“Pak Rizal?” tanya gadis yang berpakaian seragam rapih berupa blazer dan rok span kepada seorang pria ojeg online.
“Betul, Kak!” Pria itu menyahut membuat sang gadis naik ke kursi belakang di motornya dengan posisi duduk menyamping.Gadis cantik dengan bulu mata lebat nan lentik itu bernama Shareena Azmi Zaina atau kerap disapa Rena.Senin hingga jum'at keseharian Rena hanya berkisar antara kossan dan tempat kerjanya di kantor Cabang sebuah Bank BUMN.Rena yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara adalah tulang punggung keluarga, dia mengorbankan masa mudanya untuk bekerja keras di kota besar menopang perekonomian keluarga.Jam di pergelangan tangan Rena telah menunjukan pukul tujuh pagi, Rena yang sedang dalam masa penilaian agar bisa menjalani tes promosi kenaikan level di kantornya itu tidak ingin datang terlambat.Dia harus tiba di kantor sebelum Kepala Cabangnya sampai.Bapak ojol mengemudikan motornya cukup kencang sampai Rena berulang kali meremat sisi jaket pria paruh baya itu kencang namun akhirnya dia bisa selamat tiba di kantor.“Kembaliannya untuk Bapak,” kata Rena memberikan satu lembar uang kepada pria ojol dan mendapat senyum sumringah serta ucapan Terimakasih berulang kali.Tidak lupa Rena menyapa sekuriti kantor yang berjaga di depan.“Selamat pagi pak Rahmat.” Senyum secerah mentari pun dia kembangkan.“Pagi Bu Rena,” sahut pak Rahmat sembari membuka pintu.Rena pun masuk dan mulai mempersiapkan dirinya untuk bekerja sebagai customer service.Setelah briefing pagi bersama Kepala Cabang dan teman sekantor, Rena duduk di meja kerja mulai melakukan pelayanan.Gadis cantik itu membalikan papan close berwarna biru di atas meja menjadi nama panggilannya yaitu 'Rena' pertanda dia sudah bisa melayani nasabah.Seorang wanita dengan dandanan menor datang mendekat lalu duduk di depan mejanya."Selamat pagi, saya Rena ... ada yang bisa saya bantu?" sapa Rena ramah dengan standar Marketing Reasearch Indonesia.“Saya mau cairkan asuransi pendidikan anak saya, saya sudah tiga tahun menabung dengan cara dipotong tiap bulan dari rekening pribadi saya dan sekarang saya ingin mencairkan uang saya karena anak saya akan masuk SD.” Wanita itu setengah berteriak di depan muka Rena.Tentu saja Rena sempat melongo, apakah bagian funding tidak menjelaskan kalau asuransi pendidikan hanya bisa dicairkan setelah anak akan masuk kuliah namun selama itu banyak manfaat yang bisa didapatkan.Rena melirik ke arah meja bagian funding dan mendapati wajah teman sekantornya pucat pasi.“Baik Ibu, boleh saya minta KTP untuk pencocokan data?” Rena tetap bicara dengan suara rendah dan ramah.Wanita itu melempar KTP ke wajah Rena yang langsung memejamkan mata agar tidak mengenai bola matanya.Rena kembali mengembangkan senyum dan mulai mengetikan sesuatu pada keyboard.Bukan mencocokan data melainkan mengirim chat kepada bagian funding melalui saluran intranet.Rena : Mas Lingga, ini gimana?Lingga : Bukan nasabah gue.Lalu sebuah chat masuk dari pak Rudi Kepala Cabang Rena yang telah mendengar suara sang nasabah dari dalam ruangannya.Rudi : Ren, antar nasabah itu ke ruangan saya.Rena : Baik, Pak.“Lama banget sih!” Wanita itu membentak Rena sembari menggebrak meja membuat Rena berjengit.