Share

Between You and Me. 03

Canggung.

Itu yang Yumna rasakan saat ini!

Duduk kembali di samping Mario dan di hadapan Abira, sebenarnya tidak masalah jika dia harus duduk di samping Mario setelah hubungan mereka kandas tapi, tidak dengan di hadapan Abira!

Saat memasuki jam pulang kantor tiba-tiba Abira memanggilnya kembali ke ruangan pria itu, dan mengajak Yumna makan malam bersama dengannya dan Mario.

Gila!

Yumna tidak tau, apa yang sebenarnya ada di dalam isi otak bosnya itu. Apa ini bentuk dua wajah Abira agar projeknya dan Mario berjalan lancar? Abira berpura-pura baik padanya di depan Mario agar mantan kekasihnya itu mengira jika Abira berkelakuan sangat baik padanya. Begitu 'kan?

Pasti begitu! 

Abira kan tidak tau jika hubungan dia dan Mario telah selesai!

Haish! Kepalanya jadi pusing sendiri!

"Kamu kenapa, Na? Enggak suka sama makanannya?" 

Gadis meringis kecil, lalu menolehkan kepalanya kesamping, menghadap pada Mario yang menatapnya dengan dahi berkerut. "Suka kok, Pak."

Mario tersenyum kecil, sejak tadi dia memperhatikan Yumna yang memejamkan matanya, sesekali gadis itu mendengus kesal. Apa Yumna tidak suka berdekatan dengannya?

Sejujurnya Mario juga sedikit canggung bercampur dengan debaran jantungnya yang menggila, dia sangat ingin memeluk Yumna dan mengusap kepala gadis itu! Rindu, padahal baru dua hari hubungan mereka kandas.

"Masa panggilnya bapak, enggak perlu seformal itu, Yumna. Panggil saja seperti biasa kamu memanggil Mario, jangan sungkan karena ada saya." Abira akhirnya membuka suaranya, pria itu tentu saja memasang wajah ramah tamah yang sangat ingin Yumna cabik sampai hancur.

"Ogah banget! Balik dari sini juga pasti di bentak lagi!" batin Yumna beteriak kesal.

"Saya tidak sungkan, hanya saja kita sedang berada di lingkungan pekerjaan dan saya pikir tidak bagus menyatukan antara pekerjaan dan perasaan. Profesionalitas itu harus di terapkan, bukan begitu Pak Abira?" Yumna tersenyum amat manis, matanya dia buat sesipit mungkin, dan bibirnya dia lebarkan hingga kulit bibirnya terasa meletak.

Jika boleh, dia ingin menyedot ubun-ubun Abira hingga pria itu mati di tempat!

Izinkan Yumna membasmi manusia seperti Abira, Tuhan!

•••

"Baik, terima kasih atas waktunya Pak Mario." Abira tersenyum sopan pada Mario setelah mereka menyelesaikan acara makan malam dadakan itu.

Mario juga tersenyum formal pada Abira, tentu saja karena Mario tidak tau jika pria di depannya itu sedikit gila!

"Sama-sama Pak Abira, saya juga berterima kasih karena bapak telah mengajak saya makan malam," tutur Mario.

Yumna beberapa kali mengalihkan pandangannya hanya untuk sekadar memutar bola matanya, jengah. Abira terlalu mahir memerankan bos baik hati dan bijaksana di hadapan Mario. 

Yang masih membuat Yumna bersyukur adalah Mario sama sekali tidak keberatan untuk masih mengakui jika mereka masih menjalin hubungan, padahal sejak tadi dirinya sudah sedikit ketakutan jika Mario mengelak dikatakan sebagai kekasihnya oleh Abira.

Entah apa yang akan Abira katakan jika Mario mengatakan hubungan mereka telah berakhir!

Pastinya itu bukan sesuatu yang baik!

"Eh iya kenapa?" Yumna tersentak kaget saat merasakan tepukan pelan di bahunya, ternyata dia terlalu hanyut dalam pikirannya.

"Kamu mau disini terus? Pak Abira dari tadi sudah pergi loh, dia pamit kamu enggak jawab." Senyuman manis tersemat pada bibir Mario, dia ingin merangkul gadis itu tapi segan.

Yumna mengusap tengkuknya pelan, ini semua karena Abigila! Semua yang menyangkut bos gilanya itu selalu membuat kepalanya sakit, termasuk Dilara! 

"Maaf, ya sudah saya juga pamit, Pak." Membenarkan tas yang tersangkut di bahunya, Yumna berbicara sambil menunduk dan mengambil ancang-ancang untuk melangkahkan kakinya.

"Hey!" Mario menahan pergelangan tangan Yumna agar gadis itu berhenti. "Biar aku antar, mau 'kan?"

Yumna mendongakan kepalanya ke atas dengan mata yang membulat dan mulut yang sedikit menganga, kemudian kepalanya mengangguk pelan. Tentu saja dia mau!

Hati Yumna berdebar hebat saat Mario terus menggandeng tangannya menuju tempat mobil pria itu di parkir, hangatnya masih sama seperti saat mereka masih menjadi kekasih!

