.
Reviano memandang dua housemaid termuda di rumahnya itu agak lama, seolah sedang mengingat wajah mereka.
“Mulai sekarang tugas kalian adalah mendampingi dan menemani ke mana pun Elena pergi. Kalian yang mengurus keperluannya. Jaga dia, jangan sampai terjadi sesuatu. Tanggung sendiri akibatnya kalau kalian gagal menjalankan tugas.” Reviano melanjutkan langkah, meninggalkan ruang makan.
***
“Ssttt... Hentikan itu! Kau terlalu berani. Bisa berbahaya kalau sampai ada yang melihat!”
Elena yang sedang mencari keberadaan Leon, mendengar suara bisik-bisik dari arah ruang kerja Reviano yang berada di lantai tiga.
Suami autisnya itu, padahal tadi ada di dalam kamar bersamanya. Namun tiba-tiba saja menghilang. Elena harus mencari di mana Leon, karena tak mau disalahkan apabila ada sesuatu yang buruk terjadi pada putra tunggal Reviano itu.
“Tak ada siapa-siapa. Yang naik ke lantai tiga paling hanya Leon kan? Para housemaid tak akan berani naik ke lantai keramat milik suamimu ini. Leon juga tak mungkin mengadu sekalipun dia melihat semua yang kita lakukan.”
“Jangan gila. Leon bahkan lebih berbahaya daripada para housemaid. Aku sudah cerita kan, kalau dia pernah mengadukan kelakuan Elena pada kami saat berada di meja makan? Kepolosannya membuat Leon akan mengatakan apa pun yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami,” sungut Caitlyn.
Terdengar suara tawa seorang lelaki saat mendengar kalimat Caitlyn.
“Ah, soal menantumu itu. Apakah mungkin perlu bantuanku?”
“Apa maksudmu?!” suara Caitlyn terdengar galak.
“Aku bisa membuatnya cepat punya anak. Kau tahu sendiri kan kehebatanku dulu? Aku akan melakukannya secara sukarela, kalau memang yang kudapatkan adalah wanita dengan tubuh menggiurkan seperti itu.”
Degh!
Elena berdebar karena perasaannya mendadak tak nyaman. Kalimat yang ia dengar, kenapa seperti bernada mesum? Siapa yang ada di dalam sana?
Kalau suara si wanita, sudah jelas itu Caitlyn. Tapi dengan siapa dia di ruang kerja Reviano?
“Jangan coba-coba, kalau masih mau hidup dan menikmati hasil jerih payahmu selama puluhan tahun ini!” ancam Caitlyn.
Elena berjalan perlahan, mendekati dinding dan menempelkan daun telinganya di sana. Ia menguping.
Percakapan selanjutnya yang ia dengar hanya tentang hal-hal tak penting. Tentang saham, tentang perusahaan. Yang bagi Elena sama sekali tak menggoda rasa keingintahuannya.
Elena yang bosan, berniat pergi dari situ untuk lanjut mencari Leon. Namun tiba-tiba saja urung karena hatinya tergelitik untuk mencari tahu siapa lelaki yang ada di dalam sana.
Kali ini dengan mengumpulkan keberanian di atas rata-rata, Elena meraih gagang pintu dan membuat sedikit celah untuk mengintip.
Matanya menyipit saat melihat lelaki yang kini sedang bersama Caitlyn, membuka sebuah tumpukan map besar berwarna-warni di atas meja.
“Apa tadi kau lupa menutup pintunya? Kenapa terlihat renggang?” Caitlyn yang tanpa sengaja melihat ke arah pintu tiba-tiba saja menyadari kalau pintunya tak tertutup rapat.
“Aku sudah menutupnya tadi, hanya saja tak aku kunci.”
Caitlyn berdecak. “Kau benar-benar ceroboh. Periksa, pasti ada orang di luar!”
Elena yang mendengar langsung panik. Bodohnya, ia justru menarik gagang pintu dan menutupnya secara refleks.
“Siapa di luar?!” lelaki itu membentak dari dalam, dan Elena yang sempat menyandarkan punggungnya di belakang pintu jadi semakin kalang kabut. Bingung hendak bersembunyi di mana.
Ia semakin takut karena sudah memastikan siapa lelaki yang bersama Caitlyn, dan kini sedang berjalan menuju ke arahnya.
‘Apa yang harus aku lakukan?’ teriaknya dalam hati.
