Begitu sampai di mobil Chase pasang badan melindungi Samantha dari si pemburu berita, sambil membantu Samantha yang bergerak lebih lambat karena ada Tristan dalam gendongannya.
Begitu Samantha telah duduk, Chase berputar dengan cepat kemudian masuk ke sisi pengemudi. Dalam hati Chase bergumam seandainya saja dia tadi menggunakan salah satu sopirnya, dan membawa pengawalnya pasti sekarang dia bisa duduk menemani Samantha, duduk bertiga di belakang, dia tidak membawa mereka semua karena dia masih belum yakin dengan reaksi Samantha. "Sebenarnya kau mau mengajak kami ke mana?" Chase hanya memandang jalanan di hadapannya. "Bahasamu harus dirubah, bukan lagi 'kami' seharusnya 'kita' coba ulang." Chase menunggu balasan Samantha, dia sangat menikmati lidah tajam Samantha yang sedari awal sudah dengan berani mencaci maki dirinya. Selama ini tidak ada satupun orang-orang di sekitarnya yang berani melawan titahnya apa'rumah impian.'Samantha sampai tidak bisa menahan seringai di wajahnya melihat keseluruhan ruangan yang begitu pas di hatinya. Dalam hati Samantha berkata bahwa inilah rumah impiannya, akan tetapi dia berusaha menahan bibirnya agar tidak menyuarakannya karena dia takut dikira berusaha mengambil hati si pemilik rumah.Samantha berkeliling kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke sebuah sofa tunggal yang terlihat sangat empuk."Hmmm nyaman sekali." Samantha hanya sekilas melirik Chase yang sedang menelepon. "Aku bisa tertidur nyenyak hanya dengan berada di ruangan ini," gumam Samantha."Kau belum melihat ruangan lainnya." Sanggah Chase, yang ternyata mendengar gumaman Samantha, ada rasa bangga yang tersirat dalam kalimatnya."Pasti serupa, menjanjikan kenyamanan."Kali ini Samantha merasakan de javu saat melihat ruang keluarga. Ada sofa lebar yang panjang melingkar berhadapan dengan TV besar yang ditanam di dinding, karbet tebal yang terham
"Kok nggak dibuka bajunya?" Samantha terbebas dari keharusan menjawab ketika pintu rumah terbuka lalu nampaklah dari jauh sang kakek yang berjalan dengan seringai bahagia di wajahnya. Samantha menunggu dengan Tristan dalam gendongannya untuk menyamarkan bajunya yang basah. "Siang, Kek," sapa Samantha dengan ramah. Kakek mengangguk lalu memeluk Samantha sekaligus Tristan, setelahnya kakek menggendong Tristan dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Samantha yang ikut senang tidak sadar bahwa bajunya yang basah kembali mencetak payudaranya yang indah.Tristan yang tadinya diam mendadak tertawa saat tubuhnya diangkat tinggi. Sepanjang interaksi mereka Chase hanya diam mengamati sampai akhirnya sang kakek melihat Chase masih dengan Tristan dalam pelukannya. "Jangan menyalahkan ku jika aku ingin melihat cicitku." "Darimana Kakek tahu bisa menemukan kami di sini?" "Kau tahu kalau kakekmu sudah punya kemauan siapa yang bisa menghalangi?" Suara pria
Suasana begitu hening. "Bukankah pertanyaan itu lebih tepat untuk cucu Kakek? Bisakah dia hidup bersamaku, kami bertolak belakang dalam segala hal. Bagai bumi dan langit. Mungkin kalau tidak ada Tristan kami tidak mungkin bersama walau aku wanita terakhir yang tersedia."Chase terkejut karena yang Samantha katakan adalah kalimat yang Chase lemparkan diawal pertemuan. Chase berharap seandainya saat ini mereka hanya berdua saja. 'memangnya kalau kalian hanya berdua apa yang akan kau lakukan? Meminta maaf? Penguasa arogan meminta maaf pada seorang wanita? Impossible!' suara hatinya mengejek Chase, membuat Chase makin masygul, seandainya saat itu dia menjaga mulutnya..."Mata tuaku ini telah berkali kali melihat cucuku tak bisa menjauhkan tangan dan bibirnya darimu, jadi pertanyaan itu bukan untuk dia, tetap kau yang harus jawab, bisakah kau mentoleransi masa lalunya?""Kalian membahasku seolah aku ini barang." Gerutuan Chase disambut tepuk tangan Salim.
