AUTHOR POV
Setelah makan malam, Riri, Haikal, Akhdan, Nisa', dan Malik memilih duduk santai bersama di ruang keluarga. Mereka masih ingin menghabiskan waktu bersama untuk bercengkrama dengan Riri agar dapat melepaskan rasa rindu pada diri mereka.
Saat ini posisi duduk Riri tengah di apit oleh Nisa' dan Malik. Mereka duduk pada sebuah sofa panjang berwarna hitam. Sedangkan Haikal dan Akhdan, kedua orang itu seakan tersingkir dan duduk berseberangan dengan ketiga orang yang sedang asyik berbincang dan bercanda.
Malik juga sempat menanyakan di mana Riri tinggal selama hampir dua bulan ini. Dan Riri menjawab kalau selama ini ia tinggal di villa keluarga Fikri yang berada di luar kota. Dan masih banyak lagi yang mereka bicarakan hingga tanpa mereka sadari, malam semakin larut.
Riri dan Haikal pamit pergi ke kamar pada Nisa' dan Malik. Sedangkan Akhdan sudah beranjak dari sana sedari ta
RIRI POVSuara kicauan burung samar-samar terdengar olehku. Kicauan yang sangat merdu layaknya sebuah nyanyian penuh semangat dan penyambutan sang sinar mentari. Sepertinya burung-burung itu ingin membangunkanku dan mengatakan jika hari telah pagi.Sedikit demi sedikit aku membuka mataku. Mengerjapkannya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina mataku dan berusaha mengumpulkan seluruh nyawaku. Menggeliat pelan untuk meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa sakit di beberapa bagian.Di depan wajahku, terlihat sebuah raut wajah seorang pria tampan yang sedang menutup matanya menandakan jika orang tersebut masih tidur. Kuperhatikan wajahnya yang tenang.Mata indahnya yang pernah menatapku setajam elang. Namun mata indah itu juga pernah menatapku dengan teduh. Memberikan rasa nyaman dan hangat secara bersamaan. Hidungnya yang mancung khas orang Indonesia. Rahangnya y
AUTHOR POVRiri dan Haikal berjalan di lorong rumah sakit dengan tangan yang saling bergandengan. Bukan. Lebih tepatnya Haikal yang menggandeng tangan Riri. Ya. Saat ini mereka memang sedang berada di rumah sakit. Setelah sarapan tadi, mereka memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Mereka ingin memeriksakan kandungan Riri.Ingin mengetahui perkembangan janin yang Riri kandung.Mereka berjalan menuju ruangan Dokter Andini dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibir mereka setelah mengambil nomor antrian di bagian resepsionis. Sesekali mereka juga mengobrol mengenai calon anak-anak mereka. Hingga tidak terasa mereka telah sampai di depan ruangan Dokter Andini.Sekitar lima belas menit kemudian giliran nomor antrian Riri dan Haikal yang dipanggil untuk masuk ke dalam ruangan Dokter Andini."Selamat pagi, Dok!" sapa Riri begitu masuk ke dalam ruangan Dokter Andini."
AUTHOR POV"Jadi, apa kesempatan saya untuk sembuh ada?" tanya Riri lagi dengan penuh harapan jika Dokter Arya akan menjawab 'masih ada kesempatan untuknya sembuh'."Jika Ibu Rifqah melakukan operasi dan kemoterapi secepatnya, kemungkinan kesempatan Ibu Rifqah untuk sembuh itu ada. Meskipun tidak seratus persen. Tapi, kesempatan itu masih ada. Hanya saja, Ibu Rifqah harus segera melakukan operasi dan kemoterapi tersebut. Jika terlalu lama, saya khawatir penyakit Ibu akan semakin memburuk dan akan memasuki stadium akhir. Dan penyembuhannya akan semakin sulit nantinya," jawab Dokter Arya panjang lebar."Tapi, Dokter tau sendiri, 'kan? Saya sedang hamil. Nggak mungkin saya menjalani operasi dan kemoterapi sebelum saya melahirkan. Saya takut akan berdampak buruk terhadap janin saya. Kalau misalnya, saya menjalani operasi dan kemoterapi beberapa bulan lagi, apa kesempatan itu masih ada, Dok?" Riri kembali berta
AUTHOR POVRiri tampak mengerjap karena terkejut. Riri benar-benar tidak menyadari kedatangan Haikal yang sekarang sudah bersimpuh di hadapannya. Dan tingkah polos Riri yang seperti orang yang sedang bingung sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, terlihat lucu di mata Haikal. Pria itu terkekeh kecil, lalu menarik hidung Riri gemas. Membuat si empunya memberengut lucu."Kamu kapan sampe? Kok aku nggak tau?" tanya Riri bingung."Gimana kamu bisa tau? Kamu 'kan lagi asyik ngelamun. Emang lagi ngelamunin apaan, sih?" tanya Haikal kembali karena masih merasa penasaran setelah menjawab pertanyaan Riri yang tampak kebingungan dengan kehadiran Haikal tadi."Siapa yang ngelamun?" Riri balas bertanya, berusaha untuk mengelak."Kamu," jawab Haikal singkat."Aku nggak lagi ngelamun. Tadi itu aku lagi mikir," balas Riri setelah mendapatkan alasan yang tepat.
AUTHOR POVKarena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Riri, Haikal kembali menyibukkan dirinya dengan berkas-berkasnya seperti sebelumnya. Sedangkan Riri memilih untuk kembali duduk di sofa dan mulai mencorat-coret kertas kosong yang tadi dimintanya dari Haikal. Sesekali ia akan melirik pada Haikal yang benar-benar terfokus pada pekerjaannya. Seakan lupa jika di ruangan itu bukan hanya ada dirinya seorang. Melainkan juga ada istrinya.Setelah selesai dengan apa yang dikerjakannya, Riri meneliti sekali lagi hasil pekerjaannya itu. Kemudian ia tersenyum puas dengan hasil karyanya. Diangkatnya kertas yang berada di tangannya dan disejajarkannya dengan wajah Haikal yang masih fokus pada laptop dan berkas-berkasnya hingga terlihat seperti bersisian.Ternyata kertas itu berisi gambar Haikal yang terlihat serius dan sedang sibuk di meja kerjanya. Riri tersenyum sekali lagi melihat lukisan sederhananya i
AUTHOR POVTanpa sepengetahuan Riri, Haikal juga memposting foto Riri. Foto di mana Riri yang tampak sedang serius melukis gambar wajah Haikal, yang juga diambil oleh Haikal tadi secara diam-diam.Sebenarnya tadi Haikal tidak benar-benar terlalu fokus pada pekerjaannya. Sesekali ia juga memperhatikan kegiatan istrinya itu. Ia juga tahu jika Riri sesekali akan melirik ke arahnya. Haikal hanya berpura-pura tidak tahu. Tetapi, ketika Riri mengambil foto dirinya tadi, Haikal memang benar-benar tidak tahu. Dan di saat Riri benar-benar tengah fokus pada kegiatannya, Haikal diam-diam memfoto Riri.Dan juga, sebenarnya sudah banyak foto Riri yang diambil oleh Haikal. Hanya saja, Riri tidak pernah menyadarinya atau mengetahuinya. Ya, tentu saja itu karena Haikal selalu mengambilnya secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi, atau di saat Riri sedang tidur. Tetapi, baru kali ini dirinya memposting foto Riri di akun Inst
AUTHOR POV"Aku keluar sebentar. Kamu tunggu aku di sini. Kita bakalan lanjutin," katanya pada Riri kemudian melangkah keluar dengan senyum genitnya yang ditujukannya kepada Riri.Riri hanya memandangi Haikal yang melangkah keluar dari kamar tersebut diiringi dengan senyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya.Sementara Haikal terus melangkah menuju pintu ruangan kantornya. Dibukanya pintu yang memisahkan antara ruangannya dan meja sekretarisnya. Begitu Haikal sudah berada di depan meja sekretarisnya, sekretarisnya yang menyadari bahwa atasannya sedang menghampirinya dan berada di depan meja kerjanya, langsung bangkit."Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya sekretaris Haikal dengan hormat."Hari ini saya tidak ingin diganggu. Jika ada yang ingin bertemu, katakan jika saya sedang sibuk. Dan jika hal itu adalah hal yang sangat penting, kamu tangani saja dulu. Kamu mengerti?" t
Riri dan Haikal keluar dari ruangan Haikal ketika jam menunjukkan pukul tiga sore. Sudah sangat terlambat dari waktu makan siang yang seharusnya."Ratna, saya ingin pergi keluar. Jika ada berkas penting, kirimkan saja ke e-mail saya. Kemungkinan saya akan langsung pulang," ucap Haikal memberitahukan kepada sekretarisnya."Baik, Pak," jawab Ratna patuh.Setelah mengatakan itu Haikal dan Riri berjalan menuju lift dengan Haikal yang merangkul pinggang Riri mesra. Tangan Haikal masih setia merangkul pinggang Riri selama di dalam lift serta di lobby. Mereka tiba-tiba menjadi bahan tontonan. Haikal sama sekali tidak merasa risih menjadi tontonan para karyawannya. Ia tetap berjalan santai dan bertampang datar.Begitu juga dengan Riri. Ia tampak tidak peduli dengan sekitarnya. Ia terlalu kesal dengan Haikal yang terus menerus menahannya tadi. Menahannya dengan hasrat bercinta Haikal yang besar. Padahal tadi Haikal berjanji kalau hanya akan sebentar saja. Tetapi n