"Bagi mahasiswa yang belum membayar uang kuliah untuk semester ini, terancam tidak bisa mengikuti ujian."
Kata-kata itu selalu terngiang di telinga Roy, saat ia menghadap ke salah satu ruangan di lingkungan kampusnya. Kepala Roy berdenyut sambil berjalan linglung keluar dari ruangan tersebut, otaknya berpikir keras dari mana harus mendapatkan uang dengan cepat supaya bisa segera membayar uang semester sebagai syarat untuk bisa mengikuti ujian. "Apakah aku harus pinjam uang lagi sama Mella? Ihh, malu. Yang kemarin aja belum aku bayar," Roy nyengir sendiri sambil tetap melangkah menyusuri trotoar jalan pulang ke tempat kostnya. Roy teringat pada sang kekasih, Amella Elvara yang berasal dari keluarga mampu. Roy sering minta bantuan dengan meminjam uang sampai kiriman dari orang tuanya di kampung tiba, namun kali ini Roy tidak berani untuk meminjam lagi, karena yang ia pinjam pada Amella beberapa hari yang lalu belum di kembalikan karena kiriman dari orang tuanya belum kunjung tiba. "Jangan sungkan, aku akan selalu ada buat kamu. Yang penting kita bisa sama-sama wisuda nanti, awas aja kalau kamu sempat putus kuliah karena alasan biaya! Ingat janji kamu, Roy. Kamu sudah berjanji untuk mendampingiku untuk meneruskan bisnis Papa," Kata-kata Amella selalu di ingat Roy, sehingga ia bertekad akan menyelesaikan kuliahnya walaupun dengan segala keterbatasannya. "Gak mungkin aku terus-terusan mengandalkan kamu, Mel. Aku harus mencari pekerjaan sampingan, tapi harus kerja apa?" Sambil berjalan linglung, Roy membatin. Memang, setiap kiriman uang dari orang tuanya terlambat datang, Amella selalu memberikan pinjaman pada Roy. Terkadang Amella tidak menerima kembalian dari Roy jika uang yang di pinjam dalam jumlah kecil. "Simpan saja, mana tau nanti kamu kepepet lagi," Begitu ucapan Amella waktu itu. Hal tersebut semakin membuat Roy merasa tidak enak hati pada sang kekasih. Dalam lamunannya sembari menyusuri trotoar jalan, Roy memutar otak, berpikir untuk bekerja di luar jam kuliah untuk membantu meringankan beban orang tuanya di kampung yang hanya seorang petani. Jika terus-terusan mengandalkan kiriman dari kampung, atau terus-terusan mengandalkan Amella, bisa-bisa Roy tidak dapat mengikuti ujian. "Duukk!" "Sreett!" "Jalan itu jangan melamun, untung saja yang kamu tabrak itu saya. Coba kalau mobil yang sedang melaju, bisa game over kamu!" Roy melongo memandangi seorang wanita cantik yang melotot ke arahnya, setelah tanpa sengaja Roy menabraknya karena melamun sambil berjalan di trotoar. "Ma, maaf Tante. Saya tidak sengaja," jawab Roy tergagap ketika menyadari telah menabrak wanita tersebut tanpa sengaja. "Lagian Tante sih, berdiri di tengah trotoar. Ya, ketabrak dong," imbuh Roy lagi membela diri ketika wanita cantik tersebut menatap wajahnya lekat. Wanita cantik tersebut tidak menjawab ucapan Roy, ia malah memandangi Roy dari ujung kepala sampai ujung kaki. Terang saja Roy jadi gugup. "Kamu masih kuliah?" tanya wanita tersebut setelah menatap Roy ketika melihat di tangan Roy tergenggam beberapa buah buku tebal dan sebuah tas ransel tergantung di punggung Roy. "Iya, Tante. Di kampus itu," jawab Roy sambil berbalik menunjuk kampus yang baru beberapa puluh meter ia tinggalkan. "Tante ngapain berdiri di sini? Trotoar ini untuk pejalan kaki lho, nanti ketabrak lagi," tanya Roy balik, menatap wanita cantik yang masih berdiri di depannya. Terlihat rok mini yang ia kenakan bergerak tertiup angin dari kendaraan yang melintas