Selesai menelepon Samantha, Chase langsung menelepon Salim."Bos?""Kau suruh orang kita berjaga di luar rumah Samantha, jaga dengan super ketat mulai sekarang! Jangan sampai dia keluar tanpa pengawalan!" Chase tahu pasti Salim berpikir itu untuk melindungi Samantha, padahal kenyataannya itu untuk melindungi Chase!Chase merasa takut jika Samantha tidak datang ke pernikahan mereka besok, bukan karena takut warisan perusahaan di ambil, atau alasan yang lain, tapi sesungguhnyalah Chase mulai merasa hatinya terlibat!"Bos, ini masih Samantha yang kemarin Bos suruh pergi?" "Kepo lu, Lim! Mana laporan kekasih Samantha?""Tidak ada!""Tidak ada? Nggak mungkin!" tukas Chase yang tidak percaya dengan hasil pencarian anak buahnya."Kenapa nggak mungkin? Mungkin saja Bos! Intinya posisi saat ini laporan dari pencarian masa lalu Samantha adalah tidak punya pacar, tapi ini belum 100% jadi fix-nya Bos tunggu dulu.""Oke, besok jangan terlambat." "Siap, aku mulai merasa ini bukan pernikahan pura
"Selama ini tak seorangpun berhasil menaklukkan hati Chase, tak seorang pun! Biasa mereka hanya kekasih temporary, Chase tidak pernah bersusah payah untuk mereka, kenapa yang seorang ini beda? Brengsek!" Leda mengumpat-umpat sambil berjalan kesana kemari. Cepat cepat Leda pun menelepon toko bunga untuk menanyakan detailnya. Mereka pasti mau menjawab pertanyaan Leda, karena selama ini Leda lah yang selalu memesan bunga ke mereka. “Halo selamat pagi, ada yang bisa kami bantu?” tanya pegawai toko.“Halo, saya Leda sekretaris Mr Chase Navarell. Apa Mr Chase Navarell sudah memesan sebuah buket bunga?” tanya Leda tanpa basa-basi.“Mr Navarell? Tunggu sebentar saya cek dulu ya, Bu.”“Ya, saya baru saja menerima laporan pembayaran buket bunga yang cukup mahal. Karena bukan saya yang memesannya langsung, jadi saya ingin tahu buket bunga apa yang dipesan Bos saya hingga harganya tidak seperti biasanya,” jelas Leda berharap penjaga toko itu mau menjelaskan semuanya pada
"Siapa yang mengambil? Kenapa kalian berani berikan ke orang lain tanpa perintah saya?" “Oh yaa, emmm...sebentar saya cek dahulu, Tuan.”jawab penjaga toko itu dan membuka catatannya dengan tangan gemetar.Chase melihat tangan pelayan yang gemetar, tapi dia tidak punya banyak waktu tersisa. "Saya tidak punya banyak waktu, cepat kalian rangkai sama persis dengan yang saya pesan tadi." "Tuan, tapi saya masih harus memeriksa letak kesalahannya di mana.""Tidak bisa, saya harus segera menjemput calon istri saya!""Tapi Tuan.." "Kalian bikin cepat! Saya akan bayar semuanya!"Selagi Chase meneriakkan perintah ponselnya berdering. "Chase, jadi menikah hari ini?" Ledekan terdengar dalam pertanyaan Salim."Sebentar, aku sudah dalam perjalanan, ini sedikit terhambat karena ada kekeliruan, tunggu sebentar." Chase meletakkan ponselnya ke dalam saku. Tadinya dia tidak sabar dengan kekeliruan yang dibuat oleh pihak penjaga toko bunga, aka
