Chase mencium Samantha dengan segenap gairah yang sudah di tahannya bahkan sejak sebelum mereka pergi.
Chase melepaskan bibirnya hanya untuk mengambil nafas lalu kembali melumat bibir Samantha!Sambil memeluk Tristan di tangan kirinya Chase mencium bibir Samantha dan menangkup leher Samantha untuk menjaganya tetap di tempatnya. Samantha berusaha menarik bibirnya, dia merasa sulit mempertahankan kemarahannya, akan tetapi sesungguhnya dia masih marah, masih tersinggung dan masih... Sedih! Samantha berusaha mempertahankan jarak, mengucapkan gumaman penolakan non verbal melalui sorot matanya dan melihat ke arah Chase seperti burung hantu yang sedang terpana.Chase tidak mengurangi serangannya hanya karena pandangan mata istrinya! Dia kembali melumat mulut Samantha yang sangat menggoda itu dengan intensitas sensual panas yang menyerangnya dan meruntuhkan setiap penghalang.Terkejut dan terperangah akibat ciuman penuh gairah tersebut membuat Samantha tak lagi biChase memeluk Samantha dengan sangat erat hingga tubuh mereka berdua tak menyisakan ruang sedikit pun. Chase langsung menekan bibir istrinya, melumat habis-habisan memantik api gairah yang sudah menyala langsung berkobar menjilat sisa-sisa pertahanan mereka. Segala kemarahan, kekesalan, rasa penasaran, rasa curiga, semuanya lenyap diganti hasrat yang membara. Chase menjulurkan lidahnya dengan lembut membelai lidah Samantha.Respon lembut yang ragu-ragu dari Samantha saat menyambut lidahnya membuat Chase teringat bahwa istrinya bukan wanita berpengalaman, istrinya hanya pernah bersama satu pria...hanya pernah bersamanya! Pemahaman yang membawa rasa hangat di hati Chase. Selama ini dia bukan pria egois yang mempermasalahkan keperawanan pasangannya bahkan Chase tidak pernah membahas masa lalu para kekasihnya, baginya tiap orang punya masa lalu dan dengan siapa mereka tidur sebelum bersamanya bukan masalah baginya, akan tetapi saat mendapati bahwa Samantha tidak pernah bersama siapa
Pagi ini, Chase sudah disibukkan dengan diskusi mengenai jadwalnya satu minggu penuh. Chase mencoba mencari celah agar dia masih punya waktu untuk pulang lebih cepat dari biasanya, kecenderungannya akhir-akhir ini adalah secepat mungkin bertemu dengan Samantha. Ia begitu serius dan mencoba untuk mencocokkan semua jadwal yang memadati acaranya dari pagi hingga malam.Chase sedang fokus mendengarkan sekretarisnya yang baru, yang sedang membaca jadwalnya.Pengganti Leda namanya Diana, wanita menikah yang hidup bahagia dengan suami dan anak-anaknya.Diana menguasai bahasa Inggris pasif aktif, dan bahasa cina aktif, sedikit di bawah Leda akan tetapi bagi Chase itu sepadan dengan ketenangan yang didapatnya.“Jadi, besok Anda akan ada rapat hingga jam dua belas siang dan lanjutan rapat proyek terbaru dengan cabang lain di sore hari.”“Bagaimana dengan hari Jumat? Apa sudah penuh juga?”“Ya, semuanya sudah sangat penuh bahkan sampai Sabtu pagi. Tapi sudah
Kembali Chase melihat layar kaca.Acara masih berlanjut makin heboh dengan bintang tamu tunggal Alana Drew. Banyak penonton yang bersorak gembira dan tidak sabar untuk menantikan penampilan khusus dari Alana Drew yang sudah sangat mereka tunggu-tunggu.Ratusan fans yang hadir di studio bahkan membawa banner dengan berbagai tulisan yang memuja Sang Diva. Beberapa histeris dan tak bisa menahan tangis saat kembali melihat Sang Diva yang akhirnya menunjukkan diri setelah cukup lama menghilang dari peredaran.Kecantikan Alana Drew hari itu pun nampak sangat luar biasa. Begitu mempesona dan membuat orang-orang di sana yang melihatnya tak bisa berpaling. Bagi mereka itu adalah hal yang sangat berharga untuk dilewatkan.Bahkan sang presenter, Dalthon , terlihat kesulitan untuk mengalihkan pandangannya dari wajah jelita Sang Diva. Chase mengamati bahasa tubuh Alana yang tenang.Dan lagi-lagi Chase merasa mengenal penyanyi itu, tapi lagi-lagi dia menemui jalan buntu, black hole. C
Chase melihat Alana mengedarkan pandangannya ke sekeliling studio lalu menatap kamera. "Sebenarnya hari ini janjinya hanya wawancara, gaes." Kembali penonton bertepuk tangan menyambut sapaan khas yang Alana lontarkan. “Ayolah, Alana semua sudah sangat menantikan suara merdumu. Tidakkah kau lihat wajah-wajah mereka, para penggemarmu yang dengan setia mengikuti mu kemana pun kau pergi? Suara indah yang hanya dimiliki oleh seorang Alana Drew.” Dalthon terus memohon. "Alana i loveee youuu." “Nyanyilah Alana!” “Kami menantikan suaramu!” “Jangan kecewakan kami!” Teriakan para penggemar yang terus bergantian meminta agar Alana bernyanyi membuat hati Alana luluh. “Oh ... apakah Anda merasa gugup?” tanya Dalthon lagi. Alana tertawa sambil mengangkat keningnya dengan jenaka mendengar pertanyaan sang presenter. “Bagaimana jika hanya sebait saja langsung reffrein lalu sele
Chase menutup teleponnya, kalau tadinya dia berkonsentrasi untuk melihat wawancara Alana Drew, maka kini dia sudah tidak lagi tertarik untuk melihat Alana Drew itu lagi atau acara apapun yang lain. Dia teringat besok hari Jumat, istrinya akan pergi seperti biasa, tapi kali ini Chase yang merasa tidak bisa melepaskan Samantha pergi seperti biasa! Chase merasa berattt membiarkan Samantha pergi. 'Gara-gara Salim bilang hari Jumat, tiba-tiba saja aku ingin mengosongkan jadwalku hari itu dan pergi menemani Samantha,' keluh Chase dengan wajah yang murung.Sebenarnya apa pekerjaan Samantha? “Apa tidak bisa dia pergi denganku? Atau menunda kepergiannya? Apa yang dia kerjakan? Haruskah aku menahannya?” gumamnya lagi dengan menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Wajahnya yang tampan menunjukkan rona kegelisahan....menjurus ke cemburu(?)Bukan cemburu dengan orang lain, rasa cemburunya kepada apapun yang berhasil membawa Samantha menjauh darinya setiap dua minggu sekali.C
"Chase, please jangan bercanda dong."Chase bisa melihat istrinya yang panik. "Katakan, aku benar-benar tidak mengerti!""Aku harus mindahin semua baju-bajumu yang ada di kamarku.""Karena?" "Karena Mommy dan Daddy kan tahu kita menikah pura-pura demi Tristan. Terus kalau lihat ada beberapa baju dan barang-barangmu di kamarku, nanti Mommy dan Daddy tahu kalau kita ... kalau kita ..." Samantha tidak mampu menyelesaikan kalimatnya, dia begitu malu mengatakan bahwa mereka bercinta. Tidak sekedar bercinta tapi bercinta setiap malam, setiap ada kesempatan. Chase meletakkan tumpukan bajunya di meja terdekat, lalu merengkuh Samantha masuk dalam pelukannya. Perasaan hangat langsung menyusup dan menyebar di dada Chase seketika saat dia memeluk Samantha, istri sederhananya yang membawa pengaruh jauh dari kata sederhana."Pernikahan kita ini sah, Sam. Yang pura-pura itu ALASAN kita menikah , tapi pernikahan kita asli! Sah!""Iya Chase, tapi kan Mo
Mereka semua terdiam, kali ini Chase menggenggam tangan Samantha dan tidak melepaskannya! Samantha pun membiarkan tangannya dalam genggaman suaminya. Dia tidak bisa menyatukan hati dan pikirannya yang saling bertentangan tapi nalurinya berkata dia bisa mengandalkan Chase. Nampak ibunda Chase menangkap interaksi tanpa kata diantara anak dan menantunya. Sambil pura-pura tidak tahu, ibunda Chase mengambil ponselnya seolah-olah sedang sibuk membaca pesan. "Kalau Chase udah kerja, Samantha ngapain aja?" tanya Ibunda Chase kemudian. Nampak Samantha menerawang. Ia sedikit bingung harus menjawab apa, melihat kebaikan hati kedua orang tua Chase, ingin rasanya menyudahi sandiwaranya, akan tetapi nggak semudah yang dibayangkan bukan, jadinya Samantha hanya bisa menghela nafas panjang lalu mulai menjawab. "Samantha biasanya menyelesaikan proyek Samantha, itu kalau lagi bener-bener moodnya dapet dan Tristan bisa ditinggal
Chase duduk di samping istrinya.Mereka berada dalam keadaan demikian cukup lama, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. "Chase_""Aku_" Bersamaan mereka membuka mulut lalu seketika sama-sama stop. Chase terpaku menatap wajah istrinya yang gelisah dan...tegang.Karena tidak tahu harus melakukan apa untuk menguraikan ketegangan istrinya, perlahan Chase melepas kacamata Samantha. "Kenapa tidak pakai softlens aja?" Chase menyarankan dengan lembut. Samantha berpikir ini saatnya mengaku tentang jati dirinya, selagi Chase membahas tentang softlens, hanya saja Samantha kebingungan mencari kata pembuka, bingung harus mulai dari mana...'ayo Sam, buruan bilang, sekarang! Sebelum keberanianmu hilang lenyap!' batin Samantha bergolak."Chase, ada yang mau aku katakan," kata Samantha ragu-ragu membuat Chase mengangkat satu keningnya."Katakan."Nampak ada tanda tanya besar dan secercah harapan di wajah Chase, mungkin dia sedang berharap istrinya tidak jadi pergi meninggalkannya.
Alana Drew! Penyanyi favoritnya!Dokter Dominic berusaha melegakan tenggorokannya sebelum menjawab pertanyaan Samantha. "Benar, ada yang bisa saya bantu Ms Alana Drew?" Samantha tidak terkejut mendengar panggilan itu karena dia tahu wajahnya yang tanpa penyamaran pasti langsung dikenali di manapun dia berada."Aku harap kau merahasiakan keberadaan ku disini," pinta Samantha."Jangan kuatir, apa yang bisa saya bantu?""Anak saya merengek dan gelisah sejak bangun." "Baiklah, saya akan periksa, mungkin bisa dibaringkan dahulu? Siapa namanya?" "Tristan, dokter." Samantha segera membaringkan Tristan yang seketika menangis dengan keras ketika merasa kehilangan pelukan ibunya."Wow, wow...keras sekali anak Mommy menangis, anak hebat...mari kita lihat apa yang salah ya." Dengan lembut dan sambil berbicara dokter Dominic melakukan pemeriksaan menyeluruh dan kondisi Tristan yang menangis tidak menjadi halangan, terlihat bahwa sang dokt
Tidak adanya penolakan dari Samantha membuat gairah Chase naik secepat kilat, 'tubuh' nya membengkak sempurna. Chase makin menekankan tubuhnya, memeluk istrinya erat-erat seakan bisa meredakan gairahnya. "Sayang, masih ada yang ingin kau katakan?" tanya Chase, sejenak melepaskan ciumannya. Samantha menggeleng. "Aku dimaafkan?" Samantha kembali menggeleng. Chase terkejut. "Kita sama-sama salah, Chase. Tidak ada yang perlu dimaafkan." "Kita mulai awal yang baru ya, Sayang. Tanpa perjanjian! Selamanya kau adalah Mrs Navarell!" Kembali Chase melanjutkan cumbu rayu yang sempat terhenti. Chase selalu tahu bahwa istrinya bisa begitu cepat menaikkan gairah dan hasratnya. Akan tetapi hari ini sangat luar biasa hebat. Chase menurunkan tangannya dan meremas bokong Samantha, lalu menekan tubuh Samantha makin rapat dengan gerakan yang begitu sensual, hingga terdengar