Andai saja tidak ada perbedaan diantara mereka pasti sangat mudah untuk mereka bersatu.

"Maag kamu masih sering kambuh?" Mario melirik Yumna yang berada di samping kursi kemudinya lalu kembali fokus ke jalan.

Yumna menoleh, senyumannya tipis terukir, tidak menyangka jika Mario masih mengingat tentangnya. Ya walaupun memang dia dan Mario baru saja putus, dan ingatan pria itu pasti masih kuat tapi, Yumna senang.

Dalam konsetrasinya mengemudi, Mario merutuki pertanyaan yang keluar dari mulutnya. Mengapa harus pertanyaan sebodoh itu?! Mereka bukan tidak bertemu bertahun-tahun! Hanya hitungan hari dan dia menanyakan hal konyol macam itu.

"Euhm, masih tergolong aman sih. Enggak tau kedepannya, yang bawelin aku untuk makan tepat waktu mungkin enggak lakuin hal itu lagi." 

"Aku enggak keberatan untuk ngelakuin hal itu walaupun kita sudah bukan pasangan kekasih lagi, aku enggak mau kamu sakit." Tangan kiri Mario terulus membelai kepala Yumna, kenyataan harus melepaskan gadis itu memang menyakitkan. Tapi, dia tidak bisa berhenti mencintai Yumna.

Hening.

Sedikit sesak bersarang di hati Yumna, bagaimana bisa masih bersikap sangat baik? Pria itu tidak pernah cacat di matanya.

Menormalkan situasi yang mendadak canggung, Yumna berdeham lalu kembali bertanya. "Kamu sama pak Abira itu dekat?"

"Enggak terlalu, hanya sebatas rekan kerja. Memang beberapa kali pernah bertemu di acara kolega bisnis yang lain tapi, baru kali ini dia ajak aku untuk makan." 

Kepala Yumna mengangguk-angguk setelah mendengar jawaban Mario. "Pacarnya Pak Abira memang kadang gila ya?"

Bukan bermaksud ingin lebih tau tentang Abira atau pun Dilara! Dia hanya kesal saja jika mengingat kejadian saat Dilara berbicara seperti itu tadi siang. Bahkan mereka tidak saling mengenal!

Mario terkekeh kecil lalu mengacak rambut Yumna gemas. "Gila gimana maksud kamu? Malah, setahu aku Pak Abira itu enggak punya pacar, setiap ada acara apa pun itu dia selalu datang sendirian. Padahal dengan statusnya, dia bisa dengan mudah dapat wanita. Menurut aku, dia salah satu orang yang patut di contoh sebagai pemimpin."

Alis Yumna terangkat sebelah dengan dahi yang berkerut, Mario tidak tahu saja jika bos gilanya itu sering melakukan sesi perkembang biakan di dalam ruangan kerjanya!

•••

"Aku enggak tau harus kasih saran apa, hubungan kalian memang sulit. Halangannya bukan sekedar harta." Ivy berbaring telentang sambil mengamati langit-lagi di kamar Yumna.

Sebagai seorang teman, Ivy merasa sedih mendengar hubungan Yumna dengan Mario terpaksa berakhir. Apalagi Ivy menyaksikan sendiri perjuangan Mario untuk mendapatkam Yumna. Berat!

"Aku masih cinta banget sama Mario, Vy." Jemari Yumna menghapus air matanya yang kembali turun.

Hatinya masih berdenyut nyeri jika mengingat perpisahannya dengan Mario.

Ivy membalikkan tubuhnya hingga menghadap Yumna yang berbaring di sebelahnya dengan mata yang sudah memerah. "Iih, Una jangan nangis dong. Aku bingung harus ngomong apa."

Maklum saja, Ivy bukan ahli di dunia percintaan!

Tok tok tok

"Una." Terdengar suara Bharga dari depan pintu kamar Yumna.

Gadis itu menghapus air matanya lalu menormalkan nafasnya agar suaranya tidak terdengar serak. "Iya, Ba. Masuk saja, pintunya enggak Una kunci." 

"Enggak, ini Baba cuma mau kasih tau kalo Pak Dewa bakal datang malam ini." 

Menelan salivanya yang mendadak sangat berat, Yumna mengumpulkan seluruh nyawanya untuk menjawab. "Iya, Ba."

"Baba ke bawah lagi." 

Setelah itu Yumna langsung menjatuhkan dirinya ke kasur lagi, rasanya dia tidak ingin semua ini terjadi.

"Pak Dewa itu siapa, Na?" Ivy menatap wajah Yumna yang semakin suram.

Yumna membuka matanya yang terpejam lalu balas menatap Ivy dengan raut wajahnya yang tersiksa. "Dia mau lamar aku."

"Hah! Gimana? Gimana?" Ivy terkejut setengah hidup, apa katanya? Lamar? Bukankah Yumna baru saja memutuskan hubungannya dengan Mario?!

"Baba jodohin aku, Vy. Malam ini dia bakalan datang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status