Setelah tadi menghabiskan waktu berbelanja bermacam-macam model lingerie. Akhirnya sekarang Kaila sudah berada di kamar hotel. Kaila menatap satu persatu model lingerie yang Debi pilihkan untuk dirinya.
"Sinting!" Komentar Kaila saat menatap model lingerie yang menurutnya itu seperti saringan tahu.
Kaila mengembuskan napasnya pasrah. Ia heran kenapa bisa memiliki teman seancur Debi.
Saat sedang melamun, tiba-tiba pintu kamar hotel terbuka menampilkan Melviano yang berpakaian sangat-sangat cool.
Melviano memakai kaus putih polos yang sangat pas ditubuhnya. Sehingga otot-otot lengannya terpampang sangat sempurna.
"Habis dari mana?" tanya Kaila berbasa-basi untuk mengurangi rasa gugupnya itu.
"Makan."
"Kok nggak nungguin gue, sih!" protes Kaila.
"Bisa tidak jangan memakai kata gue-gue segala. Bisa gunakan aku-kamu, 'kan?"
"Emang kenapa?" tanya Kaila heran.
"Kurang suka dengarnya dan terlihat kurang sopan."
" Tapi ini di Jakarta. Dan lo-gue itu bahasa gaul anak Jakarta," jawab Kaila tak terima.
"Tapi sebentar lagi kamu nggak akan hidup di Jakarta. Jadi biasa, 'kan belajar dari sekarang?" titah Melviano dengan tegas.
Mendapat teguran seperti ini membuat mood Kaila buruk. Tips yang Debi berikan malas Kaila lakukan. Lagian untuk apa memancing kucing garong model Melviano seperti ini? Yang ada nanti makan hati. Jadi lebih baik Kaila mandi dan bergegas menuju restoran untuk makan. Tahu akan ditinggal makan seperti ini mending tadi Debi nawarin makan Kaila mau aja.
Melviano mengeryitkan kening ketika di atas ranjang terdapat banyak daleman wanita yang berserakan.
"Kamu habis belanja lingerie?" tanya Melviano menatap model lingerie yang sering digunakan teman bercintanya di California.
Kaila tak menyadari kalau lingerie yang dibelinya itu masih berserakan. Dengan gerakan cepat. Kaila memunguti dan memasukan ke dalam paperbag dengan asal-asalan. Yang penting tidak terlihat mata Melviano.
Kaila menatap tajam kearah Melviano yang masih tertawa. Entah apa yang ditertawakan, Kaila tidak mengerti.
"Kenapa kamu ketawa-ketawa?" tanya Kaila dengan sedikit sinis.
Melviano masih saja tertawa melihat bocah cilik seperti Kaila membeli pakaian dalam wanita dewasa. Rasanya tidak cocok. Membayangkan saja Melviano sudah geli sendiri.
"Kamu beli lingerie? Kamu tuh masih bocah belum pantas pakai begituan," ucap Melviano sambil terkekeh geli.
Kaila yang ditertawakan masih menatap tajam kearah Melviano. Rasanya tidak terima dianggap bocah oleh pria blasteran di depannya itu.
"Kenapa? Tidak terima? Aku itu berbicara sesuai fakta dan jujur. Kamu itu cocoknya masih pakai baju tidur yang motif kartun doraemon," ujar Melviano makin terkekeh.
Tidak terima dengan hinaan yang Melviano lontarkan membuat emosi Kaila bergejolak.
Kaila melemparkan paperbag berisi lingerie ke tubuh Melviano dengan kasar. Sehingga beberapa lingerie ada yang terjatuh.
Kaila langsung berlari keluar dan masa bodoh dengan panggilan Melviano yang memanggilnya.
Kaila menangis saat dirinya dihina secara verbal seperti itu. Kaila bingung dengan dirinya sendiri saat ini. Kenapa sekarang jadi gampang sekali sensitif. Apa Kaila hamil? Ah, tidak mungkin! Belum juga dicelupin masa udah hamil sih. Hamil darimana coba? Dikira Kaila amoeba bisa hamil sendiri.
Kaila saat ini sedang di restoran hotel Ritz Carlton. Ia lapar udah muter-muter mall ditambah dapat hinaan verbal tambah lapar perutnya.
Kaila memesan banyak menu, ia akan balas dendam kepada Melviano. Biarin saja nanti Melviano yang bayar. Biar tahu rasa dan bangkrut itu duit.
