Setelah melewati banyak drama keluarga beberapa minggu silam, akhirnya hari ini tepat dimana Kaila akan melangsungkan sebuah pernikahan. Pernikahan yang tidak diharapkan sama sekali oleh Kaila.
Semua orang saat ini sedang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, termasuk Kaila sendiri sedang sibuk bertukar chat dengan Nasya. Kaila mengutarakan isi hatinya yang sedih karena dijodohkan dengan paksa. Kaila merasa miris mengetahui kalau Nasya tidak bisa hadir diacara yang bersejarah ini. Acara yang akan Kaila ingat seumur hidupnya. Kaila memaklumi balasan Nasya yang mengatakan tidak bisa libur bekerja, tapi Kaila yakin itu ulah Hendrik Wiraguna, papanya.
Selesai dimake up akhirnya Kaila disuruh turun ke bawah untuk melaksanakan acara prosesi pernikahannya. Jujur saja hati Kaila saat ini gugup juga degdegan, Kaila membayangkan kalau ia akan dinikahkan dengan bandot tua. Saat sedang berkhayal dengan pikirannya tiba-tiba Rania datang.
“Kai, ngelamun aja. Cepetan turun acara udah mau di mulai.”
“Mah, yang nikah gantiin Mamah aja ya,” rengek Kaila manja seperti biasa.
“Hust ngaco kamu kalau ngomong. Ayo cepetan itu mempelai laki-lakinya udah nunggu loh,” Rania menarik lengan Kaila yang masih ogah-ogahan turun ke ballroom.
“Iya tunggu Mah, ini gaunnya panjang banget sih!” gerutu Kaila saat kesusahan akan berjalan.
“Namanya juga gaun pengantin ya harus panjang juga wow dong. Gimana sih kamu.”
“Ih kenapa nggak pakai baju sepak bola aja sih, kan gampang jalannya,” gerutu Kaila makin kesal karena merasa disiksa memakai baju yang menurutnya ribet.
“Hiss ngawur aja kamu, udah nggak usah banyak ngomel. Sini Mamah bantu pegang.
Akhirnya dengan sabar Rania memegangi gaun belakang Kaila, namun namanya juga kaila disuruh berjalan anggun saja susahnya minta ampun. Sering kali Rania menegur bahkan mencubit lengan Kaila untuk menjadi anggun sehari saja tapi faktanya tidak bisa. Tetap saja Kaila berjalan seperti dikejar depcoletor.
“Kai, yang anggun dong jalannya. Jangan kaya preman pasar gitu.” Rania geram melihat putri bungsunya yang tidak bisa anggun sedikitpun.
Kaila tak merespon, justru ia dengan sengaja menenteng high hellnya saat berjalan. Rania yang melihat hanya mendesah pasrah. Namun dengan tegas Rania memerintah Kaila untuk memakai hellnya kembali saat sudah di depan pintu Ballroom, dimana sebuah pernikahan digelar sangat mewah dan mewah.
Keluarga besar Azekiel tidak main-main saat memilih tempat untuk melangsungkan pernikahan keturunannya itu. Mereka memilih di Ritz Carlton, bahkan sekaligus menyewa beberapa kamar untuk anggota keluarganya. Kamar untuk pengantin pun sudah mereka siapkan dengan sedemikian rupa.
Mata kaila melotot saat melihat mempelai laki-laki, apa Kaila tidak salah lihat saat ini? Kalau mempelai laki-lakinya bakalan setampan ini sih, Kaila juga rela jika dinikahkan sejak masih SD. Kaila tersenyum dan terkikik sendiri saat membayangkan dirinya dan laki-laki yang sedang memakai tuxedo biru dongker itu, Kaila memandang dengan senyuman kagum. Mata laki-laki itu begitu tajam seperti tatapan burung elang, hidungnya mancung, rahangnya begitu kokoh juga tegas, bibirnya merah seperti cheri, dan badannya sangat atletis. Kaila membayangkan itu semua dalam pikiran nakalnya, tak terasa Rania menegur yang membuat Kaila berjenggit kaget.
“Kai, masuk. Kenapa jadi melongo di depan pintu sih,” gerutu Rania yang melihat anaknya dikit-dikit melamun. Rania khawatir kalau anaknya akan kesambet jika kebanyakan melamun.
Dengan segera Kaila menormalkan pikirannya agar bisa berfikir jernih juga bersih. Kaila melangkah masuk dan semua tatapan pengunjung melihat penampilan Kaila yang seperti cinderella saat ini. Dengan perasaan gugup Kaila mencoba tersenyum melihat para tamu undangan yang momotret dirinya yang berjalan ke arah mempelai laki-laki.