Samantha!Chase ingin menjitak kepalanya sendiri, tentu saja ada kemiripan antara wanita yang sedang berdiri di hadapannya dengan Samantha. 'pasti ini ibu Samantha.'Ia melihat sosok wanita yang lemah lembut namun tegas. Terlihat jelas dari tatapannya yang tetap tenang menunggu Chase mendekat. Chase cukup kaget karena tak pernah terpikirkan akan bertemu langsung dengan kedua orang tua Samantha. Orangtua yang peduli dan sayang pada putrinya, kalau tidak...mana mungkin mereka meluangkan waktu mengarungi samudra untuk mendampingi putri yang hanya akan menikah pura-pura demi untuk mendapatkan kepastian siapa ayah dari cucu mereka.Chase merasa harus hati-hati sebelum dia mendengar cerita Samantha.Chase pun berkenalan dengan Ibunda Samantha. “Selamat pagi Bu,” sapa Chase dan menjulurkan kedua tangannya dengan sopan."Chase Navarell?" tanya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu sambil menerima uluran tangan Chase. Chase merasa sorot
Chase berusaha menepis rasa penasaran di hatinya.“Maaf, saya permisi ke kamar kecil." ucap Chase sesopan mungkin.“Oh ya, silahkan." Baru saja Ibunda Samantha akan menunjukkan arah tapi diurungkannya karena melihat Chase telah berjalan menjauh. Chase pun segera berlalu dan menuju ke kamar mandi. Chase tidak tahu bahwa kedua orang tua Samantha terkejut melihat Chase berjalan menuju ke kamar mandi yang jika belum pernah tahu pasti tidak bisa menemukan karena letaknya yang tersembunyi. "Dia sudah pernah ke sini!" gumam ayah Samantha.Senyum manis tersungging di bibirnya. "Pria berkarakter kuat,” katanya lagi. "Aku yakin anak kita baik-baik saja, dia pasti akan berusaha membantu mencari dan menemukan ayah Tristan." Kembali si ayah berkata. Si ibu hanya menganggukkan kepala.Teringat bagaimana mereka jauh-jauh terbang dari Indonesia untuk melihat pernikahan Samantha, walau Samantha menolak karena ini bukanlah pernikahan sungguhan tapi kedua o
"Dokter Dom, saya ke rumah sakit karena ternyata panasnya hanya turun sedikit dokter." "Baik, saya tunggu kebetulan saya baru saja visite pasien.""Saya sudah di rumah sakit dokter, di unit gawat darurat." Dokter Dominic maklum kalau ternyata Alana Drew dan putranya sudah di rumah sakit, orang bingung bisa begitu walaupun tadi ngomongnya 'saya ke rumah sakit' ternyata sudah di rumah sakit, ibu-ibu yang kebingungan malah semakin membuat Dominic respect karena itu salah satu tanda mereka sangat care, mencemaskan orang yang mereka kasihi, itu tanda sayang bukan!"Mrs Navarell tunggu disana, saya akan menuju ke unit gawat darurat." "Baik terimakasih dokter." Sambil berjalan dr Dominic membayangkan keributan yang akan terjadi di unit gawat darurat jika mereka tahu siapa yang sedang berada di sana. Begitu membuka pintu penghubung ke unit gawat darurat tahulah Dominic bahwa apa yang dibayangkannya tidak terjadi karena ternyata Alana Drew mengenakan kacamat
Alana Drew! Penyanyi favoritnya!Dokter Dominic berusaha melegakan tenggorokannya sebelum menjawab pertanyaan Samantha. "Benar, ada yang bisa saya bantu Ms Alana Drew?" Samantha tidak terkejut mendengar panggilan itu karena dia tahu wajahnya yang tanpa penyamaran pasti langsung dikenali di manapun dia berada."Aku harap kau merahasiakan keberadaan ku disini," pinta Samantha."Jangan kuatir, apa yang bisa saya bantu?""Anak saya merengek dan gelisah sejak bangun." "Baiklah, saya akan periksa, mungkin bisa dibaringkan dahulu? Siapa namanya?" "Tristan, dokter." Samantha segera membaringkan Tristan yang seketika menangis dengan keras ketika merasa kehilangan pelukan ibunya."Wow, wow...keras sekali anak Mommy menangis, anak hebat...mari kita lihat apa yang salah ya." Dengan lembut dan sambil berbicara dokter Dominic melakukan pemeriksaan menyeluruh dan kondisi Tristan yang menangis tidak menjadi halangan, terlihat bahwa sang dokt