Pesanan datang dan Kaila langsung menyantap dengan rakus. Bodoh amat banyak yang melihat cara dia makan. Palingan mereka berpikir kalau Kaila hanya orang sinting yang kelaparan. Hey! Ingat orang sinting nggak akan bisa masuk ke hotel dan restoran paling mewah di Jakarta.
Merasa kenyang dan nggak sanggup untuk menghabiskan sisanya. Kaila merasa perutnya sakit. Ia akan berjalan menuju kamar hotel. Tapi, Kaila bingung ia sudah tidak memegang uang saat ini. Bagaimana cara ngomong kalau suaminya berada di dalam hotel ini dan dia yang membayar?
Kaila mulai berjalan menuju kasir dan mencoba negoisasi dengan kasir agar bisa paham dan mengerti soal kondisinya.
"Permisi, Kak," ujar Kaila mencoba menyapa sambil tersenyum kikuk.
"Iya Ibu ada yang bisa saya bantu?" ujar Kasir itu dengan ramah. Jelas ramah, kalau servis kurang bisa langsung pecat detik ini juga.
"Emm .... begini, Kak, dompet saya ketinggalan di kamar hotel ini. Dan saya bingung mau mengambilnya," ujar Kaila takut-takut. Semoga saja itu kasir percaya.
Kasir itu mengeryitkan dahi bingung, namun tetap tersenyum ramah di depan Kaila.
"Atas nama siapa Ibu menginap di hotel ini?" tanya kasir itu ramah.
"Melviano. Emmm .... Bapak Melviano." Kaila rada belibet mengucap 'kan nama suaminya itu.
"Tunggu sebentar. yah, Ibu, kami akan menyambungkan ke pihak resepsionis hotel terlebih dahulu untuk memastikan nama yang Ibu katakan barusan," ujar Kasir itu lembut juga ramah.
Kaila mengangguk paham. Kaila melihat Kasir itu sedang menunggu saluran teleponnya tersambung. Kaila menunggu cemas saat Kasir itu berbicara sangat pelan. Kaila yakin itu pegawai makannya permen yuppi yang lembut kenyal itu. Suaranya bisa lembut bener ya.
"Kami sudah menghubungi pihak resepsionis hotel dan mengecek data dengan nama yang Ibu katakan. Tapi, maaf sekali nama yang baru saja Ibu katakan sudah cek out lima menit yang lalu." Kasir itu menyampaikan dengan ramah tamah dan senyum manis.
"APA?!" ujar Kaila terkejut.
"Tapi nggak mungkin, Kak, masa aku ditinggal sendirian, sih! Suami kurang ajar! Tahu begini aku nyesel nikah. Awas saja kalau ketemu bakalan aku cium, eh jotos!" dumel Kaila yang tak sadar ada seseorang yang sudah mendengarkan segala bentuk ocehannya itu.
"Berapa semuanya?" tanya orang dibelakang Kaila.
Kaila menengok dan terpekik kaget saat mendapati Melviano sudah berada dibelakangnya.
Kaila merasa malu sudah mengumpati Melviano barusan. Apa Melviano dengar? Kaila merasa ketar-ketir sendiri.
"Kak, kok nggak bilang sih ada dia disini," bisik Kaila pelan terhadap Kasir yang hanya membalas dengan senyuman.
"Totalnya tiga juta Pak," jawab Kasir itu ramah.
Melviano menyerahkan debit cardnya untuk membayarkan semua makanan istri kecilnya itu.
Setelah selesai proses pembayaran. Dengan cepat Melviano berjalan keluar dan menyeret Kaila hingga terseok-seok untuk mengimbangi langkak kaki Melviano yang lebar itu.
"Jalannya jangan cepat-cepat." Protes Kaila.
"Kamu saja yang lelet!" balas Melviano tak mau kalah.
"Kita sudah cek out?" tanya Kaila melihat kalau Melviano menyeret ke arah depan hotel.
"Ya."
Melviano berdiri di lobby hotel sambil menunggu mobilnya datang.
Tak lama petugas valet parkir datang membawa 'kan mobil milik Melviano berhenti tepat depan lobby.
Tanpa basa-basi Melviano menerima kunci dan memberikan uang tip kepada petugas parkir. Hitung-hitung buat jajan es.