Sepanjang hari irama Chase melambat, dia menghitung sisa waktu sampai ke pukul 12 malam, saat perjanjian berakhir."Bos, ada tawaran besar dari klien kita, line satu." "Bereskan." Chase langsung memberikan instruksi lisan kepada wakilnya. "Bro, nggak nanya sebesar apa?" "Bereskan, Lim." "Oke." Kembali Chase melihat dokumen di hadapannya, akan tetapi fokusnya sudah bercabang. Dia merencanakan untuk memberi perhatian dan waktu sepenuhnya bagi Samantha saat mereka telah bertemu dan menemukan kata sepakat nanti. Giliran Chase yang menelepon Salim. "Lim, kemari." Hanya selang sesaat Salim sudah mengetuk pintu ruangan Chase. "Gitu lah, Bro! Top! Apapun yang terjadi bisnis is number one! Aku sambungkan langsung dengan klien kita, ok?" Chase langsung mengangkat wajahnya. "Kau belum bereskan?" Giliran Salim yang bingung."Sudah, tapi nggak tuntas karena dia minta bertemu langsung dengan decision maker." "Kan aku udah kasih kamu wewenang khusus, Lim. Kamu tinggal bilang kan kalau
Chase bersama Salim sedang menghadiri gala dinner dari perusahaan rekanan yang cukup besar yang diselenggarakan di sebuah hotel berbintang lima. Chase mengupayakan datang karena mereka telah mengirim undangan sudah lama sekali. Mereka sedang duduk di meja undangan VVIP ketika sang pembawa acara mulai membuka rangkaian acara."Salim, kenapa acara baru dimulai?" Gumam Chase heran. Salim yang mendengar kalimat Chase hanya diam saja, memang Chase tidak tahu karena undangan Salim yang pegang. "Kau akan terhibur malam ini, duduk santai sajalah, Bos." "Tiga puluh menit lagi aku akan pergi.""Lhaaa, belum juga pegang tangan dengan Mr Ramji." "Kau saja yang tinggal, bilang mendadak aku ada urusan penting." Chase berusaha menahan diri, sebenarnya jangankan tiga puluh menit lagi, sebenarnya tadi Chase enggan untuk datang. Sejak Samantha pergi, hari hari hidupnya hanya dihabiskan dikantor, sendiri dengan dokumen, dikelilingi dinding-dinding kantor yang membisu, menghitung detik demi de
Bianca menatap wajah jelita sahabatnya yang sedang memandang dengan tanda tanya besar di matanya. Melihat temannya hanya diam saja, Bianca berinisiatif untuk mengorek isi hati Samantha. "Gimana pendapatmu setelah mendengar ceritaku?" Nampak Samantha menggigit bibirnya."Mungkin apa yang dilakukannya terdorong oleh tanggung jawab yang besar terhadap Tristan." "Wrong answer, pilih jawaban lain." Nampak Samantha sedang berpikir mencari jawaban lain. "Mungkin dia takut kakeknya marah?""Kau yang lebih mengenalnya, menurutmu dia takut?" Samantha menggeleng. "Kalau kau lihat wajahnya kau akan tahu seberapa dalam kesedihannya, itu yang mendorong dia melintasi samudra secepatnya." Samantha tidak menjawab, tapi anehnya kondisinya sudah jauh lebih baik dibanding saat Bianca datang."Kalau kau tanya apa yang memicu kesedihannya, hanya kalian berdua yang bisa jawab? Urusan ranjang terpanas? Gaya terheboh? Atau_""Bi, memangnya besok kamu nggak ada shooting film?" Samantha memotong untuk
