Beranda / Romansa / Benih Rahasia Sang Pewaris / Bab 1. Dilema Diantara Dua Pilihan

Share

Benih Rahasia Sang Pewaris
Benih Rahasia Sang Pewaris
Penulis: Vanilla_Nilla

Bab 1. Dilema Diantara Dua Pilihan

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-05 12:53:47

Seorang wanita paruh baya duduk di depanku. Wajahnya tampak berbeda dari biasanya seakan menyoroti sosok yang selama ini telah tersembunyi di balik kelakar dan senyum yang ramah selama lima tahun ini.

Dia meletakkan selembar cek kosong dan sebuah pena di atas meja, lalu mendorongnya ke arahku. Napasnya tersengal-sengal. "Tulis berapapun yang kamu mau, asalkan kamu meninggalkan putraku," katanya dengan suara yang tegas.

Aku menatapnya dengan raut wajah bingung. "Apa maksud, Tante?" tanyaku ragu, tidak mengerti akan perkataannya.

"Aku mau kamu meninggalkan putraku," ujar wanita itu dengan tegas sekali lagi.

"Kenapa?" tanyaku dengan raut wajah sedih dan begitu bingung.

"Karena kamu bukanlah orang yang tepat untuknya. Kamu hanya wanita miskin yang datang dari desa, sama sekali tidak pantas untuk anakku," jelasnya.

Aku begitu terkejut dan hatiku teramat sesak. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu? Selama ini, dia tak pernah menunjukkan rasa tidak suka denganku. Kenapa dia tiba-tiba berbalik seperti itu?

Aku telah menjalin hubungan dengan Keenan selama lima tahun. Selama itu pula, tante Belinda selalu menjadi sosok yang baik bagiku. Aku bahkan sudah menganggapnya seperti ibu kandungku sendiri. Namun, perkataan yang baru saja diucapkannya membuatku bingung dan mulai bertanya-tanya.

Mengapa dia meminta aku untuk meninggalkan Keenan? Apa yang telah aku lakukan sehingga membuatnya berpendapat seperti itu?

Perkataan tante Belinda terasa menyakitkan dan membuatku merasa takut akan keputusannya. Dia memperingatkan bahwa hubunganku dengan Keenan tidak akan membawa kebahagiaan. Aku merasa kebingungan karena Keenan adalah seseorang yang sangat aku cintai. Namun, apabila memang hubunganku dengan Keenan tidak sehat, akankah lebih baik untuk menyerahkannya dan mengakhiri semuanya?

"Aku membutuhkan penjelasan, Tante. Kenapa Tante meminta aku untuk meninggalkan Keenan?" tanyaku dengan lembut, memastikan bahwa perkataan wanita paruh baya itu tidaklah benar.

"Apa kamu tahu? Selama ini almarhum suamiku telah menjodohkan Keenan dengan Marissa. Tapi, tiba-tiba kamu muncul begitu saja dan merebut Keenan. Apakah kamu tidak merasa malu? Apa kamu ingin suamiku tidak tenang di alam sana?" Wanita itu menjelaskan dengan tegas.

Ya, aku memang tahu bahwa selama ini Keenan sudah dijodohkan dengan Marissa dan kami juga sangat dekat satu sama lain. Aku sempat ingin berpisah dari Keenan saat mengetahui hal itu. Namun, Keenan bersikeras bahwa dia mencintai aku dan tante Belinda pun memberikan restu untuk hubungan kami.

Tapi, setelah lima tahun berlalu, mengapa tiba-tiba tante Belinda berbicara seperti ini? Jika dia tidak menyukai aku karena aku seorang wanita miskin, mengapa dia tidak memberikan ketidaksetujuannya dari awal?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku. Aku merasa kebingungan karena selama bertahun-tahun aku merasa bahwa aku sudah diterima oleh tante Belinda sebagai bagian dari keluarganya. Akan tetapi, sekarang dia berkata bahwa Keenan seharusnya bersama Marissa dan aku seakan-akan merebut Keenan darinya.

Aku sangat sedih karena aku sangat mencintai Keenan, tapi di sisi lain aku merasa bersalah juga. Mungkin tidak adil bagi Marissa jika Keenan tetap bersamaku. Aku akhirnya memutuskan untuk memahami situasi ini dengan lebih baik dan berbicara terus terang dengan tante Belinda.

