“Mah ... Telepon Andra sama Ricko, ajak mereka makan malam di sini, ada yang mau Papa bicarakan sama mereka,” pinta Salim lembut kepada sang istri yang sedang bersamanya duduk di teras samping sambil meminun secangkir wedang jahe.
"Kenapa enggak Papa aja? Berantem lagi sama Andra?" Mery memicingkan matanya penuh selidik, pasalnya sang suami sering beradu argumen dengan keponakannya itu mengenai bisnis walau sekarang Andra telah mandiri membangun bisnisnya kembali dari nol.Salim mengembalikan pandangannya ke depan dengan raut sendu."Pa... Andra itu sudah dewasa enggak bisa Papa atur paling Papa kasih saran, biar dia yang menentukan, Papa jangan paksa-paksa nanti dia enggak mau ketemu kita,” tambahnya lagi memberi saran.Salim Gunadhya adalah adik dari Sonny Gunadhya-ayah kandung Andra, setelah kedua orang tua Andra meninggal, Salim dan Mery lah yang merawat Andra dan mengajarkan bisnis kepadanya.Mery tidak bisa mempunyai anak sehingga Mery dan Salim sangat menyayangi Andra seperti anak mereka sendiri.Mery meraih telepon genggam miliknya dari atas meja untuk menghubungi Andra."Hallo Andra sayang ….” Panggilan Mery langsung mendapat jawaban.“Hari ini makan malam di rumah Tante ya! Jangan lupa ajak Ricko ... Tante kangen banget sama kalian berdua.” Mery berujar dengan nada manja."Oke Tante... Nanti Andra kesana sama Ricko,” sahut Andra datar kemudian memutuskan sambungan teleponnya lebih dulu.Setelahnya Tante Merry menyimpan ponsel pintar tersebut diatas meja.“Dingin sedingin gunung es.” Mery mengeluhkan sikap Andra sambil bangkit dari kursi."Mau kemana, Ma?" tanya Salim melantangkan suara."Masak!! Anak kesayanganku mau datang!" sahut Mery sedikit berteriak dari dalam rumah karena langkahnya sudah hampir tiba di dapur.Beberapa jam kemudian terdengar suara bel pintu depan rumah berbunyi.Ting …Tong..."Bi, tolong bukain pintu …,” titah Tante Mery yang saat ini sedang sibuk dengan spatula dan wajan."Baik Bu," kata Bi Inah, bergegas berlari menuju ruang tamu."Apa kabar Bi Inah sayang?" sapa Ricko memeluk Bi Inah dari samping dan wanita paruh baya itu meronta."Aduuuh... Tuan muda Ricko jangan kaya gini ah, Bibi jadi enggak enak hati." Bi Inah meronta melepas tangan Ricko dengan wajah merah padam.Bi Inah selalu saja menjadi objek kejahilan Ricko bila pria itu berkunjung ke sini, tak heran Ricko bersikap seperti itu karena merasa bi Inah ikut andil dalam mengurusnya ketika dia kecil.Ricko hanya tergelak melihat tingkah bi Inah, sedangkan Andra yang merasa risih melihat kelakuan Ricko lebih memilih terus melangkah masuk lebih dalam munuju ruang keluarga."Apa Kabar Om?” sapa Andra sekenanya begitu melihat Salim sedang sibuk mematuti layar MacBook diruang keluarga."Oh baik, kamu akhirnya datang … masih inget Om ya?" saut Salim bersarkasme.Andra berlalu ke dapur mencari tantenya tanpa memperdulikan provokasi Salim, dia pikir percuma melawan orang tua."Halo Tante .…” Andra memeluk Tante kesayangannya lantas mencium kening beliau lembut.Wanita sosialita yang memiliki wajah judes itu sebenarnya memiliki hati yang baik dan tulus walau sedikit cerewet, tapi Andra menyayanginya."Halo Sayang ... Kenapa udah lama enggak mampir kesini? Tante kangen kamu .…” Tante Mery berujar bersama pendar sendu di mata."Andra sibuk Tante ... Maaf ya." Andra menjawab datar, meraih sendok untuk mencicipi masakan Mery lalu duduk di kursi meja makan.Bersamaan dengan itu Salim dan Ricko beriringan masuk ke ruang makan untuk makan malam bersama.Sambil makan malam, mereka berbincang-bincang bertukar pikiran mengenai bisnis dan perusahaan namun Andra memilih mendengarkan dalam diam, Ricko yang banyak bicara.Bila diperhatikan, Ricko lebih seperti keponakan Salim dan Mery, tapi sebetulnya Ricko hanya anak dari supir ayah Sonny yang sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga Gunadhya semenjak ayah Ricko meninggal karena kecelakaan mobil.Setelah makan malam, mereka duduk di taman belakang yang menyajikan pemandangan kolam ikan ditemani kue buatan Mery.Taman yang luas dengan kolam ikan Koi yang besar itu memiliki beragam tanaman yang indah hingga terdapat pepohonan yang rindang membuat mereka betah berlama-lama disana."Andra, kemarin Om meeting dengan para klien, dan mereka menginginkan kamu segera menikah, karena kamu adalah pimpinan tertinggi AG Group, mereka beranggapan kalau kamu sukses memimpin keluarga maka kamu juga pasti sukses memimpin perusahaan. Mereka tidak mau melihat klien bisnisnya yang masih lajang pergi ke night club, mabuk- mabukan dan main perempuan enggak jelas ...." Salim menjeda kalimatnya sambil membenarkan posisi kacamata.Sementara itu tegas Andra langsung mengetat karena tidak suka mendengar ucapan Salim."Cari lah istri, Nak … Om dan Tante pun ingin segera mempunyai menantu, sudah saatnya kamu menikah,” imbuh Salim dengan nada rendah.Dalam hati Salim tidak ingin Andra membencinya karena berani mengatur tapi Salim hanya ingin yang terbaik untuk Andra."Apa hubungannya kehidupan pribadi Andra dengan kinerja Andra Om? Andra yang merintis bisnis ini dari nol lagi dan dalam tujuh tahun bisa berkembang hampir menyamai keberhasilan perusahan milik Om … sudah banyak klien yang puas dengan kinerja Andra, jika mereka tidak suka Andra yang memimpin perusahaan suruh mereka cari perusahaan lain saja untuk menjadi rekan bisnisnya!" Andra berseru penuh penekanan.Salim dan Mery serta Ricko terkesiap tidak percaya Andra akan berkata seperti itu, Salim beranjak dari duduknya lantas pergi masuk ke dalam rumah.Pria paruh baya yang hampir seluruh rambutnya memutih itu tidak mau melanjutkan pembicaraan karena tau Andra adalah anak keras kepala.Di Umurnya yang sudah tua, Salim tidak ingin mendengar perkataan yang menyakiti hatinya.Masih di taman itu, Mery meraih kemudian menggenggam tangan Andra."Andra sayang, om hanya ingin yang terbaik buat kamu ... dan om juga tau apa yang terbaik untuk kamu, kita ini adalah orang tua yang sudah lanjut usia, mungkin besok atau lusa kita meninggal semua kekayaan ini juga menjadi milik kamu, sayang ... jadi kita sedang mempersiapkan kamu untuk menjalankan dan menghadapi semuanya, tolonglah pertimbangkan permintaan om mu itu,” tutur Mery menatap penuh permohonan."Lagian yang main perempuan itu aku loh Tante … bukan Andra, Andra hanya ikut-ikutan aja," aku Ricko lalu tergelak menghangatkan suasana."Dasar kamu ya! Kamu juga kapan mau nikah? Keburu tua nanti enggak laku loh," ledek Mery disusul tawa renyah.Mereka masih berbincang hingga beberapa menit kemudian Mery mengalihkan pembicaraan tidak ingin terlalu menekan keponakannyaPadahal Andra diam tampak termenung karena sedang mencerna perkataan om dan tantenya.Setelah mereka puas berbincang-bincang, Andra dan Ricko pamit.Dua pria bertubuh atletis itu pulang menggunakan mobil Ricko setelah sebelumnya Mery mengantar mereka hingga halaman depan."Ndra … masih sore, kita clubbing yuk! Gue janjian sama Weny disana!" Ricko memelaskan wajah berharap sang sahabat mau menemaninya."Terserah lo lah!” sahut Andra ketus.Dengan hati riang gembira Ricko memutar kemudi menuju sebuah night club termewah di Jakarta.Tidak lama mereka pun sampai disambut petugas Valet.Suara musik kencang menyambut mereka begitu masuk ke dalam gedung.Mereka diarahkan petugas untuk duduk di salah satu meja, keduanya memiliki akses VIP sehingga tidak sulit menemukan meja kosong.Pelayan datang untuk menuliskan pesanan mereka dan setelah gadis cantik dengan rok super pendek itu pergi tiba-tiba Ricko menggebrag meja membuat Andra terkejut hingga spontan mengalihkan pandangan ke arah Ricko yang sebelumnya sedang mematuti layar ponsel mengecek email masuk."Gue ada ide!!" teriak Ricko mencoba mengalahkan dentuman suara yang DJ mainkan."Ide apaan?" Andra menjawab ketus lalu memalingkan kembali wajahnya pada ponsel tidak terlalu tertarik dengan apapun id