di jalanan, Roy mengalihkan pandangannya, tak ingin tertangkap basah karena mencuri pandang ke bagian bawah tubuh wanita tersebut. Wanita cantik tersebut malah tersenyum, ketika pandangan mata Roy tertuju pada paha mulusnya yang sedikit tersingkap ketika rok mininya tertiup angin. Sebagai pria dewasa tentunya Roy tidak bisa membohongi pikirannya sendiri. "Mm, itu. Mobil saya bocor, saya tidak bisa ganti ban. Sedangkan saya tidak melihat ada bengkel terdekat dari sini. Kamu bisa bantu saya gak? Atau panggilkan orang bengkel gitu," jawab wanita tersebut sambil menoleh menatap sebuah mobil mungil berwarna merah yang terparkir di badan jalan, tak jauh dari mereka berdiri. "Boleh, Tante. Punya ban serap kan?" jawab Roy sambil mengalihkan pandangan ke arah mobil milik wanita tersebut. "Ada sih, tapi itu dia, saya gak bisa buka rodanya," ujar wanita tersebut sembari melangkah mendekati mobilnya, dan Roy mengikutinya dari belakang. "Itu ban serapnya, dan itu kunci roda dan peralatan lainnya," ujar wanita cantik tersebut sambil menundukkan badannya ketika membuka kabin belakang mobilnya. Dada Roy berdegup ketika melihat dua bukit kembar yang putih mulus seakan ingin menyembul keluar ketika wanita tersebut membungkuk. Roy meneguk ludah, ketika dua benda kenyal tersebut bergoyang seperti hendak jatuh saat wanita cantik tersebut berusaha menggeser ban serap yang terdapat dalam kabin mobilnya. "Kamu bisa kan?" ujar wanita tersebut tiba-tiba menoleh pada Roy setelah bersusah payah mencoba untuk mengeluarkan ban serap dari dalam kabin mobil, namun tidak berhasil karena roda mobil tersebut terlalu berat baginya. "Bi, bisa Tante," jawab Roy kembali tergagap sambil buru-buru mengalihkan pandangannya. Namun terlambat, karena wanita cantik tersebut terlanjur mengetahui saat bukit kembar putih mulus kebanggaannya di jilati pandangan nakal Roy. "Ya, sudah. Tolong ya," ujar wanita tersebut pura-pura tidak mengetahui pandangan nakal Roy. Ia mundur ketika Roy mengambil roda yang masih tersimpan dalam kabin mobil, wanita tersebut tersenyum di belakang Roy. Dengan cekatan Roy meletakkan dongkrak di bawah mobil agar posisi roda bisa terangkat dari aspal, dengan merunduk ke bawah kolong mobil. "Apa yang harus saya bantu, bilang aja," ujar wanita cantik tersebut sambil berjongkok di hadapan Roy yang masih merunduk di bawah kolong mobil memasang dongkrak. Ketika Roy menoleh, biji matanya seakan ingin loncat keluar dari cangkangnya. Betapa tidak, dari jarak beberapa jengkal saja di depan wajahnya terpampang pemandangan yang membuat jakun Roy turun naik, air ludahnya seakan ingin meleleh ketika sepasang paha putih mulus dengan gundukan kecil padat terjepit di antaranya terbungkus celana dalam berwarna pink. "Kamu nikmati aja ini dulu, nanti saya kasih yang sebenarnya," bisik wanita cantik tersebut tersenyum dalam hati sambil merenggangkan kedua paha mulusnya berjongkok di hadapan Roy di belakang mobil. Semetara Roy yang masih merunduk di bawah kolong mobil memasang dongkrak makin tak karuan. Tenggorokannya terasa kering ketika hendak menelan ludah ketika menyaksikan pemandangan indah di antara kedua paha putih mulus wanita cantik tersebut yang dengan sengaja mempertontonkan pada Roy. Tak ingin tersiksa lebih lama, Roy tidak membutuhkan waktu lama untuk mengganti roda mobil dengan yang baru. "Uhh, ternyata kamu lebih mempesona ketika sedang berkeringat begitu," bisik wanita cantik tersebut dalam hati ketika memandangi wajah Roy