Saat ini Melviano sedang fokus menyetir. Tatapan matanya terus menatap ke depan tanpa mau menengok ke arah Kaila.
Kaila merasakan kalau dirinya diacuhkan seperti kambing congek.
"Mel. Kita mau kemana?" tanya Kaila mencoba membuka suara.
Melviano tak merespon ucapan Kaila. Ia masih saja fokus menyetir ke depan. Melviano masih sedikit kaku menyetir mobil dengan sebelah kanan. Kalian tahu sendiri mobil luar negeri itu setirnya sebelah kiri.
"Mel ... jawab dong. Jangan diam aja begitu."
Melviano melirik kearah Kaila dengan sinis.
"Bicara yang benar!" hardik Melviano tegas.
"Loh udah benar kok," sanggah Kaila tak terima.
"Sebut nama yang benar," koreksi Melviano.
"Oh ... lah itukan udah benar. Nama kamu iya Melviano disingkat jadi Mel," ucap Kaila masih bisa tersenyum. Ia tidak tahu sudah membuat macan tersinggung.
"Tapi nanti orang kira nama aku MelMel atau Meli ..., jadi sebut yang benar."
"Ribet banget sih!" gerutu Kaila. "Tinggal nama doang rempong!" sungut Kaila dan beralih menatap luar jendela.
Melihat itu membuat Melviano menghela napas kesal. Bagaimanapun ia harus ekstra sabar buat menghadapi istrinya yang unik bin ajaib ini.
Tak terasa perjalanan mereka sampai di Pondok Labu. Kaila merasa senang akhirnya ia bisa tidur di kamar kesayangannya itu. Tapi ..., kamar dan ranjang Kaila itu sempit. Mana cukup buat berdua? Cukup sih berdua. Tapi, iya dempet-dempetan nanti. Tidak bisa! Nanti bakalan suruh Melviano tidur di lantai saja. Hahahaha.
Setelah mendengar kabar bahagia dari sang istri. Kini Melviano memutuskan untuk tak jadi berangkat ke kantor. Ia memilih untuk menemani sang istri di mansion. Menghabiskan bersama dengan keluarga kecil mereka.Matheo pun sudah terbangun dari tidurnya, kini mereka bertiga memutuskan untuk menghabiskan untuk berenang bersama. Melviano benar-benar sangat bahagia sekali. Apalagi ini kehamilan Kaila kedua, kehamilan yang tak meliputi permasalahan di dalamnya. Benar-benar kehamilan yang Melviano sambut suka cita sejak awal. Meski Matheo pun sama, tapi kehamilan Matheo penuh dengan ujian dan cobaan yang begitu berat. Bahkan jika mengingatnya saja Melviano rasanya malu bahkan ikut nyesak.“Dadadadada,” oceh Matheo.“Mamat, ciluk ba,” seru Kaila yang mengajak Matheo bermain.Melviano sendiri mengajarkan Matheo berenang meski masih dipegangi dirinya. Momen kecil seperti ini sangat membuat hati Melviano sangat senang. Ternyata bahagia i
Pagi-pagi sekali Kaila sengaja sudah bangun terlebih dulu. Ia sangat penasaran dengan sikap suaminya itu. Apalagi kata orang tuh, ada suami yang ngidam jika istrinya hamil. Kaila ingin memastikan kata orang.Kaila menunggu hasilnya saat ini. Untung saja kemarin ia sudah membeli tespack di apotek. Apalagi ia juga sudah tidak mendapatkan tamu hampir dua bulan. Kaila merasa wajar jika tamu bulanannya tak lancar. Apalagi sehabis melahirkan sering terjadi seperti itu.“Huft,” Kaila menghela napasnya. Ia mengangkat tespack dengan matanya yang terpejam. Perlahan-lahan Kaila membuka matanya dan mengintip hasil pada Tespack tersebut.“Garis satu,” ujar Kaila sedikit rasa kecewa. Dengan cepat matanya terbuka lebar hingga menatap dengan jelas dua garis merah yang tertera pada tes kehamilan. Mulut Kaila menganga dengan lebar. Ia tak menyangka. Kaila menepuk-nepuk pipinya sendiri.“Gila, ini seriusan?” tanya Kaila bermonolog.