"Selamat Pagi Pak Rahmat...," sapa Rena kepada Satpam kantornya.Setiap pagi Rena selalu menyapa teman kantornya tanpa terkecuali sekuriti, gadis itu tidak pernah membeda-bedakan status seseorang dan selalu ramah pada semua karyawan di sana."Pagi juga Bu Rena..., " jawab Pak Rahmat, sedikit membungkukan tubuh sebagai tanda hormat.Pagi itu Andra pergi ke Bank untuk mengganti ATM-nya yang tertelan dan memilih Cabang yang dia lewati dalam perjalanan ke kantor.Namun semesta membawa Andra pada kebetulan yang unik karena pria itu datang ke Cabang di mana Rena bekerja.Sekuriti memberikan nomor antrian nomor sembilan kepada Andra setelah menanyakan apa keperluan Andra, pria itu lantas duduk di kursi tunggu.Pandangan Andra terpaku pada salah satu customer service yang menurutnya tidak asing selain wajahnya cantik natural, namun Andra tidak ingat pernah bertemu dengan gadis itu di mana.Beberapa lama Andra sempat larut dalam lamunan menyantap sang customer service cantik kemudian te
Jam menunjukan pukul dua siang saat Rena bangun dari mimpi indahnya. Kepalanya terasa berat dan berdenyut kencang karena tadi malam Rena baru sampai di kossan pukul tiga dini hari.Di hari pertama bekerja, Rena berinisiatif ikut membantu membereskan Restoran walau bukan tugasnya dan tidak ada yang meminta. Dia pikir tidak ada salahnya berbuat baik membantu teman satu pekerjaan agar mereka juga bersikap baik padanya.Rena bergegas turun dari atas ranjang kemudian melakukan ritual membersihkan tubuh di kamar mandi setelah itu keluar kossannya untuk mencari makan siang dan pilihannya adalah warteg yang berjarak beberapa meter dari kossan.Walaupun di dalam gang tapi tempatnya cukup bersih dan makanannya pun enak juga murah."Hmmm... Rindu masakan ibu,” gumam Rena berekspresi sendu.Rena segera menghabiskan makan pagi yang kesiangan di warteg tersebut lalu kembali beristirahat di kosan. Jangan sampai dia bertemu dengan anak muda pengangguran yang sering nongkrong di pos ronda de
Rena menatap telepon genggamnya, "Yaaa … di-cancel," gumamnya yang terdengar oleh Andra dan Ricko. "Kamu lagi nunggu ojeg online? " tanya Ricko kembali menoleh kepada Rena setelah Andra tidak memberikan jawaban apapun atas tatapan pertanyaannya. "Iya tapi di cancel ... aku harus pesen lagi! Pak Ricko sudah baikan, kan? saya tinggal pulang duluan ya! Pak Ricko ... Pak Andra saya duluan..," pamit Rena lantas membalikan tubuhnya dan mulai melangkah meninggalkan kedua pria tampan tersebut. "Hey ... Nona manis! Biar kami antar pulang, sebagai ungkapan rasa terimakasih," usul Ricko yang sudah beranjak dari duduknya, ia menyipitkan mata memfokuskan pandangannya yang sempat kabur dan memijit tengkuknya yang terasa berat. Rena menghentikan langkahnya, "Terimakasih Pak Ricko, saya bisa pulang sendiri!" jawab Rena, membungkukan sedikit tubuhnya. "Kami memaksa," kata Ricko menderapkan langkah menyusul Rena. "Betul Nona, kami antar aja nanti ada yang menganggu lagi seperti tadi, boleh ya Pak