"Maafkan aku, Tante. Aku tidak bermaksud untuk merebut Keenan dari Marissa. Aku mencintainya dengan segenap hatiku dan aku berharap bahwa aku bisa bersama dengannya. Akan tetapi, jika ini salah dan tidak adil bagi Marissa, aku lebih baik pergi dan memberikan kesempatan pada Keenan untuk kembali pada jalur yang sudah ditetapkan sejak dulu." Aku memberanikan diri untuk mengucapkan kata-kata itu, walau sebenarnya begitu sakit hati ini.

"Baguslah, bila kamu sadar. Sekarang kamu tulis berapapun yang kamu mau, lalu setelah itu pergi dari kehidupan putraku!" Wanita paruh baya itu menatapku dengan tatapan dingin, membuat hatiku terasa perih dan sedih.

Aku merasa sangat mencintai Keenan dan tidak ingin meninggalkannya. Namun, aku juga membutuhkan uang untuk membayar biaya pengobatan ayahku yang menderita kanker hati. Keluarga kami berada dalam situasi finansial yang sangat buruk dan rumah orangtuaku bahkan sudah disita oleh bank karena kami belum melunasi hutang untuk berobat ke rumah sakit.

Aku yang hanya bekerja sebagai sales promotion dengan upah yang tak seberapa, membuatku bingung untuk membayar biaya pengobatan ayahku. Terlebih lagi, aku enggan memberitahu Keenan tentang penyakit ayahku karena tidak ingin membebani dirinya.

"Kenapa kamu diam? Cepat tulis berapapun yang kamu mau. Aku tidak punya waktu banyak!" titahnya lagi.

Aku terdiam, rasanya hatiku hancur menjadi serpihan. Sudah lima tahun hubungan kami terjalin, namun kini hancur di antara keputusan yang sulit ini. Tante meminta aku untuk pergi dari kehidupan putranya, dan sebagai gantinya, aku boleh menentukan harga yang akan kuterima. Apakah cinta dapat dinilai dengan seberapa tebal uang? Apakah harga diriku lebih kecil dari sebuah pertemuan keluarga?

"Baiklah, Tante. Aku akan menulis apa yang aku inginkan," ucapku dengan suara yang gemetar. Hatiku terasa hancur dan tubuhku begitu lelah.

Aku menerima tawarannya dan menuliskan apa yang aku inginkan di atas cek tersebut. Sambil menarik napas panjang, aku meraih pena dari meja dan mulai menulis. Tangan yang gemetar membuat tulisan di atas kertas menjadi goyah.

Tante Belinda tersenyum sumringah ketika melihat aku yang sedang menulis. Dia adalah seorang wanita yang terkenal kaya raya dan selalu memegang kendali atas bisnis keluarganya, Wardhana Group. Aku merasa sangat rendah diri di hadapannya karena aku hanya seorang sales promotion dengan upah yang sedikit.

Namun, senyum tante Belinda terhenti ketika membaca apa yang sudah aku tulis di atas cek tersebut. Suasana ruangan berubah menjadi canggung dan hening ketika tante Belinda menatapku dengan tatapan sinis.

"20 persen saham Wardhana Group. Apa kamu sudah gila?!" ucapnya dengan nada yang begitu lantang.

Aku merasa seperti orang terluka dan kehilangan segalanya. Aku memahami bahwa nominal yang aku tulis terlalu besar dan mustahil untuk dipenuhi. Tapi, keadaan keluargaku yang membutuhkan biaya pengobatan membuatku terpaksa melakukan hal ini.

"Aku minta maaf, Tante. Aku tahu nominal itu sangat besar dan mustahil untuk dipenuhi. Tapi, kondisi keluargaku sedang sangat sulit dan aku butuh uang untuk membayar pengobatan ayahku yang sedang sakit," ucapku dengan suara gemetar.

"Benar-benar wanita tidak tahu malu! Jadi selama ini benar, kamu mendekati putraku hanya menginginkan hartanya saja!" Wanita paruh baya itu membentakku dengan suara yang keras.

Sejujurnya, aku merasa tersinggung dengan perkataan tante Belinda. Aku bukanlah wanita yang hanya ingin menginginkan harta atau uang. Aku mencintai Keenan dengan segenap hatiku dan berjanji untuk tetap bersama dengannya, apa pun yang terjadi. Tapi kini, tante Belinda menawarkanku sebuah keputusan yang begitu sulit, membuatku dilema dengan keputusan yang harus kupilih.

