Share

Lolos

"Hei, pergi kalian!" tukas Jordan saat melihat beberapa anak yang lebih besar, sedang memukuli seorang anak laki-laki.

Saat melihat Jordan dan Ben, anak-anak berandal itu berhenti dan melarikan diri.

Ben mendekati anak laki-laki itu dan membantunya berdiri.

Dari tempatnya saat ini, Ben bisa melihat sebuah apel dan roti yang tadi dikatakan pedagang tua tadi. Sayangnya, buah dan roti itu telah jatuh di atas tanah. Tidak mungkin lagi untuk dimakan.

Bukannya menjawab pertanyaan Ben, anak kecil itu malah mundur dan melindungi wajahnya. 

Air mukanya semakin ketakutan saat melihat Jordan datang sehabis mengejar anak-anak nakal tadi.

Dengan gerakan yang sangat cepat, si anak kecil mengambil buah apel yang masih bisa diselamatkan dan lari secepat mungkin.

"Oh ... yang benar saja. Aku baru saja berhenti berlari!" tukas Jordan jengkel.

Ben tersenyum dan bersiap untuk kembali berlari.

"Kamu ambil mobil, aku akan mengejarnya di dalam gang ini. Kita bertemu lagi di ujung jalan Anggrek," jelas Ben yang paham sekali kalau temannya masih sangat lelah.

"Okey!" sahut Jordan. 

Sepertinya tidak ada pilihan lain.

Jordan mengambil jalan kembali dari  tempat mereka masuk tadi. Sedangkan Ben, ia melanjutkan untuk mengejar anak kecil beranjak remaja yang diyakini Jordan sebagai Razka.

*** 

Setelah pengejaran yang melelahkan, Ben berhasil menemukan tempat persembunyian Razka.

Ia tidak akan masuk ke dalam rumah itu sendirian. Ben akan menunggu Jordan hingga partnernya itu tiba.

Setelah lima menit, akhirnya mobil patroli yang dibawa Jordan tiba.

"Lama banget! Kamu mampir dulu, hah?" tanya Ben agak kesal.

"Ck! Mana ada! Jalannya sempit banget, Bro! Kamu tau Pak Ilham, kan? Bisa ngamuk dia, kalau mobilnya sampai lecet!" sahut Jordan ketus.

Mereka berdua memutuskan untuk langsung menghampiri sebuah rumah kecil yang tidak bisa dianggap sebagai tempat tinggal yang layak.

Tok tok tok!

Jordan mengetuk pintu depan. 

Sebenarnya, hanya dengan sekali dobrak saja, pintu rumah itu akan terbuka. Namun mereka adalah penegak hukum, bukan musuh masyarakat.

Jordan dan Ben saling pandang. Ben memberi kode pada Jordan agar menjaga pintu samping atau pintu belakang jika ada.

Jordan mengangguk dan mulai mengitari rumah itu. 

Saat itulah ia melihat Razka berusaha keluar dari jendela belakang dengan sebuah tas ransel di tangannya.

"Hei! Razka, jangan kabur lagi!" panggil Jordan.

Hal itu membuat Razka mempercepat gerakannya. 

Namun, kali ini Jordan tidak ingin kecolongan. Ia langsung menangkap Razka yang sudah berhasil turun dari jendela.

Sayangnya, seseorang memukul kepala Jordan dengan sebuah kayu panjang. Hal itu membuat Jordan jatuh tersungkur dan tidak sadarkan diri.

*** 

Ben menggoyang-goyangkan lengan Jordan. Berusaha untuk membangunkan rekannya yang masih tidak sadar.

"Jo ... kamu akan pingsan sampai kapan?" tanya Ben yang sudah bolak-balik mencoba membangunkan Jordan.

Kali ini Jordan merespon pertanyaan Ben dengan gerakan tangannya. 

"Damn ... mana anak itu?" 

"Tidak ada. Kita kehilangan dia lagi," ungkap Ben. "Tapi kita bisa membawa orang ini ke markas."

Jordan sudah sepenuhnya sadar. Ia melihat sesosok laki-laki dewasa yang terlihat seperti layaknya gelandangan.

"Bawa ia ke markas. Banyak hal yang harus ia katakan pada kita. Aku sudah cukup lelah hari ini."

Jordan dan Ben menyeret satu-satunya orang yang berhasil mereka tahan. Yang pasti bukan Razka. Anak itu terlalu licin bagaikan belut.

Sepanjang perjalanan, laki-laki itu tidak pernah mengeluarkan sepatah kata pun. Ben sampai putus asa dibuatnya.

"Hei, kalau sampai kantor kamu tidak juga buka mulut, aku akan langsung mendudukanmu di atas kursi listrik!" ancam Ben.

