Enteng sekali pria itu minta nikah? Viza dan Vikram tidak saling kenal, lantas apa yang membuat Vikram menginginkan Viza? Mustahil langsung minta nikah hanya karena sekilas lihat wajah saja.
Vikram itu bermasalah dengan Runa, lalu kenapa Viza yang jadi sasaran? Viza menelan saliva panik. Orang-orang yang berkerumun di warung makan itu pun menatap Viza, gadis cantik yang setiap hari melayani pembeli. Meskipun ia adalah putri dari pemilik warung, namun ia selalu kelihatan lusuh dan lelah, tak berhenti melayani pembeli. Itu karena ayah dan ibunya menjadikan dia sebagai pekerja yang tak digaji. “Menikah? Memangnya kau punya apa untuk meminang putriku?” tanya Mulan berkacak pinggang, tidak takut meski sosok yang dia hadapi ini bukan orang sembarangan. Sekali tinju, kalau bukan lari ke rumah sakit, ya ke kuburan. “Bu, sudah! Jangan dilawan. Nggak lihat apa dia hebat begitu? Nanti kamu kenapa-napa loh,” bisik Johan pada istrinya. “Biarin, Pak. Nggak takut aku. Mana mungkin jagoan seperti dia berani memukvl perempuan, cemen itu namanya,” balas Mulan yang juga berbisik. “Terserah putrimu mau minta mahar apa.” “Di sini semua tergantung aku. Aku yang menentukan maharnya. Kalau kau sanggup memberikan mahar seratus juta, silakan ambil putriku.” Vikram menggeleng. “Baiklah, kalau tidak mau menuruti permintaanku, biar aku yang selesaikan.” Vikram menerobos masuk ke warung. Lalu dengan sangat tenang, dia menelungkupkan salah satu meja. Lauk pauk yang tersaji di meja pengunjung pun berserakan di lantai. Suara piring dan mangkuk berjatuhan terdengar gaduh sekali. “Aduh aduh! Sudah sudah! Jangan lakukan itu! rugi banyak ini aku.” Mulan berlari masuk sambil berteriak, frustasi melihat kekacauan yang ada. Ia bahkan tak bisa menghentikan ketika Vikram terus melangsungkan aksinya, meja lainnya turut menjadi korban. “Aku akan laporkan kau ke polisi atas pengrusakan ini!” ancam Mulan tak main-main. “Jangan repot-repot, biar aku yang telepon polisi supaya mereka datang kemari dan menyeret putrimu yang bernama Runa itu. Lihat saja siapa yang menang!” Mulan tak berkutik. Ancaman itu menakutkan. Runa adalah kesayangannya, buah hatinya. Tak akan mungkin dia membiarkan terjadi hal buruk pada putrinya itu. Apa yang sebenarnya telah terjadi antara Ruma dan Vikram? *** “Cepat pakai kebaya ini!” Mones melempar kebaya bekas milik Mulan ke hadapan Viza. Kebaya kuno yang jelas tak sesuai jaman. Dia adalah pelayan di warung makan, pekerjaannya membantu Viza mengurus warung. Namun sikapnya sangat menyebalkan, dia ikut-ikutan sewot mengikuti kezaliman Runa dan Mulan. Hebatnya, baru beberapa bulan saja bekerja, dia sudah mendapat predikat sebagai kepercayaan Mulan. Bagaimana tidak? Dia pandai menjilat dan cari muka di depan Mulan. Viza meraih kebaya dengan gerakan tak bersemangat. Tidak ada satu pun perempuan di muka bumi ini yang akan bahagia saat dinikahkan dengan orang yang tak dicintai. Begitu juga dengan Viza. Bagaimana mungkin dia akan senang dinikahkan dengan lelaki asing yang bahkan ia pun tak tahu asal-usulnya. Entah bagaimana nasibnya di tangan berandal itu. Namun, meski kelihatan sangar, pria itu tampak berbeda. Viza ingat tatapan Vikram saat mereka bertukar pandang kemarin. Tatapannya hangat. Viza sudah memakai kebaya dipadu jilbab usang miliknya. Tidak ada make up dari perias pengantin yang mempercantik wajahnya, tidak ada pakaian pengantin yang membalut tubuhnya, tak ada pula keramaian pesta besar seperti yang diimpikan olehnya. Padahal, satu-satunya impiannya hanyalah dijemput oleh lelaki salih yang mulia, yang mencintai dan menyayanginya sepenuh hati, mengangkatnya dari kehidupan buruk yang diciptakan oleh keluarganya. Lalu membawanya