Aku tersenyum sambil menatap tante Belinda dengan tegas. "Terserah Tante mau berkata apa, bila Tante tidak mau, ya sudah, aku juga tidak akan meninggalkan Keenan. Dan mungkin saja, aku bisa menguasai seluruh harta Wardhana Group bila aku menikah dengannya," kataku dengan nada penekanan.

Tante Belinda semakin marah kepadaku ketika mendengar aku mengucapkan kata-kata seperti itu. Tatapannya tajam dan kedua tangannya telah mengepal dengan hebatnya.

"Dasar wanita miskin! Untung aku tahu kalau kau hanya ingin mengambil uang dari putraku. Paling tidak, aku bisa melihat kebusukanmu!" ucapnya dengan nada tajam.

Aku merasa terluka dengan kata-katanya. Aku tahu keadaan finansialku tidak baik, tapi aku tidak pernah sekali pun mengambil uang dari Keenan. Aku benar-benar mencintainya dengan tulus dan berjuang agar hubungan kami dapat bertahan lama.

Aku tidak peduli bila tante Belinda menganggapku wanita gila harta atau apa pun itu. Aku melakukan itu untuk ayah. Aku tidak ingin ayah menderita terus menerus karena penyakitnya, meskipun hatiku sakit bila harus kehilangan sosok lelaki yang sangat aku cintai seperti Keenan.

"Ada apa ini?"

Suara bariton yang begitu familiar menghentikan perdebatan kami. Aku menoleh ke arah pintu, dan melihat Keenan telah berdiri di sana. Aku terkejut, dan bisa kulihat tante Belinda juga sama terkejutnya seperti diriku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 105. Harapan Baru

    "Kiara, kamu baik-baik saja?" tanya Ibu yang sudah ada di dekatku.Aku mencoba tersenyum untuk meyakinkan Ibu, tetapi rasanya sulit. "Aku merasa mual, Bu. Mungkin kecapekan," kataku sambil mengelap wajah dengan handuk.Ibu mengerutkan kening. "Mungkin kamu perlu istirahat lebih. Kalau mual terus, kita periksa ke dokter, ya."Aku mengangguk pelan, merasa bersyukur memiliki Ibu yang begitu perhatian. "Iya, Bu. Aku istirahat dulu sebentar."Kembali ke kamar, aku berbaring di tempat tidur, berharap rasa mual ini segera hilang. Tapi di tengah kegelisahanku, pikiranku melayang ke satu kemungkinan yang tak pernah terpikir sebelumnya. Dengan hati-hati, aku mencoba mengingat kapan terakhir kali aku haid. Benar saja, sudah beberapa minggu terlambat.Jantungku berdebar lebih cepat. Apakah mungkin …?Aku memutuskan untuk menunggu hingga Keenan pulang dan membicarakan ini dengannya. Aku begitu cemas memikirkan semua ini. Aku mencoba memejamkan mata sebentar.Beberapa saat kemudian, aku terkesiap k

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 104. Kembali ke Butik

    Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya hatiku ketika Keenan, lelaki yang sudah menjadi suamiku kini, memberiku kunci butik yang telah lama kutinggalkan. Keenan memintaku untuk kembali mengurus butik yang dulu aku bangun dengan susah payah. Dengan perasaan yang begitu haru dan sekaligus bahagia, aku mengingat mimpi lamaku menjadi seorang desainer. Mimpi yang tak mudah kugapai, namun penuh perjuangan dan kerja keras. Enam tahun lalu, aku berangkat ke Singapura, dan menghabiskan waktu selama lima tahun untuk belajar dengan para desainer terkenal di sana. Keputusan itu diambil dengan penuh keberanian, meninggalkan semua yang kucintai di Indonesia, termasuk Keenan, lelaki yang sangat aku cintai. Aku membawa Ayah yang sedang berjuang melawan penyakitnya. Meski berat, aku yakin bahwa kesempatan ini akan membuka pintu yang lebih besar di masa depan, dan Ayah pasti akan sembuh. Namun, rencana Tuhan berbeda dengan harapanku. Satu tahun setelah berada di Singapura, aku menerima kabar d

