Alby terkejut dengan ulah Mina, tapi dia tidak menolak. Tangan Alby malah menarik tubuh Mina semakin dekat dan membalas pagutan Mina dengan intens. Setelah beberapa saat bagai tersadar, Mina buru-buru mengurai kecupannya dan mendorong tubuh Alby menjauh.
“Maaf ... ,” lirih Mina bertutur sambil menundukkan kepala.
Alby hanya diam. Menghela napas panjang sambil menyodorkan tisu ke arah Mina. Itu adalah kebiasaan Mina, selalu menyeka bibirnya usai berciuman dengan Alby. Mina melihat Alby dengan sudut matanya. Pria itu pura-pura tidak melihat, masih dengan tangan yang menyodorkan tisu. Tanpa bicara, Mina menerima tisu dan gegas menyeka bibirnya.
Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam satu sama lain. Hanya saja Mina terus menyunggingkan sebuah senyuman di wajah cantiknya. Alby sampai sibuk menebak apa yang membuat istrinya sangat gembira hari ini. Apa kejutannya ini berhasil?
Sementara itu Mina tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Ia harus me
Mina tersenyum kesenangan sambil terus bertepuk tangan usai konser itu berakhir. Ia merasa lega saat tahu semua kejadian yang ada dalam konser ini sama persis dengan yang dia lihat di tayangan ulang kala itu. Mina semakin yakin kalau dia memang telah mengulang kembali kehidupannya. Mungkin ada beberapa hal yang beda dengan kehidupan sebelumnya dan Mina menganggapya sebagai akibat dari pergeseran waktu. “Aku tidak tahu kalau kamu sangat suka group band ini,” cetus Alby. Mereka sudah jalan beriringan pulang dari tempat konser menuju hotel. Mina hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ingin Mina jawab kalau dia pernah bersedih karena kehabisan tiket nonton konser ini di kehidupan sebelumnya. Namun, Mina yakin Alby pasti akan bingung nantinya jadi dia memilih diam saja. “Kita langsung pulang ke rumah?” tanya Mina kemudian. “Iya, dari hotel kita langsung ke bandara. Kamu tidak lelah, ‘kan?” Mina menggeleng dengan cepat-cepat. Dia bahkan ingin
“Sayang ... kamu bicara apa?” Alby kembali mengagetkan Mina.Mina tersentak, mendongakkan kepala melihat ke arah Alby yang berdiri di sampingnya.“Kamu tidak ikut makan siang?” Alby mengulang pertanyaannya tadi.Mina langsung menganggukkan kepala kemudian bangkit dan berjalan beriringan menuju ruang makan. Mina memilih duduk di sebelah kiri Tuan Yuka dan berhadapan langsung dengan Nyonya Jesica. Sementara Alby duduk di sebelahnya berhadapan langsung dengan Melan. Bruno duduk tepat di samping Melan kali ini.“Apa ada peristiwa penting hari ini hingga Mama mengundang tamu untuk makan siang?”Mina mengawali pembicaraan. Dia sangat penasaran dengan kehadiran Bruno. Memang sejak menikah dengan Mina di kehidupan sebelumnya, Bruno tinggal di rumah ini. Namun, ini kehidupan yang beda mengapa juga Bruno harus berada di sini dan ikut makan siang bersama pula.“Apa kamu lupa, Mina. Hari ini adalah hari ulang ta
“Apa cincinnya sangat cantik sehingga Tante begitu terpukau sedari tadi,” ujar Bruno.Pria berwajah manis itu sudah masuk ke kamar Melan menemui Melan dan Nyonya Jesica yang terus memuji keindahan cincin berlian hadiah dari Alby. Nyonya Jesica menoleh dan melihat dengan pandangan tak suka ke arah Bruno. Hal sama juga dilakukan Melan.“Kamu kenapa terlihat marah seperti itu. Wajar jika kami mengagumi cincinnya. Ini adalah cincin limited edition dan hanya beberapa saja di negeri ini,” sahut Melan.Bruno berdecak sambil menghela napas panjang melihat dengan kesal ke arah Nyonya Jesica.“Jadi Tante lebih suka hadiahnya dari pada hadiahku. Padahal aku yang lebih dulu memberi dan aku yang ingat kalau hari ini ulang tahun Tante.”Nyonya Jesica tersenyum dan menghampiri Bruno yang berdiri sedikit jauh dari mereka.“Bruno, jangan cemburu seperti itu. Memang hadiah dari Alby lebih indah dan lebih mahal, tapi T