Melviano kini sedang meeting dengan klien yang sangat penting. Ia merasa tak nyaman dengan perutnya. Perasaan ia belum makan apa-apa pagi ini, ia hanya minum teh mint saja tadi.Selesai dengan pertemuan meeting, Melviano segera berjalan cepat menuju ke arah toilet yang berada di kantor dari klien yang baru saja ia temui.“Lho, Tuan.”Melviano melambaikan tangan agar Mike setop bertanya. Ia langsung memuntahkan semua yang mengganjal perutnya. Rasanya tak enak sekali.“Tuan.” Mike tetap saja masuk ke toilet, ia melihat bosnya seperti orang kurang sehat. Apalagi wajah Melviano sangatlah pucat sekali.“Tidak apa-apa, sepertinya saya akan langsung pulang. Kau bisa kembali ke kantor sendirian kan?”“Bisa, tapi seriusan kalau Tuan tidak masalah jika pulang sendirian? Atau saya bantu sampai mansion baru saya kembali ke kantor?”“Tidak usah, sepertinya saya kelelahan akibat pesta ulang tahu
DUA BULAN KEMUDIAN.Hari ini tepat ulang tahun seorang Matheo Demonte Azekiel yang satu tahun. Matheo pun saat ini sudah bisa berjalan dengan lancar. Matheo juga sudah bisa memanggil Mommy juga Daddy meski kata-kata lainnya masih sedikit tidak jelas.“Happy birtday, Matheo,” ucap Mom Margaret yang tengah mengucapkan sekaligus membawa sebuah kado mobil-mobilan yang menggunakan aki.“Thank you, Oma,” kata Kaila mengajarkan Matheo agar bisa selalu mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang memberikan sesuatu kepadanya.“Selamat ulang tahun, Matheo. Semoga kelak menjadi pribadi yang baik jangan seperti Daddymu. Jangan lupakan Aunty, oke?” Mikaila menaik turunkan alisnya di depan Matheo.“Apa-apaan sih, aku sudah tobat.” Melviano merasa tak terima jika masa lalunya yang kelam diungkit kembali. Bukan kelam sih, lebih tepatnya bangsul lah.“Happy birtday keponakan uncle, nanti ki
Setelah melakukan hompimpa gambreng ternyata nasib naas jatuh kepada Addison. Kini seorang Addison tengah menahan rasa tak sedap pada hidungnya. Apalagi ia sekarang sendirian di toilet untuk membersihkan bocah bayi ini.“Kalau saja tidak ingat dengan Daddymu yang laknat itu sudah aku jeburkan kau,” gerutu Addison. Addison terpaksa menatap tangan mulusnya menjadi korban. Sedangkan Matheo hanya tersenyam senyum saja tanpa merasa bersalah dan berdosa sedikitpun.“Akhirnya selesai juga, huuuuftt.”Addison membawa Matheo kembali ke ruangan Melviano. Ia melihat dua sahabatnya yang sama-sama sok sibuk. Ia langsung melangkahkan kakinya sambil mendengkus kesal.“Dam, sekarang kau pakaikan Matheo pampers, bajuku basah.”“Kau itu sekalian mandi atau bagaimana sih?” tanya Melviano menatap penampilan Addison yang cukup mengenaskan.“Ck, sudahlah. Ini semua juga ulah anakmu. Kau yang menanam benih aku
Cafe Katulistiwa, Los Angeles."Hahahha, nggak menyangka sekarang kau sudah suami takut istri," ledek Addison yang sangat tertawa ngakak sekaligus seperti mengejek."Shit, bukan seperti itu. Tapi kalian tahu lah kalau tidak dituruti pasti Kaila selalu mengancam tidak akan menjatahku.""Sewa jalang saja, susah banget."Damian langsung menimpiling kepala Addison, sebab sahabat satunya ini jika berbicara sangat asal-asalan. Tapi ada betulnya juga sih mulut lemes Addison.Melviano menggeleng kuat. "Tidak akan.""Kenapa?" tanya Addison menyeruput kopinya."Aku sudah melihat perjuangan dia saat melahirkan Matheo. Itu sangat luar biasa sekali, lagipula aku sudah berjanji pada diriku untuk menua bersama Kaila. Meski sering bikin darah tinggi juga sih.""Hahaha, kau maklum saja lah. Istrimu kan manusia langka. Jadi begitu kelakuan dia, pasti lain dari pada wanita lainnya.""Hmmm."Kini semuanya langsung menyeruput kopi mer