Perjuangan seorang Ibu muda yang dikhianati suaminya ketika hamil. Berusaha bangkit dan terus bertahan meskipun hidup seorang diri di rantau. Berusaha lepas dari bayang-bayang suami, membuka peluang usaha sendiri untuk meraih peluang sukses
View MoreAku adalah Istri sekaligus Ibu dari seorang anak laki-laki tampan bernama Brama. Namaku Gina, sekarang genap sudah 3 tahun aku ikut merantau bersama Mas Satya, suamiku. Sejak Brama berumur 4 tahun aku dan Mas Satya mengontrak sebuah rumah tak jauh dari tempatnya bekerja.
Mas Satya ingin merubah perekonomian keluarga, ia memilih pekerjaan lain selain bertani. Di kampung tempat kami tinggal pekerjaan cukup sulit karena itu aku dan Mas Satya tetap bertahan merantau meskipun bekerja sebagai karyawan pabrik biasa.
Sebuah perusahaan elektronik yang bekerja sama dengan perusahaan China menjadi tempat Mas Satya mencari nafkah, untukku dan Brama. Seiring berjalannya waktu gaji Mas Satya lumayan, tidak hanya cukup untuk kehidupan kami bertiga di rantau tapi juga bisa memberi sedikit untuk orangtua di kampung.
Tahun ketiga ini Mas Satya naik jabatan, dia sudah tidak mengawasi bagian gudang lagi. Mas Satya dipindahkan ke gedung utama sebagai staff. Dengan naiknya jabatan Mas Satya Insya Allah akan naik juga penghasilan keluarga kami perbulan.
Aku dan Mas Satya sepakat menambah momongan, kebetulan tahun ini Brama masuk Sekolah Dasar. Menurut kami berdua, sudah cukup usia untuk Brama jika memiliki seorang adik. Tanpa mengikuti program kehamilan Allah menganugerahkan rizki yang tak terhingga untuk keluargaku. Belum dua bulan melepas kontrasepsi aku dinyatakan hamil.
Kebahagiaan semakin bertambah untuk aku dan keluarga. Brama sangat senang dan begitu antusias saat mendengar akan memiliki seorang adik. Begitupun Mas Satya, suamiku semakin sayang dan perhatian padaku dan calon anak yang bersamayam di rahimku.
Mas Satya memang tipe suami idaman. Tetangga sekitar tempatku mengontrak saja iri melihatku. Sebagai suami Mas Satya mau membantu istri mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak malu untuk mengerjakan pekerjaan seorang istri termasuk belanja ke warung, menyuapi Brama bahkan mencuci dan menjemur pakaian.
Mungkin aku adalah satu dari bebrapa wanita beruntung yang berjodoh dengan laki-laki baik seperti Mas Satya. Apalagi setelah kehamilan anak kedua ini, Mas Satya semakin memanjakanku. Pagi sekali ia bangun untuk beres-beres rumah, mencuci piring, pakaian dan menanak nasi.
Saat Mas Satya membangunkanku untuk Shalat Shubuh semua perabotan rumah sudah kinclong, aku hanya tinggal memasak dan menyiapkan sarapan.
"Ya Ampun, Mas ... kenapa repot-repot ini semua tugasku. Nanti Mas di Pabrik ngantuk gara-gara kurang tidur," ocehku.
"Gak apa-apa, Sayang. Mas semalam tidur nyenyak sekali. Daripada melamun sebelum Shubuh, mendingan Mas beres-beres bantuin istri. Kamu kan lagi hamil, jangan kecapean! Kalau Mas bisa bantuin pekerjaan kamu, Mas senang!" cerocos Mas Satya.
Saking tidak mau merepotkan istri, siang hari Mas Satya memesankan makanan via aplikasi untukku dan Brama. Sore hari saat pulang bekerja bisanya suamiku juga membeli lauk siap makan entah dari warteg, pedagang kaki lima atau dari warung nasi dekat kontrakan.
Mas Satya memang simpel sekali, makannya tidak rewel makanan favoritnya hanya ayam goreng dan sambal goreng dadakan buatanku. Bahkan jika tidak ada lauk apapun di lemari es ia bisa lahap hanya makan nasi putih dengan lauk kerupuk dan kecap.
"Suami Soleh," kata tetangga Mas Satya "limited edition" hanya ada beberapa saja di dunia ini. Sekali lagi mereka bilang aku wanita paling beruntung. Sudah dapat suami tampan, baik, mapan, sayang keluarga lagi.
Aku mengakui itu, semuanya memang benar. Aku begitu beruntung karena itu aku tak berhenti bersyukur pada Allah karena telah dianugerahkan Suami seperti Mas Satya.