"Kenapa? Apa Tristan sakit?" tanya Chase mengingat kebiasaan Samantha yang sangat cemas saat Tristan sakit. "Tristan sehat," jawab Arnold. "Istriku..apakah dia baik-baik saja?" Arnold tidak menjawab, dia memandang Chase dengan tajam."Tadinya tidak, tapi sekarang dia sudah baik-baik saja, aku katakan padanya di bumi ada berjuta-juta pria yang mau mati bagi dia."Chase maju dan langsung mengangkat kerah leher Arnold. "Samantha istriku, selamanya dia istriku!" "Kalau itu yang ada di benakmu, seharusnya yang keluar dari mulutmu bukan hal yang menyakitkan hatinya." Chase menggertakkan giginya menahan rasa marah, bukan kepada Arnold, lebih kepada diri sendiri karena kalimat Arnold seketika mengingatkan dia akan kebodohannya menyuruh Samantha pulang! "Kalian apa-apaan sih?" teriakan Bianca membuyarkan lamunan Chase.Segera Chase melepaskan cengkeramannya lalu berlalu meninggalkan kedua sahabat Samantha, dia berjalan dengan posisi bahu turu
Dokumen? Chase ngeri mendengar kalimat Bianca. Seketika Chase mengambil ponselnya lalu mencoba menghubungi Samantha. Chase memandang layar, dia sangat gelisah. Dia ingin sekali mendengar suara istrinya. 'Pleaseeee Sam! Please angkat, Sam.' Waktu terus berputar.... Detik demi detik terasa sangat lama hingga akhirnya telepon diangkat. Ada yang berdesir di dada Chase saat menunggu suara lembut yang dirindukannya. Chase senang sekaligus sedih, banyak sekali yang ingin dia katakan namun lidahnya kelu. "Chase?" Chase sampai tidak bisa berkata-kata, lehernya tersumbat. Bahkan iya kesulitan untuk menelan salivanya, pikirannya tiba-tiba kosong seolah ada sesuatu yang membuatnya takut, sebuah kata yang tak ingin ia dengar keluar dari bibir Samantha. "Chase?" kembali Samantha bertanya. Chase menarik nafas sebelum menjawab pertanyaan istrinya. "Sayang....kamu di mana?" "Maaf aku sudah jauh, tapi kalau kamu mau mengirim dokumen perc_" "CUKUP, SAM! Tidak akan ada percera
"Mom?" "Hai, Sayang." Mereka saling berpelukan, lalu Chase mempersilahkan ibunya masuk, sebaliknya Chase turun dari teras menuju mobil ibunya. Chase membuka pintu..lKosong... Chase terdiam dalam posisi kepala tertunduk sambil memegang pintu dalam waktu yang cukup lama. Lalu dia berbalik dan kembali masuk ke dalam rumah dan duduk di hadapan ibunya. Sambil menangkupkan kedua tangannya, Chase bertanya. "Samantha yang mengirim Mom ke sini?" Nampak raut keheranan di wajah ibunda Chase. "Mom, Samantha pasti marah karena kejadian kemarin, sampai dia mengirim Mom ke sini." Tidak terdengar jawaban apapun dari ibunya membuat Chase menegakkan badannya dan memandang ibundanya. "Betul kan, Mom?" Ibunda Chase menggelengkan kepala perlahan. Chase mengernyit melihat gelengan ibunya. "Istriku tidak pergi menemui, Mom?" tanya Chase dengan kecemasan yang kental mewarnai suaranya. Siapapun pasti bisa menangkap nada saya
Deg!Samantha kebingungan, nge-blank...'Aku yakin banget kan menuju rumah Mama, tadi aku punya alasan masuk akal, kenapa sekarang jadi nggak ada?' Samantha menarik nafas panjang...lalu ingat. "Oh, kan Samantha baru pulang dari Aussie, Ma." "Oh iya, Mama sampai lupa, ini langsung dari bandara ya, maklum Mama udah tua, Sam." Samantha diam saja, tidak membenarkan kalimat ibu mertuanya. "Maafkan Sam, Ma.' batin Samantha, dia merasa bersalah karena tidak bercerita secara utuh tentang apa yang terjadi. "Ma, Sam jemput Tristan dulu ya." "Yukkk.." Sedang mereka berjalan menuju kamar Tristan, Samantha mendadak teringat sesuatu. "Oh ya Ma, boleh Samantha titip ini, Ma?" Ibu mertuanya berbalik dan menatap apa yang Samantha pegang.Jam tangan! "Ini jam tangan siapa?" "Ini jam tangan ayahnya Tristan, Mam. Sejauh ini kami belum berhasil menemukan siapa pemilik jam tangan ini, jadi boleh titip dulu di Mama, mungkin Mama punya cara lain untuk menemukan siapa pemilik jam tangan ini, Ma."