Ponsel Rena terus bergetar dan sudah ada dua puluh enam panggilan tak terjawab, tapi Rena masih asik dengan mimpinya.Pasalnya Rena baru bisa memejamkan mata pada pukul empat subuh, gadis cantik itu lupa mengubah mode bunyi dari mode getar di telepon genggam.Sampai akhirnya telepon genggam itu jatuh dari nakas di samping ranjang tepat menimpa wajahnya.Rena langsung terperanjat bangun, keningnya terasa nyeri tapi getaran telepon genggam mengambil alih perhatian.Matamya memicing melihat layar telepon genggam, ada panggilan dari Amelia."Halo, De.” Rena menjawab panggilan tersebut dengan suara parau khas bangun tidur. Tumben sekali adik perempuannya ini melakukan panggilan telepon, pasti ingin menagih uang kuliah, setidaknya itu yang Rena pikirkan."Kaaa ... Bapak masuk rumah sakit, jantungnya kumat harus di operasi secepatnya dan membutuhkan biaya seratus jutaan tapi lima puluh juta harus masuk sekarang juga ke Rumah Sakit." Amelia bicara sembari menangis.Seketika Rena mer
Tiba-tiba tangis Rena mereda karena tersadar kalau Ricko dan Andra sedang memperhatikannya dengan ekspresi bingung dan penuh khawatir.Selama Rena menangis, kedua pria tampan itu hanya bisa saling tatap tanpa bisa berkata-kata. "Maaf ... Pak Ricko, harus melihat saya seperti ini.” Suara Rena terdengar serak setelah menangis."Ya udah … kita ngobrol di cafe sana," ajak Ricko sembari membantu Rena bangkit dari kursi taman.Andra beranjak dari duduknya dan pergi menuju Cafe mendahului Rena dan Ricko.Sampai di sana mereka duduk di kursi meja yang kosong."Kamu mau pesan apa?" tanya Ricko sambil memberikan buku menu kepada Rena."Saya air mineral aja, Pak...," jawab Rena cepat."Kenapa hanya air mineral? kita makan siang saja sekalian,” kata Ricko mencoba menenangkan gadis cantik yang sedang bersedih itu."Enggak bisa Pak, saya buru-buru! Saya harus mencari pak Imam petugas donor di Rumah Sakit ini," tolak Rena seraya beranjak dari duduknya, baru teringat tujuan utamanya berada d
Setelah mengantar tante Mery pulang ke rumahnya, Andra dan Ricko pamit untuk pergi ketempat Gym.Mobil mereka meluncur membelah jalanan Ibu Kota Jakarta yang sedikit lenggang di hari Minggu.Andra hanya terdiam, tatapan matanya fokus kedepan, mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sedang meski begitu sebenarnya pikiran pria dengan rahang tegas itu melayang jauh menggapai seorang gadis yang baru saja dia tolong.Kemudian bayangan tentang kehidupannya setelah menikah Kontrak nanti melintas dalam benak Andra.Dia belum berpengalaman dalam urusan rumah tangga apalagi cukup lama dia tidak memiliki hubungan dengan seorang wanita. Entah kenapa seorang Kallandra Arion Gunadhya begitu memikirkan masa depannya bersama Rena.Padahal dia sendiri yang bilang bila akan menikahi gadis itu diatas kontrak bukan atas dasar cinta apalagi untuk selamanya.Sesekali Ricko melirik sang sahabat yang duduk di sampingnya sembari mematuti layar ponsel.Detik berikutnya Andra mendapat kerlingan penuh
Setelah Brifing pagi, Rena kembali kemejanya dan bersiap untuk melakukan pelayanan.seperti hari-hari sebelumnya, Rena berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan membahagiakan kedua orang tua juga adik-adiknya.Hanya keluarganya yang ada dipikiran Rena, tidak pernah muluk keinginan gadis itu, melihat senyum dan wajah bahagia keluarganya sudah sangat membuat Rena bahagia.Rena tidak pernah membayangkan menikah sebelum semua cita-cita itu terkabul.Maka dari itu, dia akan mengajukan syarat agar masih tetap bisa bekerja setelah menikah kontrak. Setelah kontrak itu selesai selama 5 Tahun, setidaknya ia masih mempunyai pekerjaan karena uang lima Milyar kompensasi yang Andra berikan, bagaikan air yang akan habis begitu saja.Pagi itu Rena masih bisa termenung di mejanyac karena keadaan cukup sepi, nasabah baru datang beberapa orang itu pun hanya melakukan setoran ke Teller.Tangannya mulai mengaduk isi tas, mengecek alat komunikasi berbentuk pipih yang sedari tadi bergeta