Menginjak kehamilan empat bulan, aku dan Mas Satya mengadakan tasyakuran. Orangtua kami dari kampung datang dan menginap di kontrakan. Mama dan papakku tidur bersama Brama sedangkan mertuaku disewakan sebuah kamar kontrakan kosong tak jauh dari rumah kontrakan kami.
Lingkungan tempat tinggalku memang tempat orang-orang rantau, banyak buruh pabrik mengontrak di sini. Kontrakannya macam-macam ada yang di sewa tahunan, bulanan, mingguan bahkan harian seperti yang Mas Satya sewakan untuk mertuaku.
Mas Satya menyewakan kamar hanya untuk dua hari saja, selama acara masak-masak sampai acara tasyakuran selesai. Hampir semua tetanggaku sama-sama orang rantau, kami merasa memiliki keluarga baru saat tinggal di deretan rumah kontrakan yang sama.
Alhamdulillah acara berjalan lancar, setelah pengajian selesai suamiku membagikan nasi box dan beberapa makanan pada tetangga yang tidak bisa menghadiri acara tasyakuran. Maklum rumah kontrakan kami tidak begitu luas hanya beberapa orang tetangga saja yang bisa hadir.
"Sudah kebagian semuanya, Nak?" tanya Ibu mertua pada suamiku.
"Sudah, Bu!" jawab Mas Satya.
"Tadi Mama lihat ada tetangga baru di kontrakan selisih dua deret dari sini. Kalau nasi box nya masih ada, kasih tetangga barunya, tadi dia lagi beres-beres," ujar mamaku.
Kebetulan masih ada beberapa box nasi karena ibu mertua dan mamaku memasak lebih. Aku berniat mengantar nasi box tersebut tapi seperti biasa Mas Satya mengambil alih semuanya karena khawatir aku kecapean.
*****
Kata Mas Satya, tetangga baru kami masih sangat muda, lulusan SMA dan baru saja terjun ke dunia kerja. Namanya Rena, gadis muda pemberani yang hebat.
Aku suka kegigihannya, jika sedang off tak jarang aku mengajak Rena main ke kontrakanku untuk sekedar mengobrol atau menonton drama Korea.
Rena juga bekerja di perusahaan yang sama dengan Mas Satya, jika kebetulan bekerja satu shift tak jarang Rena pulang bersama Mas Satya. Mas Satya memang tidak tegaan, apalagi saat shift malam ... mana mungkin Mas Satya membiarkan Rena pulang berjalan kaki dari Pabrik ke kontrakan.
*****
Biasanya Mas Satya pulang jam sebelas malam, entah kenapa sudah lewat tengah malam ia belum pulang. Tidak ada pesan yang mengabarkan jika Mas Satya pulang terlambat. Aku mencoba menghubunginya beberapa kali tapi handphone Mas Satya tidak aktif.
Brama sudah tidur sejak jam 8 malam dan aku masih menunggu Mas Satya pulang sampai di ruang tam. Aku baru ingat sore tadi Mas Satya dan Rena berangkat bersama karena malam ini bekerja dalam shift yang sama.
Aku sangat khawatir, tidak tenang jika suamiku belum pulang. Aku mencoba menghubungi Rena, siapa tahu Rena tahu kenapa Mas Satya malam ini pulang terlambat?
Beberapa kali aku mencoba menelepon Rena ... setali tiga uang dengan Mas Satya, handphone Rena juga tidak bisa di hubungi. Penasaran akupun memberanikan diri keluar rumah meskipun telah lewat jam 2 malam.
Aku berniat bertanya pada Mas Galih, tetanggaku yang juga bekerja di perusahaan yang sama dengan Mas Satya. Namun, aku urung bertanya karena kulihat motor Mas Galih sudah terparkir di depan rumah kontrakannya.
"Berarti Mas Galih sudah pulang," gumamku.
Aku berbalik badan dan berniat kembali ke rumah kontrakanku tapi tak tahu kenapa aku begitu penasaran untuk bertanya pada Rena. Aku kembali berbalik menyusuri beberapa pintu rumah kontrakan menuju kontrakan Rena.
Sepi ... sepertinya Rena sudah tidur. Saat berniat pulang dan tidak jadi mengetuk pintu aku tertegun. Aku menginjak sepatu milik Mas Satya yang berada tepat di depan pintu kontrakan Rena.
"Mas Satya! Kenapa sepatunya di sini? Di mana motornya?" Aku bergumam dalam hati.
Ada sesak yang tak bisa aku hindari, kepala mulai pusing, kakiku lemas dan pandanganku menghilang begitu saja ...
Kesulitan telah Mas Satya buat sendiri, meskipun aku tidak benar-benar melarangnya menemui anak-anak dia malu sendiri dengan kelakuannya.Menurut bodyguard yang menjaga Cantika di Sekolah, beberapa kali mas Satya datang ke sekolah, meminta izin untuk bertemu dengan Cantika. Setelah penjaga Cantika meminta izin padaku via telepon mas Satya diizinkan berbicara dan memeluk Cantika beberapa menit sebelum Cantika pulang ke rumah.Sama halnya dengan Cantika, mas Satya juga datang ke sekolah Bramma. Bramma yang sudah SMP dan tidak didampingi bodyguard seperti Cantika, membuat Mas Satya lebih leluasa bertemu, mengobrol bahkan memeluk Bramma lebih lama.Bramma yang beranjak dewasa tak berani jujur padaku jika Mas Satya sering menemuinya di sekolah. Aku mengetahuinya dari orang-orang Mas Ammar. Mungkin Bramma takut aku melarangnya bertemu Mas Satya.Sebagai seorang anak Bramma
Aku berusaha merebut Cantika dari dekapan Mas Satya, sambil menangis aku merebut Cantika ayahnya."Cantika milikku!" Mas Satya mendorongku sampai jatuh kelantai.Mas Amar yang emosi tak kuasa lagi menahan amarahnya. Dia mengambil paksa Cantika lalu menghant*m wajah Mas Satya sekali. Cantika yang ketakutan menangis lalu berlari kearah Bramma, gadis kecilku mendekap tubuh abangnya dengan gemetar.Hampir saja orang-orang suruhan Mas Ammar juga ikut memuk*li Mas Satya tapi aku mencegahnya. Ada orang tua Mas Satya, ada anak-anak juga. Bagaimana psikoligis mereka jika melihat anak dan ayah mereka dipuk*li? Aku tak pernah mau ini terjadi, dari awal perceraian aku selalu menjaga agar semuanya baik-baik saja. Meskipun tersakiti aku tetap memberi maaf tapi jika akhirnya begini aku juga tidak akan diam."Ayo Rama, bawa adiknya ke mobil sebelum ayah kalian tambah emosi!" titah Ibunya Mas Satya."Iya,
Ada kabar dari kepolisian katanya Cantika dibawa keluar kota. CCTV di sebuah statsiun kereta api menunjukan anak berciri-ciri seperti cantika melintas sekitar 3 hari yang lalu.Tangisku pecah, aku takut terjadi sesuatu pada anakku. Bagaimana kalau anakaku diculik dan dijadikan peng*mis seperti yang kulihat di TV atau bahkan lebih buruk ... sekarang kan sedang viral yang jual beli organ tubuh. Semoga Cantika baik-baik saja, semoga Allah selalu melindungi anak-anakku dimanapun mereka berada."Sudahlah jangan menangis, setidaknya kita sudah punya petunjuk untuk mencari Cantika. Terus berdoa, polisi dan orang-orang suruhanku tidak akan berhenti sampai Cantika ditemukan," ujar Mas Ammar."Statsiun itu ... kita bisa berangkat ke kampung Mas Satya menggunakan kereta dari statsiun itu. Mas Satya kemana? Sudah berapa hari aku tidak melihatnya." Tiba-tiba saja aku curiga pada Mas Satya." Kamu curiga pada Satya?" ta
"Cantika ... pulanglah, Nak! Ibu, ayah, kakek, nenek, adik dan semuanya menunggumu. Ibu sangat menyayangimu, ibu tidak bisa jika harus tanpamu," lirihku dalam doa ... Aku benar-benar merasa tidak tenang, setiap beberapa menit aku menelpon Mas Ammar, Mas Galih dan Bramma secara bergiliran untuk menanyakan apakah mereka sudah menemukan Cantika atau belum? Perasaanku benar-benar tak karuan jiwaku terasa melayang entah kemana? Namun, aku tak bisa terus begini ada Gaza yang juga membutuhkanku. Aku menghampiri Gaza yang berada di kamar mama lalu meng-asihi Gaza. Aku terlalu tenggelam meratapi Cantika dan hampir saja mengabaikan si bungsu. "Maafkan ibu ya, Nak. Ibu sedih sekali sampai mengabaikan Gaza, ibu takut kehilangan kakak Cantika," bisikku, sambil menciumi kening Gaza yang sedang meny*su. "Jangan egois, anakmu bukan hanya Cantika. Bramma dan Gaza juga butuh kamu, kamu harus kuat!" ujar Mama.