Tangan Kaila gemetar saat akan menyambut uluran tangan suaminya itu, Kaila tak menyangka diusianya yang masih sangat muda begini ia sudah menggelar predikat ISTRI.
Saat ini posisi Kaila sudah di samping laki-laki yang menyandang sebagai suaminya itu. Sesekali mata genit Kaila mencuri-curi pandang menatap suaminya. Yang membuat Kaila gugup adalah tangan Kaila masih dipegang begitu erat.
Buset dah ini tangan gede amat ya, aduh nggak bisa membayangkan sama aset-aset yang lainnya. Lagi-lagi Kaila asik berfantasi sendiri dengan pikirannya.
“Ehem,” deham Melviano.
Kaila langsung berposisi tegap bagai prajurit yang akan melaksanakan upacara itu.
Saat ini Kaila tak berani menatap bahkan menengok ke arah suaminya itu.
Gila gila gila gila jantung gue mau copot woy. Rutuk Kaila dalam hatinya.
Mereka berdua saat ini sibuk menyalami para tamu undangan yang katanya berjumlah sepuluh ribu orang itu. Lagi-lagi Kaila menghela napasnya karena tamu yang hadir tak henti-henti. Rasanya saat ini kaki Kaila akan copot berdiri lama menggunakan high hell seperti ini.
Kaila sudah berdiri dengan sempoyongan, namun tangan kekar milik Melviano dengan sigap langsung memegangi pinggulnya.
“Kau ini berdiri saja tidak becus!” bisik Melviano tepat di telinga Kaila.
Mendengar ucapan Melviano barusan membuat Kaila terkesiap, wah gila aja ganteng-genteng mulutnya pedas seperti bon cabe.
“Memangnya lu nggak lihat kalau gue pakai hell begini,” jawab Kaila dengan sengit.
“Jaga bicaramu, bicaranya yang sopan.” Bisik Melviano yang langsung kembali tersenyum kepada tamu yang menyalaminya.
“Untuk apa? Suka-suka gue lah.”
“Terserah!”
Akhirnya mempelai laki-laki dan perempuan pun diberi jeda istirahat, sebab acara pernikahannya dibagi dua season. Untuk season pertama siang sampai sore dan season kedua malam sampai selesai.
Saat ini baik Melviano dan Kaila sedang di dalam lift, mereka sama-sama diam tak ada yang berani bertegur sapa. Hingga lift sudah berada di lantai tertinggi hotel Ritz Carlton, keluarga Melviano sengaja menyiapkan kamar khusus pengantin di lantai tertinggi atau biasa di sebut penthouse room. Sedangkan keluarga dan kerabat di lantai sepuluh.
Melviano berjalan begitu saja saat melihat Kaila kesusahan dengan gaunnya itu. Karena Melviano tidak suka cewek berisik seperti Kaila.
“Woi,” panggil Kaila saat akan berjalan susah.
Melviano tetap berjalan menuju kamarnya.
Merasa tak dipedulikan akhirnya Kaila melepas high heels dan melemparkan ke arah Melviano.
Pletak....
“Awww,” ringis Melviano saat hellnya mengenai punggungnya itu. Untung punggung yang kena, kalau kepala bisa kena gegar otak nantinya.
Kaila menutup mulutnya dengan kedua tangan, ia tak menyangka bakalan kena punggung Melviano padahal Kaila melepar asal-asalan saja.
“Kau,” geram Melviano sambil menatap tajam ke arah Kaila.
“Maaf nggak sengaja,” ucap Kaila sambil tersenyum tanpa dosa.
Dengan langkah lebar Melviano berjalan kearah Kaila, dengan cepat ia menggotong Kaila dengan mudah.
Merasa digotong seperti karung beras membuat aliran darah Kaila seperti terkumpul di kepala.
“Woy gila banget lu gotong, turunin gue,” rengek Kaila saat kepalanya pusing menatap ke bawah.
Melviano tak menghiraukan ocehan dan protesan Kaila, ia tetap berjalan dengan tegap seperti tidak membawa apapun. Menurut Melviano tubuh Kaila itu bagaikan kapas.
Saat sudah memasuki kamar hotelnya, Melviano langsung membanting tubuh Kaila diatas kasur. Melviano memandang Kaila dengan tatapan tajam juga seringaian yang tak bisa diartikan.
Merasakan dibanting dengan kejam, punggung Kaila merasa senut-senut. Tapi yang buat Kaila takut adalah tatapan Melviano yang seperti akan memangsa umpannya. Membayangkan itu membuat Kaila merinding.
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer