Baru dua langkah Arnold berbalik.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, pakai ilmu apa? Dengan dandanan tempo dulu kayak begini bisa membuat dia kesengsem! Bayangkan... saat dia menemukan bahwa kau adalah Alana Drew, hmm dia akan memberikan bulan dan bintang untukmu, cuma matahari yang nggak." Samantha tertawa, memang sangat menghibur ngobrol dengan Arnold. "Gimana kalau aku maksa minta matahari?" "Dia harus berusaha keras membelinya dari Pak Mochtar Riady." Tawa Samantha kembali terdengar, dia tidak mengira maksud Arnold adalah Matahari Departemen Store, dasar! "Cukup!" kali ini bukan hanya suaranya saja yang terdengar menyela akan tetapi Chase tiba-tiba sudah ada disamping Arnold, langsung menggandeng dan membawa Samantha pergi. Arnold maklum pasti Chase sedang merasa panas hatinya. Hmmm....menarik, sangat menarik. Arnold tidak sabar menunggu saat Chase tahu tentang sosok istri pura-puranyaChase membuka matanya. Dia mendengar suara Samantha memanggilnya... halusinasi atau alam bawah sadarnya? Chase mengusap wajahnya ketika dia menangkap gerakan di sudut meja...di sanalah istrinya berada, meringkuk. Chase menghampiri istrinya dalam tujuh langkah panjang lalu segera berada disamping istrinya, merengkuh dan memeluk Samantha erat-erat. Terlalu erat malah. "Kenapa duduk di lantai?" Samantha menggeleng, malah balik bertanya. "Ada masalah apa?" "Masalah?" Chase memegang bahu Samantha dan sedikit menjauhkan tubuh istrinya. "Iya, ada masalah apa sampai tadi begitu gelisah?" Ujar Samantha lirih. Chase menatap istrinya, melihat sekeliling dan kini dia bisa melihat keadaan dapur minimalis yang suite sediakan yang kini porak poranda. 'kenapa aku baru sadar sekarang?' batin Chase. "Tidak ada masalah di kantor," jawab Chase, 'hanya saja aku tidak bisa menemukan istri ku!' lanjut Chase dalam hati saja. "Oh tadi kayak gelisah sekali." Chase kini tahu, Samantha
Untunglah kalimat Samantha tercetus saat Chase hampir berhasil mencapai proyek 12 jam-nya, jadi dia merasa lega bahwa dia pria dewasa yang tidak dikendalikan juniornya. Bukan pria dangkal yang bereaksi seperti remaja puber, walau pun frekwensi percintaan mereka yang di awal begitu sering seharusnya normal karena dalam masa bulan madu, akan tetapi ini bulan madu yang terlambat, mereka telah menikah lewat dari enam bulan jadi seharusnya tidak SEPANAS ini. SO HOTT!Chase mengakhiri perdebatannya sendiri sebelum dia mulai resah. 'aih sudahlah bisa-bisa dia mengulang kejadian yang sama, berdialog dengan juniornya, padahal junior itu hanya pelaksana bukan pemutus.' Chase segera mencium pelipis Samantha lalu pamit untuk video call dengan kantor, ada kejadian penting yang harus diputuskannya. "Sweetheart, aku hanya akan meeting online satu jam saja, jadi kau boleh melakukan apapun yang kau suka, tapi ingat hanya satu jam saja!" Samantha mengangguk sambil menggigit bibirnya, kebiasaan s
Chase kembali melihat akal sehatnya mulai berjalan pergi meninggalkannya. "Bayangkan anak-anak kita bermain pasir, pasti mereka senang luar biasa." Mendengar kalimat Samantha seketika Chase berbalik, itu kesalahannya yang pertama dan yang paling fatal karena begitu tidak lagi terhimpit tubuhnya maka selimut Samantha perlahan jatuh menyeret semua niat dan janji 12 jam-nya. Chase hanya terdiam lalu mengangkat Samantha dan membawanya kembali ke dalam suite. "Sayang...my hubby, lapar." "Sama." "Makan dulu." "Oke." "Makanannya di luar." "Iya." "Apaan sih, Sayang?" "Hm." "Lagi mabok?" "No." "Mr Chase Navarell, aku perintahkan kau terbangun dari tidurmu!" Samantha berusaha bersenda gurau melihat Chase yang tidak seperti biasanya, bucinnya tetap tapi yang lainnya nggak seperti Chase. "Jangan menyesal karena terlanjur membangunkan aku," bisik Chase sambil merebahkan tubuh Samantha dan menindihnya. Sam
Chase melihat wajah keheranan istrinya berubah , kini senyum lembut menghiasi wajahnya. "Thank you sudah menyiapkan semuanya sendiri." "Apapun akan kulakukan untuk istriku tercinta," Jawab Chase sambil sambil berjuang mengendalikan hormonnya yang melonjak-lonjak menuntut pelepasan sejak tangan lembut Samantha menangkupnya.Ada perasaan hangat yang seperti cairan panas menyebar di perutnya, menciptakan dengungan pelan di punggung bawahnya seolah mencari jalan pintas untuk ledakan hebat. Chase merasa waktunya sudah dekat. Cepat cepat Chase merebahkan Samantha lalu menutup tubuh indah itu dengan tubuhnya. Samantha bergerak samar, makin mendekatkan tubuhnya hingga Chase terbakar hebat. "Sayang, aku akan memuaskan mu, memuaskanmu hingga kamu akan ber teriak sekencang-kejangnya, bersiaplah Sweetheart, bersiaplah." Dalam satu dorongan kuat Chase menekan, masuk dan seketika mereka berdua mengerang keras. Chase bergerak lebih kuat sambil me
"Dua hari lagi kita seharusnya pulang dan menjalani aktivitas kita," gumam Chase sambil menerawang ke laut lepas. Yah mereka sedang berada di pantai berjalan sambil bergandengan tangan. "Dua hari lagi kita harus pulang dan menjalankan aktivitas kita," jawab Samantha . Chase memikirkan jawaban balasan dari istrinya. "bukan seharusnya?" Samantha menggeleng."Aku mencium adanya penawaran terselubung yang sebentar lagi akan kau usulkan, Sayang." "Aku hanya mengusulkan ini demi kepraktisan saja, senyampang kita masih berada di sini, kenapa nggak sekalian sampai akhir Minggu kita di sini? Lalu kita kembali ke aktivitas kita sehari-hari yang pastinya menyita waktu kita berdua, jadi pikirkan betul-betul betapa berharganya waktu yang kita miliki saat ini!""Aku sih nggak keberatan..." "Hanya saja?" Samantha tersenyum, nampaknya Chase sudah sangat mengenal istrinya sehingga dia tahu sang wanita yang murah hati gampang sekali menyetujui se
Tengah malam Chase terbangun. Dia berusaha mencari alasan kenapa sampai tidurnya terganggu. Seharusnya dia telah sampai di tahap yang sangat membahagiakan, hanya tinggal selangkah lagi saat dia bisa membuat istrinya mencintainya sebesar cintanya pada Samantha, maka lengkaplah kebahagiaannya. Dia bisa melanjutkan hidup, menikmati perjalanan panjang bersama Samantha dan Tristan, dua orang yang dia cinta dan mungkin akan bertambah dengan anak-anak mereka yang lain. Dia akan menjaga istri dan anaknya, melindungi mereka, menjaga mereka tetap aman dan nyaman! Ya, itu poin pentingnya kenapa dia belum bisa memejamkan mata, karena alam bawah sadarnya tahu masih ada beberapa hal yang harus dia bereskan. Perlahan Chase meninggalkan tempat tidur lalu mengambil ponselnya dan menjauh. Chase keluar ke balkon, dia tidak menghiraukan udara dingin yang langsung menyergapnya karena konsentrasinya adalah menghubungi wakilnya, Salim dan manajer Samantha, Arnold. "