“Baik, Ibu … saya akan antar Ibu bertemu Kepala Cabang saya, nanti beliau yang akan membantu Ibu.” Rena berujar sembari berdiri dari kursinya.Wanita itu merotasi bola mata sembari berdecak lidah kesal namun tak ayal bangkit juga dari kursi dan mengikuti Rena ke ruangan pak Rudi.Setelah itu Rena kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaan melayani nasabah lain disertai tatapan iba beberapa nasabah dan teman-teman sekantor termasuk Mia sahabatnya sesama customer service.“Sabar ya Rena," ujar Mia berbisik karena di depan gadis itu pun kini tengah duduk seorang pria yang tengah mengisi kertas aplikasi pembukaan rekening.Rena tersenyum membalas kalimat penyemangat dari sahabatnya.Rena akan selalu sabar menangani setiap nasabah dengan keperluan dan masalah berbeda yang setiap hari datang padanya.Gadis dengan senyum menawan itu akan selalu membantu para nasabah dengan tulus dan ikhlas meskipun dia sendiri memiliki banyak beban hidup.Bapaknya yang sudah pensiun dan sakit-sakitan membutuhkan biaya karena obat-obatan yang dibutuhkan bapak sudah tidak bisa di-cover oleh asuransi pemerintah serta biaya kuliah dan sekolah kedua adiknya yang masih menunggak.Kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh gaji Rena tersebut memaksa Rena mencari kerjaan sampingan di akhir minggu.Beruntung Rena dengan mudah mendapatkannya dari teman satu kost Mia yang bernama Citra jadi weekend nanti dia akan bekerja menggantikan Citra yang sedang sakit dan butuh bedrest selama beberapa minggu.Saat Rena sedang melayani seorang nasabah, wanita yang komplain tadi keluar dari ruangan pak Rudi diantar beliau hingga pintu.Kebetulan saat itu tidak ada nasabah yang sedang Rena tangani dan Rena masih bersedia tersenyum dan memberikan anggukan kepala penuh hormat kepada wanita itu yang kemudian merasa malu sehingga memalingkan wajahnya.Rena tidak mengambil hati, dia hanya budak corporate yang sedang menjalankan tugas."Ren, kamu sekarang ke perusahaan AG Group ya! Kata bagian keuangannya, beberapa karyawan di perusahaan tersebut akan payroll di Cabang kita, baru saja Pak Irfan kepala bagian Human Capital telepon dan jangan lupa bawa formnya nanti ... minta diantar sama Pak Dede supir kita ya!" perintah pak Rudi kepada Rena."Baik Pak Rudi" saut Rena menyanggupi.Setelah Rena menyiapkan segala keperluannya dia pamit kepada Pak Rudi untuk berangkat menuju perusahaan AG Group.Beberapa saat kemudian Rena yang diantar driver kantor akhirnya tiba di depan sebuah gedung pencakar langit.Rena terpesona melihat interior mewah di dalam gedung tersebut.AG Group adalah salah satu perusahaan terbesar yang ikut andil dalam menopang perekonomian negaranya, perusahaan yang memiliki beberapa anak perusahaan tersebut memang sudah menjadi nasabah prioritas di kantor pusat dimana ia bekerja dan beruntung pak Rudi bisa melobi pimpinan HC perusahaan ini untuk membuka payroll karyawan baru di Cabang mereka.Setelah berbicara dengan seorang wanita di meja resepsionis, Rena langsung menemui Pak Irfan."Selamat Pagi, Pak Irfan...Saya Rena diutus Pak Rudi untuk mendata karyawan yang akan payroll di Cabang kami," sapanya dengan senyum khas sambil merentangkan tangan saat dia sudah berada di ruangan Pak Irfan."Oh Ya, Ibu Rena ya? baru saja saya bicara dengan pak Rudi ditelepon ... silahkan duduk, saya akan membawakan berkasnya."Pak Irfan menjabat tangan Rena setelah itu meminta sekerterarisnya