yang berkeringat. "Sudah, Tante. Sekarang Tante sudah bisa melanjutkan perjalanan," ujar Roy sambil menyusup keringatnya setelah mengganti roda mobil. "Terimakasih. Emm, sekarang kamu mau kemana?" jawab wanita cantik tersebut menatap Roy yang menyusup keringat di keningnya. "Mau pulang, Tante," jawab Roy singkat. "Yuk, saya antar. Sekalian ke arah sana kan?" ujar wanita tersebut sembari menoleh ke ujung jalan yang akan di lewati Roy. "Yuk, ahh," ajak wanita itu lagi ketika Roy masih ragu. Namun akhirnya Roy mengikuti wanita yang baru ia kenal tersebut masuk mobil. Wanita cantik tersebut tersenyum duduk di balik kemudi mobil sembari menoleh pada Roy yang duduk di sebelahnya. Mobil melaju di jalanan berbaur dengan kendaraan lain, namun Roy melihat mobil yang di kendarai wanita cantik yang duduk di balik kemudi di sampingnya tidak menempuh jalan yang mengarah pada tempat kostnya, justru mobil mengarah ke jalan lain. Bersambung ..."Kemana aja sih, Mas? Aku takut ditinggal sendirian di sini lama-lama." Sembari bergelayut manja di lengan Roy, Arumi bertanya. Tatapan matanya terlihat sayu, wajah pucat, namun Arumi memaksakan bibirnya untuk tersenyum ketika Roy datang menemuinya di kamar penginapan setelah beberapa hari ditinggalkan."Kerja, kamu gak papa?" jawab Roy, ia menanyakan keadaan Arumi yang terlihat pucat. Tatapan sayu Arumi membuat Roy merasa iba."Aku gak papa, Mas. Cuma sering merasa mual dan pusing," jawab Arumi, usapan lembut jemari Roy di wajahnya membuat air mata Arumi seketika menetes."Aku kira kamu tidak akan datang lagi menemuiku," ujarnya sambil menangis.Diantara kegundahan hati, Roy menuntun Arumi duduk di ranjang dalam kamar penginapan."Mana mungkin itu aku lakukan setelah kamu korbankan yang paling berharga dalam hidupmu untukku. Aku akan membawamu ke Dokter, kamu harus menjalani pemeriksaan Dokter," ujar Roy, sembari menyusup air mata Arumi.Arumi menengadah menatap Roy yang berdiri di d
"Apa sih? Aku masih di kampus!" Roy menjawab panggilan Sandra dengan nada ketus, setelah beberapa kali panggilan tak terjawab dari Tante muda tersebut."Iss! Aku cuma mau bilang malam ini aku belum pulang ke rumah, suamiku masih banyak urusan dengan klien bisnisnya. Dan aku harus menemaninya," jawab Sandra dari ujung sambungan."Huufff! Selamat!""Apaaaa?!""Eh, anu! Itu teman aku kepeleset, hampir jatuh," jawab Roy tergagap, ia bernapas lega ketika mengetahui bahwa Sandra masih menemani suaminya. Namun tanpa ia sadari suaranya masih didengar oleh Sandra, karena panggilan ponsel masih tersambung. Roy meralat ucapannya, tentunya dengan berbohong."Ya, dah. Dari kampus, langsung pulang! Awas aja kalau kelayapan, simpan energimu buat aku setelah suamiku balik ke negaranya. Aku gak pernah puas, baru beberapa menit dia sudah semaput," ujar Sandra sebelum mengakhiri percakapan dengan Roy. Belum sempat tawa Roy berhenti, sambungan ponsel sudah diputus Sandra. Roy tertawa ngakak mendengar su
"Gak papa, Mas. Kamu akan bertanggungjawab kan? Sekiranya nanti aku hamil?"Kata yang diucapkan Arumi selalu terngiang di telinga Roy, gadis belia tersebut melepas kepergian Roy dengan berlinang air mata, saat Roy meminta Arumi tetap menunggunya di penginapan, sebelum Roy pergi.Roy hanya duduk melamun di ruangan kelas kampus, saat seluruh mahasiswa bergegas keluar ruangan, kejar-kejaran dengan waktu istrahat yang hanya beberapa menit. Kantin adalah tempat yang akan dituju oleh para mahasiswa untuk menunda rasa lapar yang sudah melilit di perut."Hhhh, apa yang harus aku lakukan jika ternyata Arumi benar-benar hamil? Oh, tidak. Itu tidak akan aku lakukan," bisik Roy sembari mengusap wajahnya dengan kasar.Dari helaan napas, Roy terlihat begitu frustasi. Perkenalan singkat dengan Arumi membawa bencana bagi hubungannya dengan Amella, jika Arumi benar-benar hamil setelah dengan tanpa sadar Roy telah merenggut kesuciannya.Pernah terlintas dalam pikiran Roy untuk menggugurkan jika Arumi h
"Kucing sakit aja masih doyan ikan! Kau lebih parah dari kucing sakit, masa cewek cantik begini dianggurin! Sikat!" Bisikan Iblis akhirnya membuat pertahanan Roy ambruk.Sekuat-kuatnya Roy bertahan untuk tidak menodai Arumi, karena ia sudah berjanji untuk melindungi gadis belia tersebut. Namun sebagai laki-laki normal, Roy tidak kuasa menolak bisikan Iblis, terlebih Arumi tidak melepaskan pelukannya di tubuh Roy, saat mereka berdua mencoba untuk memejamkan mata dalam kamar penginapan."Masss! Ohhh," Arumi mendesah, mendongakkan kepalanya. Saat ciuman Roy berpindah dari bibir, turun ke leher jenjangnya. Di bawah tindihan tubuh Roy yang kekar, Arumi menggeliat meresapi setiap inci leher jenjangnya di cium Roy dengan beringas."Masss! Akhhh!" Kembali Arumi menjerit kecil, setelah seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya di lepas Roy satu persatu. Tubuh polos Arumi bergetar hebat, gundukan daging kenyal di dadanya diremas Roy. Bukan hanya diremas, tonjolan kecil kecoklatan pada gundukan k
"Usia kamu berapa?""Sembilan belas tahun.""Kita pulang sekarang, bukan tempat kamu di sini!"Roy menggamit tangan Arumi, membawa gadis belia tersebut keluar dari tempat hiburan malam. Arumi sempat berontak kecil, namun karena Roy mencekal pergelangan tangannya, Arumi mau tak mau menurut.Dengan tergesa-gesa Roy keluar dari tempat yang seharusnya Arumi tidak berada di sana. Arumi bungkam, sesekali langkah kakinya terseok mengikuti langkah kaki Roy."Aku gak mau pulang!" Begitu tiba di luar, Arumi menghempaskan cekalan tangan Roy di pergelangan tangannya."Mendingan kamu pulang! Sekolah yang bener! Itu bukan tempat yang baik untuk kamu, alih-alih mencari kenyamanan sendiri, kamu malah bisa jadi santapan om-om genit. Dan akhirnya kamu sendiri yang celaka, harusnya kamu bersyukur ketemu sama aku. Kalau tidak, perut kamu akan membuncit dalam beberapa bulan kedepan, paham!" Roy menatap Arumi sangat dekat, sembari bicara keras."Aku memang bajingan! Tapi tidak akan memakan orang yang sehar
Perselingkuhan hanya akan menimbulkan satu kebohongan pada kebohongan berikutnya, begitupun yang terjadi antara Roy dan Amella. Alasan sebagai supir pribadi pada Amella, padahal Roy tinggal satu atap dengan Sandra yang berstatus masih istri seorang pengusaha asal luar negeri.Karena hanya menuruti tuntutan segepok dan sejengkal di bawah perut, Roy dan Sandra tega mengkhianati orang-orang yang mencintai dengan tulus. Roy butuh uang, sedangkan Sandra butuh kehangatan seorang pria.Roy punya ketangguhan di atas ranjang, yang sudah lama didambakan oleh Sandra, karena selalu hidup dalam kesepian. Sang suami yang warga negara asing, hanya kembali menemui Sandra setelah berbulan-bulan.Sandra memiliki segala kemewahan yang diberikan oleh sang suami, selain memiliki segala kemewahan, Sandra juga berparas cantik. Roy membutuhkan semua yang ada pada Sandra, uang dan kecantikan yang dimiliki Sandra membuat Roy melupakan Amella yang jauh memiliki segalanya.Amella pewaris tunggal perusahaan milik