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan follow, subscribe, rate dan tap love. Terima kasih.Hari ini ada meeting dengan beberapa orang reseller di ruko, aku terlambat menjemput Cantika hampir seperempat jam. Di usia Cantika yang ke tiga tahun aku sengaja memasukannya pre-school agar dia banyak teman dan tidak jenuh di rumah terus.Kakiku lemas saat Security penjaga sekolah mengatakan sudah tidak ada lagi siswa di dalam sekolah. Cantika ke mana?"Maaf, Bu Cantika sendiri yang menhampiri orang yang menjemputnya. Dia langsung berlari keluar gerbang lalu memeluk laki-laki bertopi itu," jelas security yang berjaga."Bagaimana ciri-ciri orang itu? Dia bawa mobil atau motor?" selidikku."Aku tidak terlalu memperhatikan, hanya fokus dia bertopi soalnya dia berdiri di seberang sana," tunjuk security.Aku tidak bisa diam saja, diantar security menemui guru dan kepala se
"Kenapa kalian begitu ingin aku bekerja di tempat orang Arab itu? Apa pekerjaanku di toko tidak benar? Aku nyaman disini bersama kalian, teman-teman yang bagiku sudah seperti keluarga," rengek Mas Satya.Jujur sebenarnya aku dan Mas Ammar juga tak tega, semua bukan semata-mata nasihat bapak tapi memang pekerjaaan di tempat Mas Fahad gajinya lumayan."Mas jangan salah faham, aku dan Gina ingin Mas Satya maju. Coba saja dulu, nanti kalau gak lolos seleksi Mas boleh kerja lagi disini," bujuk Mas Ammar."Mas ingat, ada Maryam yang butuh banyak biaya. Di kantor Mas Fahad banyak fasilitas dan tunjangan yang nanti bisa dimanfaatkan, bekerja denganku mau sampai kapan? Aku tidak bisa memberikan banyak, Mas," terangku."Fahad adik iparku, Mas jangan khawatir dia orang baik. Aku akan menitipkan Mas pada Fahad jika memang nanti lolos seleksi," jelas Mas Ammar.Mas Satya termenung, lalu berjalan kearah
Aku tahu sebagai Bapakku, bapak pasti sangat sakit hati dengan apa yang pernah mas Satya lakukan padaku.Aku dan Mas Ammar akhirnya hanya saling melempar pandangan, bingung harus menempatkan mas Satya dimana? Karena hanya dua pekerjaan yang kita miliki di toko dan di gerai parfume milik Mas Ammar.________Pucuk dicinta ulam pun tiba,saat aku dan Mas Ammar bingung untuk mempekerjakan Mas Satya dimana? Mas Fahad datang menengok Gaza. Bukan suatu kebetulan, aku percaya jika semua ini adalah takdir yang sudah diatur oleh Allah.Mas Fahad membutuhkan kan beberapa orang sopir untuk bekerja di kantornya. Kantor tempat mas Fahad bekerja memang bagian dari pemerintahan, tidak mudah orang bisa bekerja di sana.Meskipun melalui beberapa tahapan tes aku dan Mas Ammar akan membujuk mas Satya untuk melamar di tempat Mas Fahad, bukan semata-mata menjauhkannya dari keluarga kami. Nam
PoV SatyaHari dimana saat Maryam dilahirkan adalah saat terberat dihidupku. Rena merasakan mulas begitu hebat tapi tak kunjung melahirkan, sampai akhirnya Dokter memutuskan untuk memilih jalan operasi karena kondisi Rena tidak mungkin untuk melahirkan secara normal. Rena cukup lama tak sadarkan diri hingga tak mungkin bisa mengejan.Tangisan pertama Maryam tidak memberikan sedikitpun senyuman di bibir mungil Rena. Rena seperti lupa segalanya tatapannya kosong, yang ia ingat hanya kebenc*annya pada Gina. Rena hanya mengoceh menyebut nama Gina setelah itu histeris.Sempat terbesit dibenakku, tentang sebuah "karma". Aku pergi menemui Gina, meminta maaf atas nama Rena. Gina memaafkan semuanya dan Alhamdulillah Gina dan Ammar berbaik hati untuk
Aduh maaf sekali, Nak Ammar, jadi ngabring (banyak orang) begini. Tadinya cuma mama sama bapak yang mau pergi tapi ini 2 ponakan Gina maksa ingin ikut, maklum mereka dari kecil belum pernah pergi ke kota," ucap Mama."Tdak apa-apa, Mah. Di sini kan ada banyak kamar lagi pula jarang-jarang kan Cantika dan Bramma bertemu saudara, biar mereka kenal satu sama lain," jawab Mas Ammar."Apa kabar, Ibu besan? Lihat! Cucu kita tampan sekali," ujar Mama mertua."Alhamdulillah kabar kami semua baik, Aduuhh ... cucu nenek kasepnya ( gantengnya) mirip sekali dengan Nak Ammar," puji mama."Ish! Lihat atuh, neneknya juga kan cantik-cantik. Sudah pasti cucunya ganteng," potong mama mertua.Seperti biasa saat berkunjung mama dan bapak pasti membawa hasil panen. Bermacam-macam sayuran dan buah-buahan, satu yang tak pernah Mama lupa adalah lompong atau bata
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments