BAB 8A Coba-coba"Mas Zei...." Bersamaan dengan bunyi lift berdenting. Pintunya terbuka, tampak dua orang karyawan berdiri terperangah di luar. Keduanya melihat adegan dewasa telah terjadi di dalam lift. Reflek Syila mendorong dada Refan sesaat setelah pintu lift terbuka. Ia menerobos dari bawah lengan Refan yang mengurungnya."Syila?! Apa yang kamu lakukan?" Refan ikut menoleh ke arah sumber suara."Hah. Maaf Bos, kami sungguh tidak melihat apa-apa. Bener, deh!" Salah satu karyawan yakni Merry sahabat Syila segera menarik tangan temannya untuk kabur dari situ. Keduanya takut dipecat karena kedapatan mengganggu kesenangan bosnya.Syila hanya melongo melihat Merry yang terbirit bersama rekan yang lain. Ia berbalik ternyata lift sempat menutup dengan Refan memberikan kiss dari jauh."Hufh, menyebalkan." Tubuh Syila merinding melihat tingkah adik iparnya. Gegas ia mencari Merry untuk berbagi cerita.Langkah Syila yang tadinya cepat berubah melambat setelah sampai di depan ruang bertuli
BAB 8B Coba-coba"Lalu, buat apa nikah sama kamu? Kasian amat kamu, Syil. Sekali menikah jadi istri kedua.""Kamu meledekku, Mer?" Merry hanya tersenyum meringis."Dah lah jangan tanya alasannya kenapa. Tahu sendiri kan, bos patah hati ditinggalin seorang wanita, sikapnya jadi dingin kayak es kutub. Eh tahu-tahu wanita itu mencarinya saat hari pernikahan kami tiba.""Iya, wanita itu katanya cinta pertamanya. Bos masih cinta kali ya sama wanita itu.""Ckk, kamu bukannya menghibur malah bikin aku sakit hati sih, Mer.""Iya, maaf. Trus gimana kelanjutannya? Kamu minta pisah?"Syila menggeleng. Janjinya pada diri sendiri juga keluarganya selama masih kuat bertahan, maka ia akan mempertahankan pernikahannya. Meskipun pernikahannya lahir dari perjodohan, ia menganggap pernikahan adalah hal yyang sakral bukan untuk dipermainkan."Lalu?""Kamu bantu aku, Mer. Gimana caranya menarik perhatian Mas Zein.""Hmm, kalau itu mah gampang. Kamu coba-coba aja menggodanya. Nanti malam, pas di kamar tuh,
BAB 9A Jemari LentikSyila duduk di sofa pantry, masih terpaku dengan pikirannya. Langkah kaki terdengar memasuki ruang untuk pelarian para karyawan menghalau kantuk dan pegal karena duduk terlalu lama. Perusahaan kosmetik turun temurun milik keluarga Ilyas Arkana Wijaya memang mengedepankan kenyamanan tidak hanya bagi petinggi, tetapi juga bagi karyawannya. "Nona, Syila. Ngapain di sini pagi-pagi?" Pria berpostur layaknya seorang bodyguard itu berjalan mendekat ke arah rak berisi aneka minuman. "Eh Pak Alex. Bikin coklat panas, biar moodnya naik, Pak." Syila mencoba memberikan senyum terbaiknya seperti saat dia masih menjadi sekretaris Zein sebelum menikah. Walaupun hatinya sedang dongkol dengan bosnya, Syila tidak mau orang lain kena getahnya. Sebisa mungkin ia menghindari hal itu. Tidak heran banyak karyawan yang menyukainya sifat Syila. Dia wanita yang mudah bergaul dan pandai bicara. Obrolannya selalu menyenangkan. Bahkan pertemuan pertamanya di Bromo dengan Refan membuat pria
BAB 9B Jemari Lentik "Nona Sania apa kabar?" Refan mengernyitkan dahi. Ia merasa heran, kenapa tiba-tiba Alex menanyakan wanita itu. Wanita yang telah pergi meninggalkan abangnya dan kini kembali dengan berbadan dua. Setitik nyeri hadir di dadanya, seolah membuka luka lama yang belum kering. "Baik, Pak. Dia sedang hamil." "Apa?! Hamil?!" Refan melihat perubahan wajah Alex yang mendadak serius. "Kenapa? Pak Alex sepertinya kaget begitu." Refan sedikit menaruh curiga kalau Alex mengetahui hal penting tentang Sania. "Tidak ada, Mas." Alex berusaha bersikap biasa. "Maksud saya, Mbak Sania hamil anak siapa?" "Suaminya lah. Pak Alex ini gimana, sih?" canda Refan membuat Alex tercenung. "Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua, Pak?" Refan menghentikan tawanya. Ia mulai berbicara serius. "Saya tidak tahu, Mas." "Ayolah, Pak Alex nggak bisa berbohong di
BA 10A Masih Cinta"Hentikan!" Suara merdu khas wanita terdengar di telinga Refan dari arah belakang. Jemari-jemari lentik menggenggam tangan kanan Refan yang dipakai untuk menepuk dadanya."Jangan menyakiti diri sendiri!" Wajah wanita itu bahkan menempel di punggung Refan hingga membuat jantungnya berdesir. Peringatan Refan tidak digubris oleh wanita yang tak lain adalah Sania. Kedua lengannya justru melingkar erat di pinggang Refan."Lepaskan! Jangan melewati batasan yang ada. Apa yang kamu lakukan justru membuat pijakan luka semakin dalam.""Fan. Maafkan aku! Cintaku padamu masih sama seperti dulu."Refan hanya mendecis, tangannya berusaha melepaskan pelukan Sania dari belakang. Ia tidak mau orang lain melihat mereka berdua dalam kondisi seperti itu. Apalagi kalau orang itu yang amat disayanginya."Aku merindukanmu, Fan. Aku rindu wangi parfum ini." Sania mengendus aroma parfum yang memabukkan baginya kala itu. Ia mencium kemeja yang dikenakan Refan membuat tubuh pria itu menegang.
BA 10B Masih Cinta"Kita kan mau makan siang bareng Sania. Perutku bukan perut karet, Syila. Ada orang lain yang lebih pantas mendapatkannya, " ucap ketus Zein. Syila tertegun dengan jawabannya. Dipikir Syila Zein akan menjawab dengan kalimat yang menyakitkan. Ternyata kata-kata itu justru membuat Syila semakin mengaguminya. Sikapnya memang dingin, tetapi jiwa sosialnya tinggi."Oh, baiklah." Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut Syila, ia merasa sedikit malu sudah berprasangka buruk."Mas, boleh aku tanya nggak?" Kali ini Syila dihantui dengan obrolannya bersama Alex saat di pantry."Apa Mbak Sania datang untuk kembali menjadi sekretaris Mas Zein?" Syila sedikit khawatir Zein akan marah mendengar pertanyaannya. Sorot tajam mata elang Zein sudah mengunci manik mata Syila. Pria itu tak menjawab justru memajukan wajahnya mendekati Syila yang mendasak gugup."Mas?!"Syila segera membenahi posisi duduknya agak mundur untuk menjaga jarak dengan suaminya."Kamu berharapnya apa?" Zein
Bab 11A Main belakang "Fan, aku masih mencintaimu, sungguh." Syila dikejutkan oleh suara lembut Sania yang menyebut nama adik iparnya. "Refan? Mbak Sania? Benarkah mereka saling mencintai? Lalu Mas Zein? Ah, kenapa jadi rumit begini." Syila mengurungkan niatnya mencari krim jerawat B erl cosmetics. Gegas ia kembali ke ruang kerjanya sebelum kedua insan itu melihat dirinya. "Dari toilet kok lama amat, kamu nggak ketiduran, kan?" Zein berkacak pinggang di ambang pintu. Sorot matanya tajam mengarah ke Syila yang berdiri gugup. Syila merasa apa yang dilihat di atap harus menjadi rahasia yang tidak boleh diketahui Zein. "Kasian Mas Zein, Sania ternyata berbohong di belakangnya," guman Syila. "Kamu barusan melihat apa, Syila? Kok pucat gitu?" Pertanyaan Zein seketika membuat Syila sadar bahwa wajahnya masih belum menggunakan make up. "Astaga, aku lupa." Sontak saja Syila menunduk, lalu mendorang tubuh Zein untuk
Bab 11B Main belakang "Sepertinya ada yang pengin juga seperti kita tadi, Zein," ucap Sania memprovokasi Zein maupun Syila. Namun, Syila tak acuh dengan sikap lembut Sania. Dia mulai siaga manatahu Sania wanita bermuka dua. Apa jadinya kalau Zein tahu Sania main belakang dengan saudara kembarnya. Zein pun tidak menanggapi ucapan Sania. Memilih beranjak dari kursi kebesarannya, ia hanya mengusap bibirnya yang masih berbekas akibat ulah Sania. "Ayo, berangkat!" ucapnya dingin dengan sorot mata tajam mengarah ke Syila. Mereka bertiga masuk lift turun ke lobby. Beberapa karyawan berlalu lalang, karena jam istirahat siang telah tiba. Sampai di lobby ketiganya bertemu Refan yang sedang berjalan sendirian dari arah luar. "Ayo ikut sekalian, Fan!" ajak Zein. Syila memperhatikan Refan dan Sania saling pandang penuh arti. "Nggak, Bang. Gue masih ada kerjaan. Abang nggak lupa kan, baru juga kemarin ngasih tugas ke gue. Meny