ke dunia pernikahan yang indah. Tapi kenapa keadaannya malah begini? Setelah kegaduhan kemarin, akhirnya inilah yang menjadi keputusan Mulan. Menikahkan Viza dengan Vikram. Viza malas berdandan, cukup memoleskan bedak baby saja ke wajah. Pakai lipstick pun tidak. Untuk apa berdandan di hari yang tidak menyenangkan ini? Dia tiga bersaudara. Runa adiknya, dan Bara adalah kakak tertua yang sedang merantau. Diantara ketiganya, hanya Viza saja yang diperlakukan tidak adil. Runa selalu dimanja, Bara pun diberi perhatian istimewa oleh kedua orang tuanya. “Viza, sudah siap belum? Pak kades dan saksi lain sudah datang.” Mulan menyembul masuk bersama dengan Runa. Viza mengangguk. Dengan senyum penuh kemenangan, Runa berkata, “Akhirnya aku selamat dari si kampret berandal itu. Makasih ya, Mbak Viza udah selamatin aku. Pernikahan ini membuatku jadi selamat.” Viza hanya menatap kegembiraan Runa tanpa sepatah kata. Malas bicara. “Lagian, apa sih yang bikin berandal itu tiba-tiba minta nikah sama Mbak Viza? Kalian kan belum saling kenal, kenapa dia mendadak minta nikah coba?” Runa bertanya-tanya. “Cuma Mas Vikram yang tahu soal itu,” komentar Viza datar saja. “Sebelum pernikahan ini dilangsungkan, jawab dulu pertanyaanku.” “Ya sudah, tanya saja!” Runa menyilangkan tangan di dada. “Apa yang terjadi diantara kamu dan Mas Vikram sampai-sampai Mas Vikram kemarin datang kemari dengan keadaan marah?”“Rejeki itu Allah hadirkan nggak hanya melalui tangan Vikram saja, ada banyak cara untuk kamu bisa bertahan hidup tanpa melibatkan Vikram maupun Viza,” sahut Fairuz. “Aku hanya tidak ingin berurusan dengan keluarga Bu Mulan lagi. Hubungan yang tidak baik maka lebih baik disudahi atau dijauhi, ini sama dengan menjauhi mudharat. Jadi inilah keputusanku!” Vikram lalu melenggang pergi. “Mbak Viza, kamu nggak kasian sama Bapak? Bapak lagi sakit. Ibu dan bapak nggak punya rumah hingga menumpang di rumahnya Mas Leo. Kami bahkan sekarang nggak punya penghasilan. Aku pun sedang hamil. Tolong bantu kami!” Runa memohon pada Viza, takut hidupnya akana sengsara jika tanpa pendapatan. “Mbak Viza diam-diam bisa kirimin aku uang, tolonglah Mbak. Bantu bapak berobat juga.” “Aku taat sama suamiku. Aku nggak berani berkhianat di belakangnya,” sahut Viza. “Mbak, tapi keadaan kami benar-benar down.” Wajah Runa memelas. “Kamu punya suami yang sempurna secara fisik, dia juga sehat walafiat. Insyaa
Viza ikutan membaca tulisan itu. (Teruntuk Viza tersayang, Saat kamu membaca tulisan ini, mungkin aku sudah tiada. Atau mungkin aku telah celaka dan dalam keadaan kritis. Atau bisa saja baik-baik saja. Kemungkinan buruk itu bisa saja terjadi padaku saat aku menabrak suamimu, biarkan dia m4ti. Aku pun tak masalah jka harus meregang nyaw4 untuk kematirn Vikram. Jika bukan aku yang memilikimu, maka orang lain pun tidak boleh. Sudah sangat lama aku rencanakan kematiannya, biarlah aku ikut m4ti jika memang dikehendaki m4ti. Viza, aku sudah sangat lama memendam rasa cintaku kepadamu. Bagaimana mungkin aku merelakanmu dimiliki lelaki lain? Hidupmu hanyalah untukku. Itulah cita-citaku selama ini. Surat kaleng itu kiriman dariku. Tujuanku hanya satu, memberikan kebahagiaan untukmu. Leo telah memberikan informasi akurat untukku bisa menuliskan surat itu. Tentu saja dengan bertukar keuntungan. Aku ijinkan Leo menikahi wanita yang diam-diam dia cintai, yaitu Runa. Aku pun mendapatkan keuntun