“Selamat Nyonya, bayi Anda perempuan. Dia sehat dan sangat cantik.” Seorang perawat wanita menyerahkan bayi yang telah dibersihkan dan tampak tidur nyenyak dalam balutan selimut bayi yang hangat.Elena mengulurkan kedua tangan dan menyambut dengan perasaan bahagia. Ia tak menyangka bisa melewati proses persalinan secara normal dan melahirkan bayi yang sehat pula.‘Kau cantik sekali.’ Gumamnya dalam hati sambil terus mengelus pipi gebu dan putih putrinya itu.“Anda sekarang akan dipindahkan ke ruangan lain agar lebih tenang dan memudahkan sanak famili yang mau menjenguk. Di mana suami Anda, Nyonya?” perawat wanita bernama Daisy itu heran karena sejak masuk ruang bersalin, tak terlihat sama sekali keberadaan suami Elena.Wanita itu hanya sendirian tanpa ada seorang pun yang mendampingi.“Sepertinya masih di rumah untuk mengambil beberapa perlengkapan bayi. Karena ternyata aku melahirkan lebih cepat dari perkirakan, kami belum sempat mempersiapkan semuanya.” Elena menjilati bibirnya yang
Billy terus tertawa, seakan mengejek Elena. Membuat wanita itu memandang Billy dengan tatapan sebal.“Aku tak punya maksud apa-apa bertanya seperti itu. Apakah salah, kalau aku hanya sedang berusaha untuk beramah-tamah padamu, Nona Elena? Kau terlalu mengambil serius semua ucapanku. Padahal aku hanya ingin tahu berapa usia kandunganmu.” Billy terus saja membuat Elena gerah dengan nada kalimatnya yang ambigu.“Kalau begitu kau tak usah beramah-tamah apalagi ingin tahu apa pun tentang aku, karena itu adalah sesuatu yang sangat tak menyenangkan bagiku,” cetus Elena.“Baiklah kalau begitu. Lebih baik aku sekarang masuk ke dalam, karena ada keperluan dengan Nyonya Caitlyn.”“Untuk apa kau menemuinya?” pertanyaan Elena membuat Billy tersenyum dan langkahnya terhenti seketika.“Sekarang sepertinya Anda yang ingin tahu tentang urusanku, Nona Elena,” sindir Billy.Elena berdehem. “Aku hanya tak mau urusan kalian berdua itu bisa menggangguku di kemudian hari,” jawabnya pendek.“Bagaimana urusan
“Sejauh mana kau mengenal Elena? Selain Nazarina, apakah ada orang lain yang mungkin bisa aku gunakan untuk menyulitkannya?”“Aku tak begitu mengenal Elena, Nyonya. Sudah kubilang kalau kami hanya pernah bertemu beberapa kali.” Billy membetulkan rambutnya yang agak berantakan. Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan karena sejak dulu ia memang selalu perfeksionis dalam hal penampilan. Tak pernah sekalipun membiarkan visualnya berantakan.“Tapi kau bilang menyukai Elena. Apakah ada sesuatu yang membuatmu terkesan dengan wanita yang jauh lebih tua? Atau mungkin, kalian dulu pernah melakukan cinta satu malam?” Caitlyn lagi-lagi memancing jawaban Billy. Padahal pertanyaannya itu sudah berulang kali ia ajukan.Billy tertawa kecil. “Nyonya, apakah benar perasaanku, kalau Anda masih begitu penasaran dengan hubungan kami? Bukankah sudah aku katakan dengan jelas, walau aku setuju bekerja padamu untuk menyulitkan Elena, tapi pertanyaan seperti itu tak akan pernah kujawab.”“Baiklah...” Caitlyn m
Reviano memandangi Billy dari atas hingga ke bawah. Sedangkan Elena diam-diam mencuri pandang sambil sesekali menunduk karena khawatir.Bagaimana bisa Billy menjadi asisten Reviano? Apakah ini semua adalah rancangan licik Caitlyn? Mengingat yang merekomendasikan Billy adalah wanita itu.Hanya saja pertanyaannya, bagaimana mereka bisa saling mengenal? Dari sekian miliar manusia di muka bumi ini, mengapa Caitlyn harus membawa Billy masuk ke dalam lingkaran hidup mereka?Elena tak tenang, meski status Billy hanya sebagai pekerja, tetap saja posisinya bisa terancam kalau sampai pria itu mengatakan hal yang pernah mereka lakukan.“Sebenarnya aku tak memerlukan asisten atau apa pun itu. Aku lebih nyaman sendiri,” ujar Reviano, setelah sempat memindai dengan cermat penampilan Billy.“Tolong berikan saya kesempatan, Tuan Rev. Saya membutuhkan pekerjaan ini. Tuan tak akan kecewa dengan kinerja saya,” ucap Billy yakin.“Datang saja ke kantorku. Aku akan meminta Marion untuk memberimu posisi yan
Caitlyn seketika mematung di hadapan Elena karena keterkejutan yang tak terduga. Dia merasa kecolongan dengan apa yang kini telah diketahui oleh menantunya itu.Bagaimana mungkin Elena bisa tahu kalau ia telah membayar Nazarina untuk menguntit suaminya?Apakah semudah itu Nazarina mengakui?Dan soal pertemuannya dengan Evan di hotel Argeous, bagaimana bisa terendus?“Temanmu yang tua itu telah mengadu ya padamu? Huh, padahal aku sudah membayarnya dengan uang yang banyak,” ujarnya sinis.“Dia tak mengadu sama sekali. Tapi aku yang terlalu beruntung sehingga bisa mendapatkan petunjuk atas apa yang telah terjadi. Jadi, apakah kau akan meminta uangmu dikembalikan? Tapi ini terbongkar bukan karena kesalahannya. Jadi kuharap kau tak akan menyusahkan Nazarina lagi. Kecuali kalau kau ingin Revi tahu soal ini,” ancam Elena.“Baiklah, jadi.... Karena kau merasa telah memiliki kelemahanku, sekarang kau yang berhak mengancam?” Caitlyn memandang Elena dengan tajam, berusaha menunjukkan kalau ia ta
Marion menyerahkan lembaran kertas pada Reviano.“Nomor itu terdaftar atas nama Andrew Nelson. Alamatnya tercatat di desa Archenwill.”“Berarti kita sudah mengantongi nama dan tempat tinggalnya. Lantas, hal apa yang mengejutkan, Marion?”“Masalahnya, setelah kami selidiki dengan lebih detail melalui data kependudukan dan aktivitas terakhirnya, nama Andrew Nelson dengan alamat dan nomor ponsel yang sama ternyata sudah meninggal beberapa tahun lalu.”Reviano seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar. “Tak masuk akal! Tak mungkin yang menelepon waktu itu adalah hantu gentayangan.” Reviano bersungut-sungut. Ia memang tak percaya takhayul sama sekali.Kalau memang ada hal seperti ini, pasti akan ada penjelasannya secara logis dan masuk akal.“Memang tak mungkin, Tuan Rev. Bisa saja yang memakai nomor itu sekarang adalah anak atau ahli waris yang tak mengganti data pemakai barunya.”