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 103. Kunci Butik

    Marissa hanya tertawa sinis mendengar perkataanku. "Haha, kembali seperti dulu?" katanya dengan nada sinis. "Apakah kamu tidak melihat bagaimana aku sekarang, Kiara? Aku berada di tempat yang kotor dan hina. Aku kehilangan segalanya. Tapi kamu, kamu malah hidup enak dan memiliki segalanya yang seharusnya menjadi milikku!" Aku terkejut dan sedih mendengar kata-kata Marissa. Aku bisa merasakan kekesalan dan kebencian yang terpendam di balik kata-katanya. Namun, aku mencoba untuk tetap tenang dan memahami perasaannya. "Marissa, aku sangat menyesal melihat kondisimu sekarang," ujarku dengan suara lembut. "Sebagai teman, aku ingin membantumu agar bisa bangkit dan memulai kembali. Aku ingin membuka lembaran baru bagi kita semua." Marissa memandangku dengan tatapan tajam. "Bukankah kamu bisa memahami betapa sulitnya posisiku?" katanya dengan emosi yang masih terasa dalam suaranya. "Kehidupan ini tidak adil, tidak adil bahwa aku harus berada di tempat seperti ini sementara kamu hidup dalam

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 102. Menemui Marissa

    Kesempatan untuk bertemu dengan Marissa akhirnya terbuka bagiku, dan hatiku bergetar dengan rasa bahagia dan cemas. Meskipun Marissa telah melakukan kesalahan yang besar terhadap kami, aku tidak bisa melupakan masa-masa indah yang kami lewati bersama saat kami masih sekolah dulu. Kami adalah teman baik, berbagi tawa, cerita, dan impian bersama. Sekarang, dengan keputusanku untuk menemui Marissa, aku berharap kami bisa memulihkan hubungan yang ada di antara kita.Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Aku bersiap untuk pergi menemui Marissa, memilih pakaian dengan hati-hati, mencoba tampak tenang dan berbicara dengan hati yang terbuka. Aku berdoa agar pertemuan ini bisa membawa kedamaian dan kesembuhan baik bagi diriku maupun Marissa.Sepasang tangan kekar tiba-tiba merangkulku dari belakang, menyapu rasa kantukku dengan kehangatan yang akrab. Aku tersenyum dan berbalik memandang Keenan yang sudah bangun tidur, selalu ada dalam pelukannya."Kenapa kamu tidak membangunkanku?" tanya Keenan de

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 101. Malam Hangat

    Aku melepaskan sedikit rasa kantukku saat melihat seorang lelaki dengan tangan kekar yang memeluk perutku. Senyuman terukir di wajahku ketika aku menyadari bahwa itu adalah Keenan, suamiku yang tidur di sampingku. Matanya yang tertutup oleh bulu alis yang tebal begitu indah, hidungnya yang mancung memberikan pesona tersendiri.Dalam keadaan itu, aku tertegun sejenak, mengamati wajahnya yang damai saat terlelap. Rasa cinta yang mendalam muncul dalam hatiku, melihat Keenan sebagai sosok yang melengkapi hidupku.Teringat akan janji pernikahan kami yang baru terucap beberapa hari yang lalu, saat kami bersatu menjadi suami istri. Hanya Tuhan yang tahu betapa aku bahagia bisa berbagi hidup dengan Keenan, orang yang telah berada di sampingku sejak lama.Aku mencium udara pagi dengan perasaan yang penuh syukur. Aku merasakan kehangatan dan keamanan dalam pelukan Keenan. Rasa terima kasih terucap dalam hatiku, untuk kami berdua dan keberuntungan yang telah Tuhan anugerahkan kepadaku.Sejenak a

  • Benih Rahasia Sang Pewaris   Bab 100. Lingerie Merah

    Keenan mengangkat kepalanya dan tiba-tiba mencium bibirku dengan lembut. Suasana di apartemen Keenan menjadi hening, hingga hanya terdengar detak jarum jam yang mengisi ruangan. Aku terbuai dalam kelembutan ciumannya, merasakan kenyamanan yang timbul dan melupakan segala sesuatu di sekitar kami.Namun, aku segera menyadari situasi kami dan mendorong tubuh Keenan agar menjauh dariku. "Apa kita akan melakukannya di sini?" tanyaku, hatiku berdebar ketika mengingat keberadaan kamera CCTV di ruangan ini.Keenan bangun dari posisi tidurnya dan duduk di sampingku. "Memangnya kenapa kalau di sini? Di apartemen ini hanya ada kita," ucapnya dengan senyuman.Aku menunjuk ke arah CCTV yang terpasang di sudut ruangan. "Lihatlah, ada CCTV di sini. Aku tidak ingin kegiatan kita terekam dan diketahui oleh orang lain."Keenan hanya tersenyum dan mengangguk mengerti. "Baiklah, aku akan membawa tuan putriku ini ke kamar. Di sana kita bisa bebas dan tenang," ucapnya sambil mengangkat tubuhku dengan lembu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status