Tidak adanya penolakan dari Samantha membuat gairah Chase naik secepat kilat, 'tubuh' nya membengkak sempurna. Chase makin menekankan tubuhnya, memeluk istrinya erat-erat seakan bisa meredakan gairahnya. "Sayang, masih ada yang ingin kau katakan?" tanya Chase, sejenak melepaskan ciumannya. Samantha menggeleng. "Aku dimaafkan?" Samantha kembali menggeleng. Chase terkejut. "Kita sama-sama salah, Chase. Tidak ada yang perlu dimaafkan." "Kita mulai awal yang baru ya, Sayang. Tanpa perjanjian! Selamanya kau adalah Mrs Navarell!" Kembali Chase melanjutkan cumbu rayu yang sempat terhenti. Chase selalu tahu bahwa istrinya bisa begitu cepat menaikkan gairah dan hasratnya. Akan tetapi hari ini sangat luar biasa hebat. Chase menurunkan tangannya dan meremas bokong Samantha, lalu menekan tubuh Samantha makin rapat dengan gerakan yang begitu sensual, hingga terdengar
Sepanjang hari irama Chase melambat, dia menghitung sisa waktu sampai ke pukul 12 malam, saat perjanjian berakhir."Bos, ada tawaran besar dari klien kita, line satu." "Bereskan." Chase langsung memberikan instruksi lisan kepada wakilnya. "Bro, nggak nanya sebesar apa?" "Bereskan, Lim." "Oke." Kembali Chase melihat dokumen di hadapannya, akan tetapi fokusnya sudah bercabang. Dia merencanakan untuk memberi perhatian dan waktu sepenuhnya bagi Samantha saat mereka telah bertemu dan menemukan kata sepakat nanti. Giliran Chase yang menelepon Salim. "Lim, kemari." Hanya selang sesaat Salim sudah mengetuk pintu ruangan Chase. "Gitu lah, Bro! Top! Apapun yang terjadi bisnis is number one! Aku sambungkan langsung dengan klien kita, ok?" Chase langsung mengangkat wajahnya. "Kau belum bereskan?" Giliran Salim yang bingung."Sudah, tapi nggak tuntas karena dia minta bertemu langsung dengan decision maker." "Kan aku udah kasih kamu wewenang khusus, Lim. Kamu tinggal bilang kan kalau
Chase bersama Salim sedang menghadiri gala dinner dari perusahaan rekanan yang cukup besar yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang lima. Chase mengupayakan datang karena mereka telah mengirim undangan sudah lama sekali. Mereka sedang duduk di meja undangan VVIP ketika sang pembawa acara mulai membuka rangkaian acara."Salim, kenapa acara baru dimulai?" Gumam Chase heran. Salim yang mendengar kalimat Chase hanya diam saja, memang Chase tidak tahu karena undangan Salim yang pegang. "Kau akan terhibur malam ini, duduk santai sajalah, Bos." "Tiga puluh menit lagi aku akan pergi.""Lhaaa, belum juga pegang tangan dengan Mr Ramji." "Kau saja yang tinggal, bilang mendadak aku ada urusan penting." Chase berusaha menahan diri, sebenarnya jangankan tiga puluh menit lagi, sebenarnya tadi Chase enggan untuk datang. Sejak Samantha pergi, hari hari hidupnya hanya dihabiskan dikantor, sendiri dengan dokumen, dikelilingi dinding-dinding kantor yang membisu, menghitung detik demi de