“Mas Vikram!” Viza menghambur dan memeluk erat suaminya. Tangisnya kembali pecah.Tubuhnya gemetar hebat dalam pelukan sang suami. Ia tak menyangka masih bisa bertemu dengan Vikram setelah mengira sang suami tak akan pernah kembali lagi.Dan kini, Viza bahkan masih bisa memegang suaminya, memeluk pria itu dengan erat.Tak lama Viza merasakan elusan di punggungnya. Deraian air mata Viza semakin deras merasakan elusan lembut itu. Artinya sang suami masih mau menerimanya dengan baik.“Mas, kupikir kita nggak akan ketemu lagi. Kupikir kamu pergi meninggalkan aku. Kamu udah janji mau menjagaku. Aku nggak mau kamu pergi. Kamu harus tepati janjiku.” Viza sesenggukan.“Tidak. Aku tidak pergi. Aku di sini,” lembut Vikram.Hati Viza basah mendengar suara lembut itu.“Mas Vikram masih sayang sama aku kan?” tanya Viza.Tak menjawab, Vikram malah mengerang. “Aaargggkh….”Viza mengernyit. Ia melepas pelukan dan memundurkan wajah, menatap sang suami bingung. “Sakit? Mana yang sakit?”“Punggung dan
Viza memegang kepalanya, jantungnya berdetak sangat kencang. Takut sekali. Kemungkinan buruk itu sudah bertengger di kepala Viza. Tangannya gemetar saat menggeser tombol hijau. “Ha haloo…” Suara Viza lirih. “Nyonya, sebaiknya Anda segera ke rumah sakit sekarang. Maaf, kami sudah melakukan yang terbaik, tapi….” Mendengar kalimat yang diucapkan dokter, Viza sudah tahu sambungannya. Dia menjauhkan hp dari telinga. Menurunkan benda pipih itu ke bawah. Ia tak perlu mendengar sambungan kalimat dari dokter. Dengan langkah gemetar, Viza menuju ke kamar yang dituju. Tubuhnya mendadak terasa dingin. Ia menerobos masuk ke kamar sesaat setelah mendorong pintu. Suster menutup bagian wajah pasien dengan kain. Dokter melepas handscoon dan bersiap hendak keluar kamar. Dokter menunjuk Viza dan berkata, “Anda…” “Istri korban,” lirih Viza menatap sayu. “Maaf, kami sudah melakukan semaksimal mungkin, tapi sudah terlalu jauh dari kata selamat. Nyawa suami Anda tidak bisa diselamatkan. Tuhan b
“Semua kesalahan masih bisa dimaafkan.” Fairuz berusaha menenangkan putrinya. “Vikram memang kecewa berat sama kamu, tapi pasti dia akan kembali kepadamu. Jangan khawatir ya. Ibu tahu kok bagaimana Vikram. Dia anak yang baik.” “Bagaimana kalau Mas Vikram membatalkan pesta pernikahan kami? Dia pasti nggak peduli meskipun uang milyaran yang dia gunakan untuk pesta pernikahan terbuang sia-sia.” “Nanti bisa kamu bicarakan baik-baik dengannya. Kalau hati Vikram sudah lega, dia pasti bisa diajak bicara secara dewasa kok. Ini hanya karena dia lagi emosi aja.” Viza menghela napas. “Sebenarnya, yang paling aku takutkan itu satu hal, bagaimana kalau rasa sayangnya ke aku jadi hilang gara-gara ini?” “Nggak semudah itu.” Fairuz mengusap punggung tangan putrinya dengan senyum. Perkataan Fairuz berhasil mengurangi sedikit kecemasan Viza. Meski itu hanyalah kata-kata sekedar menghibur saja, atau memang sungguhan pendapat Fairuz benar, yang jelas Viza merasa mendapat support. Brrrt brrrrt…
Cekrek cekrek. Kilatan kamera memotret wajahnya dari berbagai sisi dan berbagai gaya pula. Bibir dibikin manyun, dibikin tersenyum, jari membingkai wajah, dan berbagai macam gaya. Viza memilih beberapa gambar dan mengirimkannya ke nomer Vikram. Tak mengapa nakal sedikit sama suami. Halal. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Caption di gambar juga dibikin nakal. ‘Mas gk pingin ketemu nih?’ ‘Aku salah, tapi aku kangen. Gimana dong?’ ‘Maafin aku ya, sayang. Pulang dong. Mau peluk.’ ‘Kalau Mas Vikram di sini, aku lepas semuanya deh.’ Pesan terkirim. Centang dua. Tapi tidak dilihat juga. Lama menunggu, bolak balik mengecek, tetap saja tidak dibaca. Duh, kok jadi cemas ya? *** Viza menggeliat di atas kasur empuk. Kasur ini memang nyaman sekali. Bikin betah berguling bebas di sini. Eh, tunggu dulu. Kok Viza sudah berada di atas kasur? Seingatnya, tadi malam ia ketiduran di kursi dekat jendela. Lalu siapa yang mengangkat badannya ke kasur dan bahkan menyelimuti dengan bed co