Tentu saja hal itu hanya ancaman saja, siapa tau orang itu mau buka mulut karena takut.

"Siapa namamu?" tanya Jordan lagi. 

Pertanyaan kesekian yang tetap tidak mendapat jawaban.

"Kemana Razka pergi? Harusnya kamu tau, dong ...," sambung Jordan.

Namun orang itu tetap bungkam.

"Hhmm ... kalau kau seorang polisi, sifatmu ini akan sangat berguna. Sayangnya kamu bukan polisi. Jadi aksi tutup mulutmu ini hanya akan memberatkanmu di pengadilan nanti," ungkap Jordan.

"Atas tuduhan apa, kalian menangkapku?" tanya sosok itu akhirnya mengeluarkan suara.

"Memukul petugas. Membantu buronan yang kabur. Hukumannya lumayan lama. Apa kamu tidak sadar saat memukulnya tadi?" tanya Ben.

Orang itu kembali terdiam.

"Anak itu memiliki kehidupan yang berat. Ia hanya mencuri untuk makan. Apa kalian tidak punya tersangka lain untuk diburu?" tanyanya kemudian.

"Aku tau. Justru itu kami ingin menemuinya. Kami bukan musuh, kalau hal itu bisa membuatmu lega," jelas Jordan.

*** 

Saat ini Jordan sudah berada di rumah ayahnya. Lagi-lagi, hal pertama yang ditanyakan Armand adalah keberadaan Razka.

"Apa kamu sudah menemukan anak itu?" tanya Armand.

Sudah lima tahun belakangan ini, Armand hanya bisa terbaring di atas tempat tidur.

Penyakit yang menggerogoti dirinya, membuat Armand harus menahan malu hidup dengan bergantung pada anak dan menantunya.

Ibu dari Jordan sendiri telah meninggal dunia tiga tahun lalu. 

Sebenarnya Armand sudah sangat putus asa dengan kehidupannya yang seperti ini. Namun saat teringat dengan Liza adiknya, keinginan untuk menemukan Razka kembali muncul.

Armand cukup yakin kalau Razka masih ada di sekitarnya dan memiliki kehidupan yang berat.

Ia tidak meminta meminta hal lain. Armand hanya berharap jika Jordan berhasil menemukan anak itu karena ia ingin bertemu untuk yang terakhir kalinya.

"Hampir, Yah. Tadi ada seseorang yang membantunya kabur. Aku sudah membawanya ke kantor polisi, sayangnya ia tetap tutup mulut dan tidak mau bilang kemana kira-kira Razka pergi," jelas Jordan.

Armand mencoba untuk duduk. Ia meminta Jordan untuk mengambil sesuatu dari dalam kotak kecil yang ada di dalam lemari bajunya.

Jordan menemukan kotak itu dan memberikannya kepada Armand.

"Ayah tidak tahu, apakah benda ini akan berguna. Jika orang yang menolong Razka mengenal Razka sejak ia masih kecil maka ia akan paham dan pasti mau menolongmu. Namun jika bukan, sepertinya kamu harus mencari cara lain ...," ungkap Armand.

Jordan menerima sebuah kalung dengan bandul berbentuk kepala harimau. Kalung perak itu terlihat sangat kuno.

"Apa ini milik Om Marco? Aku pernah melihatnya mengenakan kalung ini!" tukas Jordan yang juga merupakan salah satu fans dari Marco Geraldino 'The Magician'.

"Kamu benar. Simpan ini dan perlihatkan pada orang itu. Setelah ia mengatakan di mana Razka, berikan kalung ini padanya. Benda ini adalah milik Marco. Mungkin satu-satunya peninggalan mendiang yang masih ada ... mungkin ayah sendiri tidak punya lebih banyak waktu untuk bertemu dengan Razka ...."

"Ayah! Jangan bilang begitu. Ayah akan baik-baik saja dan akan bicara langsung dengan Razka. Aku janji!" tukas Jordan.

Armand tersenyum. 

"Aku yakin kamu bisa diandalkan, Nak. Ingat, jangan musuhi anak itu ... dia adalah saudaramu juga," ungkap Armand semakin pelan.

Jordan bersimpuh di samping Armand. Ia menerima kalung yang diberikan ayahnya. Mengalungkan benda itu di lehernya sendiri.

"Jordan akan menganggapnya sebagai adik sendiri, Yah! Ayah jangan bicara lagi ... istirahat saja," mohon Jordan. 

Armand berpaling, ia terbatuk-batuk. Darah segar keluar dari mulutnya. Penyakit yang bersemayam di dalam tubuh Armand telah menguasai fisik tua itu.

"Apa aku pernah bilang kalau aku sangat bangga padamu, Nak? Kamu segalanya bagiku ...."

"Ayah!"

[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status