Bianca menatap wajah jelita sahabatnya yang sedang memandang dengan tanda tanya besar di matanya. Melihat temannya hanya diam saja, Bianca berinisiatif untuk mengorek isi hati Samantha. "Gimana pendapatmu setelah mendengar ceritaku?" Nampak Samantha menggigit bibirnya."Mungkin apa yang dilakukannya terdorong oleh tanggung jawab yang besar terhadap Tristan." "Wrong answer, pilih jawaban lain." Nampak Samantha sedang berpikir mencari jawaban lain. "Mungkin dia takut kakeknya marah?""Kau yang lebih mengenalnya, menurutmu dia takut?" Samantha menggeleng. "Kalau kau lihat wajahnya kau akan tahu seberapa dalam kesedihannya, itu yang mendorong dia melintasi samudra secepatnya." Samantha tidak menjawab, tapi anehnya kondisinya sudah jauh lebih baik dibanding saat Bianca datang."Kalau kau tanya apa yang memicu kesedihannya, hanya kalian berdua yang bisa jawab? Urusan ranjang terpanas? Gaya terheboh? Atau_""Bi, memangnya besok kamu nggak ada shooting film?" Samantha memotong untuk
"Kenapa? Apa Tristan sakit?" tanya Chase mengingat kebiasaan Samantha yang sangat cemas saat Tristan sakit. "Tristan sehat," jawab Arnold. "Istriku..apakah dia baik-baik saja?" Arnold tidak menjawab, dia memandang Chase dengan tajam."Tadinya tidak, tapi sekarang dia sudah baik-baik saja, aku katakan padanya di bumi ada berjuta-juta pria yang mau mati bagi dia."Chase maju dan langsung mengangkat kerah leher Arnold. "Samantha istriku, selamanya dia istriku!" "Kalau itu yang ada di benakmu, seharusnya yang keluar dari mulutmu bukan hal yang menyakitkan hatinya." Chase menggertakkan giginya menahan rasa marah, bukan kepada Arnold, lebih kepada diri sendiri karena kalimat Arnold seketika mengingatkan dia akan kebodohannya menyuruh Samantha pulang! "Kalian apa-apaan sih?" teriakan Bianca membuyarkan lamunan Chase.Segera Chase melepaskan cengkeramannya lalu berlalu meninggalkan kedua sahabat Samantha, dia berjalan dengan posisi bahu turu
Dokumen? Chase ngeri mendengar kalimat Bianca. Seketika Chase mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi Samantha. Chase memandang layar, dia sangat gelisah. Dia ingin sekali mendengar suara istrinya. 'Pleaseeee Sam! Please angkat, Sam.' Waktu terus berputar.... Detik demi detik terasa sangat lama hingga akhirnya telepon diangkat. Ada yang berdesir di dada Chase saat menunggu suara lembut yang dirindukannya. Chase senang sekaligus sedih, banyak sekali yang ingin dia katakan namun lidahnya kelu. "Chase?" Chase sampai tidak bisa berkata-kata, lehernya tersumbat. Bahkan iya kesulitan untuk menelan salivanya, pikirannya tiba-tiba kosong seolah ada sesuatu yang membuatnya takut, sebuah kata yang tak ingin ia dengar keluar dari bibir Samantha. "Chase?" kembali Samantha bertanya. Chase menarik nafas sebelum menjawab pertanyaan istrinya. "Sayang....kamu di mana?" "Maaf aku sudah jauh, tapi kalau kamu mau mengirim dokumen perc_" "CUKUP, SAM! Tidak akan ada percera
"Mom?" "Hai, Sayang." Mereka saling berpelukan, lalu Chase mempersilahkan ibunya masuk, sebaliknya Chase turun dari teras menuju mobil ibunya. Chase membuka pintu..lKosong... Chase terdiam dalam posisi kepala tertunduk sambil memegang pintu dalam waktu yang cukup lama. Lalu dia berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di hadapan ibunya. Sambil menangkupkan kedua tangannya, Chase bertanya. "Samantha yang mengirim Mom ke sini?" Nampak raut keheranan di wajah ibunda Chase. "Mom, Samantha pasti marah karena kejadian kemarin, sampai dia mengirim Mom ke sini." Tidak terdengar jawaban apapun dari ibunya membuat Chase menegakkan badannya dan memandang ibundanya. "Betul kan, Mom?" Ibunda Chase menggelengkan kepala perlahan. Chase mengernyit melihat gelengan ibunya. "Istriku tidak pergi menemui, Mom?" tanya Chase dengan kecemasan yang kental mewarnai suaranya. Siapapun pasti bisa menangkap nada saya