“HEH!!” Alby berseru sambil mengerjapkan mata melihat ke arah Mina dengan terkejut.Mina hanya tersenyum kemudian langsung melingkarkan tangannya ke pinggang Alby. Alby hanya diam mendapat perlakuan manis Mina kali ini.“Yuk, kita ke kamar!!” Mina menambahkan. Dia berlalu pergi dari kamar Tuan Yuka usai berpamitan.Tuan Yuka hanya tersenyum melihatnya. “Sepertinya kita akan segera mempunyai cucu, Ma.”Nyonya Jesica hanya tersenyum dengan tatapan aneh ke arah Tuan Yuka. Entah apa yang sedang dipikirkan wanita paruh baya itu, yang pasti ada banyak rahasia yang tersimpan dari sorot matanya.Mina dan Alby sudah berada di kamarnya. Mina langsung mengurai pelukan dan duduk menghempaskan tubuhnya di sofa dalam kamar itu.“Jadi ini kamarmu?” Alby bertanya sambil mengedarkan pandangannya.“Iya. Kamu pakai saja kasurnya. Aku akan tidur di sofa malam ini.” Mina berkata masih dengan napa
“Maaf, Tuan, Nyonya ... Bibi hanya mengantar ini,” ujar seorang wanita paruh baya sudah berdiri di depan pintu.Dia adalah salah satu asisten rumah tangga Mina. Sepertinya dia sudah mengetuk pintu terlebih dahulu hanya saja Mina dan Alby tidak mendengarnya. Mina segera mengangguk dan mengizinkan bibi itu masuk. Perlahan Alby menggeser duduknya dan kembali ke tempat semula sambil menyandarkan punggungnya.Usai meletakkan minuman beserta kudapan yang dibawa, bibi art itu undur diri berpamitan pergi. Mina hanya terdiam sambil melirik dua cangkir minuman hangat beserta beberapa kudapan di baki yang sudah diletakkan di atas meja di depan Mina. Mina jadi teringat dengan kehidupan sebelumnya. Dia tanpa sebab tiba-tiba sakit, bahkan lumpuh dan tak bisa bersuara. Bisa jadi itu semua terjadi karena dia kerap mengkonsumsi makanan dan minuman yang diberikan Nyonya Jesica untuknya.Mina melirik minuman hangat itu, asap panasnya mengepul ke udara seakan mengundang
“Memang siapa yang bilang kalau kue dan teh ini beracun, Mina?” tanya Nyonya Jesica dengan ketus.Mina terdiam dan sedikit terkejut. Dia tidak tahu kalau ada Nyonya Jesica di dalam kamar Tuan Yuka. Nyonya Jesica berjalan menghampiri Mina kemudian berdiri di sampingnya.“Kenapa kamu diam, Mina? Katakan kepada Mama siapa yang melakukannya!!!”Mina masih membisu dan hanya melihat ke arah Tuan Yuka dengan tajam. Tuan Yuka tersenyum, menghela napas panjang kemudian bangkit dan menghampiri Mina.“Mungkin Mina salah bicara, Ma. Benar ‘kan, Mina?” Tuan Yuka sudah berdiri di samping Mina dan merangkul putri kesayangannya itu dengan penuh kasih.“Namun, Pa. Aku harus mencari tahu siapa yang membuat Mina hingga berkata seperti itu. Aku yang membuat browniesnya dan aku tidak mencampurkan apa-apa dalam rotinya. Apa sekarang Mina sedang menuduhku?”Nyonya Jesica tiba-tiba berkata seperti itu dan tentu
“Apa ini yang Anda cari?” ujar sosok itu sambil menyodorkan sebuah botol kecil ke arah Nyonya Jesica.Nyonya Jesica mendongakkan kepala, mengerjapkan matanya berulang mencoba memastikan siapa yang sedang memberikan obat yang dia cari sedari tadi. Setelah beberapa saat, dia tersenyum lalu menyambar botol kecil itu. Membuka penutupnya lalu menenggak habis isi di dalam botol tersebut.Berangsur-angsur, Nyonya Jesica sudah lebih baik dari tadi. Bahkan sosok itu kini membantunya berdiri. Nyonya Jesica tersenyum sambil sibuk merapikan baju dan rambutnya. Mereka berdua sudah duduk di sofa dalam kamar tersebut kini.“Apa yang Tante lakukan? Tante sedang mencoba keampuhan racun itu?” tanya sosok di depannya yang tak lain Bruno.Nyonya Jesica mendengus kesal sambil meniupkan angin ke mukanya. “Gara-gara anak sialan itu. Aku terpaksa melakukannya, Bruno.”Bruno terkejut, alisnya mengernyit sambil menatap Nyonya Jesica penuh
“Baguslah. Kalau begitu, kenapa tidak kamu katakan langsung saja ke orangnya. Kebetulan dia sedang berdiri di belakangmu saat ini,” ujar Alby dengan santainya.Seketika Melan terperangah kaget bahkan dia langsung membalikkan badan dan terkejut saat melihat Mina sedang berdiri di depannya. Kakak tirinya itu tampak tersenyum melihat ke arah Melan sambil bersedekap.“Tepat dugaanku, kalau kamu memang selalu iri padaku. Aku tidak kaget kalau kamu selalu merebut apa yang menjadi milikku, Melan.”Melan tampak gugup, manik hitamnya sudah berputar seakan sibuk mencari alasan untuk menyanggah pernyataan Mina.“Kak ... aku ... tadi hanya bercanda. Sekedar basa basi saja, mana mungkin aku akan merebut apa yang sudah menjadi milikmu.” Melan sudah bersuara kembali. Suaranya tampak gugup dan bergetar, terlihat sekali kalau dia ketakutan.“Tenang saja, Melan. Aku tidak akan marah, kok. Aku ikhlas dengan semua yang kamu la