mengambilkan beberapa berkas kebutuhan payroll yang sudah diinfokan oleh pak Rudi sebelumnya.Pak Irfan dan Rena berbincang sambil membereskan berkas dan mengisi aplikasi payroll.Sesekali Rena menawarkan produk investasi siapa tahu pak Irfan berminat sehingga menambah penilaiannya di mata Pak Rudi yang akan berdampak baik pada bonus tahunannya."Ini berkasnya sudah lengkap semua, aplikasi sudah diisi dan ditandatangani oleh Bapak, tinggal minta tanda tangan Presiden Direktur perusahaan ini," tutur Rena sambil merapikan berkas yang baru saja diperiksanya."Bu Rena bisa minta tanda tangannya langsung ke Pak Andra Pimpinan tertinggi perusahaan ini, ruangan beliau ada diujung lorong, nanti tanya bu Santi sekretarisnya, bilang saja mau minta tanda tangan untuk pengajuan payroll ke Bank," ucap Pak Irfan, jari telunjuknya ia arahkan ke pintu ruangan yang berada di pojok lantai ini."Baik Pak terimakasih," pamit Rena seraya menjabat tangan Pak Irfan.Rena langsung menuju ruangan Presiden Direktur, sebelumnya ia harus menemui bu Santi sang sekertaris dan meminta ijin untuk menemui bosnya."Silahkan masuk saja Bu Rena, Pak Andra ada di dalam," kata Santi sembari tersenyum ramah."Baik Bu Santi, terimakasih …,” balas Rena juga disertai senyum.Tok …Tok …Tok …Rena mengetuk pintu ganda berbahan kayu jati didepannya lantas perlahan mendorong benda tersebut dan tatapannya langsung tertuju pada sebrang ruangan di mana pria tampan dengan rahang tegas berada.Tubuh atletis sang pria terpampang nyata dari stelan jas mahalnya yang menyempit di bagian lengan karena kedua lengan kokoh itu sedang menumpu membuat sudut siku-siku di atas meja sambil memegang kertas berisi data yang harus diperiksa.Rambut tebal nan hitam disisir kebelakang, tapi terlihat ada sejumput anak rambut nakal keluar dari tatananan rambut mengenai keningnya.Rena tidak menyangka pimpinan tertinggi di perusahaan sebesar ini masih sangat muda, yang ada dipikirannya adalah lelaki paruh baya dengan kepala botak dan berperut buncit, mungkin terdapat kumis tebal di bawah hidungnya juga postur tubuh yang sedikit pendek, bukan tubuh menjulang dan tegap yang seperti ia liat saat ini."Selamat siang Pak, saya Rena dari Bank BUMN, mau minta tanda tangan Pak Andra untuk permohonan payroll," ucap Rena diakhiri senyum manis.Andra yang sedang fokus menatap layar laptop dan sesekali membaca sambil menandatangani berkas yang ada di tangannya hanya berucap, "Masuk!!! Duduk!!" Tanpa melihat kearah Rena.Rena mengikuti perintah pria itu dengan duduk di sofa yang ada di tengah-tengah ruangan dan menunggu.10 menit...20 menit...Rena masih sabar duduk menunggu sang Presdir tampan menyelesaikan hal yang sepertinya sangat penting sampai memerlukan perhatian lebih dari pria itu.Sesekali Rena mencuri pandang kearah pria yang di mejanya terdapat papan nama bertuliskan Kallandra Arion Gunadhya, tapi pria dengan nama panggilan Andra itu seolah tenggelam dalam dunianya sendiri.Sementara jam sudah menunjukan waktu makan siang, cacing dalam perut Rena mulai meronta minta diberi makan, tadi pagi Rena hanya sarapan susu dalam kemasan saja karena tidak ingin terlambat.Keingina
“Mah ... Telepon Andra sama Ricko, ajak mereka makan malam di sini, ada yang mau Papa bicarakan sama mereka,” pinta Salim lembut kepada sang istri yang sedang bersamanya duduk di teras samping sambil meminun secangkir wedang jahe."Kenapa enggak Papa aja? Berantem lagi sama Andra?" Mery memicingkan matanya penuh selidik, pasalnya sang suami sering beradu argumen dengan keponakannya itu mengenai bisnis walau sekarang Andra telah mandiri membangun bisnisnya kembali dari nol.Salim mengembalikan pandangannya ke depan dengan raut sendu. "Pa... Andra itu sudah dewasa enggak bisa Papa atur paling Papa kasih saran, biar dia yang menentukan, Papa jangan paksa-paksa nanti dia enggak mau ketemu kita,” tambahnya lagi memberi saran. Salim Gunadhya adalah adik dari Sonny Gunadhya-ayah kandung Andra, setelah kedua orang tua Andra meninggal, Salim dan Mery lah yang merawat Andra dan mengajarkan bisnis kepadanya.Mery tidak bisa mempunyai anak sehingga Mery dan Salim sangat menyayangi Andra se
"Ndra … masih sore, kita clubbing yuk! Gue janjian sama Weny disana!" Ricko memelaskan wajah berharap sang sahabat mau menemaninya."Terserah lo lah!” sahut Andra ketus.Dengan hati riang gembira Ricko memutar kemudi menuju sebuah night club termewah di Jakarta.Tidak lama mereka pun sampai disambut petugas Valet.Suara musik kencang menyambut mereka begitu masuk ke dalam gedung.Mereka diarahkan petugas untuk duduk di salah satu meja, keduanya memiliki akses VIP sehingga tidak sulit menemukan meja kosong.Pelayan datang untuk menuliskan pesanan mereka dan setelah gadis cantik dengan rok super pendek itu pergi tiba-tiba Ricko menggebrag meja membuat Andra terkejut hingga spontan mengalihkan pandangan ke arah Ricko yang sebelumnya sedang mematuti layar ponsel mengecek email masuk."Gue ada ide!!" teriak Ricko mencoba mengalahkan dentuman suara yang DJ mainkan."Ide apaan?" Andra menjawab ketus lalu memalingkan kembali wajahnya pada ponsel tidak terlalu tertarik dengan apapun id
"Selamat Pagi Pak Rahmat...," sapa Rena kepada Satpam kantornya.Setiap pagi Rena selalu menyapa teman kantornya tanpa terkecuali sekuriti, gadis itu tidak pernah membeda-bedakan status seseorang dan selalu ramah pada semua karyawan di sana."Pagi juga Bu Rena..., " jawab Pak Rahmat, sedikit membungkukan tubuh sebagai tanda hormat.Pagi itu Andra pergi ke Bank untuk mengganti ATM-nya yang tertelan dan memilih Cabang yang dia lewati dalam perjalanan ke kantor.Namun semesta membawa Andra pada kebetulan yang unik karena pria itu datang ke Cabang di mana Rena bekerja.Sekuriti memberikan nomor antrian nomor sembilan kepada Andra setelah menanyakan apa keperluan Andra, pria itu lantas duduk di kursi tunggu.Pandangan Andra terpaku pada salah satu customer service yang menurutnya tidak asing selain wajahnya cantik natural, namun Andra tidak ingat pernah bertemu dengan gadis itu di mana.Beberapa lama Andra sempat larut dalam lamunan menyantap sang customer service cantik kemudian te
Jam menunjukan pukul dua siang saat Rena bangun dari mimpi indahnya. Kepalanya terasa berat dan berdenyut kencang karena tadi malam Rena baru sampai di kossan pukul tiga dini hari.Di hari pertama bekerja, Rena berinisiatif ikut membantu membereskan Restoran walau bukan tugasnya dan tidak ada yang meminta. Dia pikir tidak ada salahnya berbuat baik membantu teman satu pekerjaan agar mereka juga bersikap baik padanya.Rena bergegas turun dari atas ranjang kemudian melakukan ritual membersihkan tubuh di kamar mandi setelah itu keluar kossannya untuk mencari makan siang dan pilihannya adalah warteg yang berjarak beberapa meter dari kossan.Walaupun di dalam gang tapi tempatnya cukup bersih dan makanannya pun enak juga murah."Hmmm... Rindu masakan ibu,” gumam Rena berekspresi sendu.Rena segera menghabiskan makan pagi yang kesiangan di warteg tersebut lalu kembali beristirahat di kosan. Jangan sampai dia bertemu dengan anak muda pengangguran yang sering nongkrong di pos ronda de
Rena menatap telepon genggamnya, "Yaaa … di-cancel," gumamnya yang terdengar oleh Andra dan Ricko. "Kamu lagi nunggu ojeg online? " tanya Ricko kembali menoleh kepada Rena setelah Andra tidak memberikan jawaban apapun atas tatapan pertanyaannya. "Iya tapi di cancel ... aku harus pesen lagi! Pak Ricko sudah baikan, kan? saya tinggal pulang duluan ya! Pak Ricko ... Pak Andra saya duluan..," pamit Rena lantas membalikan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan kedua pria tampan tersebut. "Hey ... Nona manis! Biar kami antar pulang, sebagai ungkapan rasa terimakasih," usul Ricko yang sudah beranjak dari duduknya, ia menyipitkan mata memfokuskan pandangannya yang sempat kabur dan memijit tengkuknya yang terasa berat. Rena menghentikan langkahnya, "Terimakasih Pak Ricko, saya bisa pulang sendiri!" jawab Rena, membungkukan sedikit tubuhnya. "Kami memaksa," kata Ricko menderapkan langkah menyusul Rena. "Betul Nona, kami antar aja nanti ada yang menganggu lagi seperti tadi, boleh ya Pak
Ponsel Rena terus bergetar dan sudah ada dua puluh enam panggilan tak terjawab, tapi Rena masih asik dengan mimpinya.Pasalnya Rena baru bisa memejamkan mata pada pukul empat subuh, gadis cantik itu lupa mengubah mode bunyi dari mode getar di telepon genggam.Sampai akhirnya telepon genggam itu jatuh dari nakas di samping ranjang tepat menimpa wajahnya.Rena langsung terperanjat bangun, keningnya terasa nyeri tapi getaran telepon genggam mengambil alih perhatian.Matamya memicing melihat layar telepon genggam, ada panggilan dari Amelia."Halo, De.” Rena menjawab panggilan tersebut dengan suara parau khas bangun tidur. Tumben sekali adik perempuannya ini melakukan panggilan telepon, pasti ingin menagih uang kuliah, setidaknya itu yang Rena pikirkan."Kaaa ... Bapak masuk rumah sakit, jantungnya kumat harus di operasi secepatnya dan membutuhkan biaya seratus jutaan tapi lima puluh juta harus masuk sekarang juga ke Rumah Sakit." Amelia bicara sembari menangis.Seketika Rena mer
Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir.Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata. "Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terdengar serak setelah menangis."Ya udah … kita ngobrol di cafe sana," ajak Ricko sembari membantu Rena bangkit dari kursi taman.Andra beranjak dari duduknya dan pergi menuju Cafe mendahului Rena dan Ricko.Sampai di sana mereka duduk di kursi meja yang kosong."Kamu mau pesan apa?" tanya Ricko sambil memberikan buku menu kepada Rena."Saya air mineral aja, Pak...," jawab Rena cepat."Kenapa hanya air mineral? kita makan siang saja sekalian,” kata Ricko mencoba menenangkan gadis cantik yang sedang bersedih itu."Enggak bisa Pak, saya buru-buru! Saya harus mencari pak Imam petugas donor di Rumah Sakit ini," tolak Rena seraya beranjak dari duduknya, baru teringat tujuan utamanya berada d