Home / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / 2. Pendekar Adji Darma

Share

2. Pendekar Adji Darma

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2021-12-23 04:08:21

Pagi sekali, Naga Wali sudah bersiap membawa bakul-bakul dari rotan untuk dijual keliling perkampungan dengan tongkatnya. 

"Jangan lupa gembalakan dompa Tuan kepala kampung jika ingin mendapatkan koin perak! Kamu sudah besar, harus bisa mencari koin sendiri," ucap Naga Wali pada Bimantara yang berniat untuk belajar berenang di hari itu. Niatnya sudah bulat untuk menjadi murid di perguruan Matahari.

"Iya, Ayah."

"Dan tolong, jangan mencoba untuk membuka peti di bawah tempat tidur ayah! Jika sampai kamu buka, kamu akan kualat!"

"Baik, ayah."

Naga Wali pun pergi membawa bakul-bakul rotan sambil meraba jalanan dengan tongkatnya. 

Bimantara langsung bersiap untuk belajar berenang di sungai yang terletak di ujung perkampungan. Saat dia hendak melangkah keluar gubuknya, dia melihat ada cahaya yang keluar di bawah tempat tidur ayahnya. Dengan bantuan tongkat, Bimantara mendekat ke arah tempat tidur ayahnya dengan penuh rasa penasaran.

Karena rasa penasaran, Bimantara pun melongo ke bawah tempat tidur. Cahaya itu keluar dari dalam peti yang sedikit terbuka. Dia pun menarik paksa peti itu dan langsung membukanya. Bimantara tercengang saat mendapati di dalam peti itu berisi pedang perak yang berkilau. Di sana juga ada topeng dan pakaian pendekar. Dia ingat, semua itu adalah perlengkapan yang sama seperti perlengkapan pendekar Adji Darma yang menjadi pemimpin di perguruan Matahari. Dia pernah melihat Pendekar Adji Darma sekali dalam seumur hidupnya. 

"Bimantara!"

Bimantara terkejut saat mendapati ayahnya sudah berdiri di dekatnya. Dia heran, kenapa ayahnya kembali lagi ke sana? Dia langsung menutup peti itu dan mendorongnya ke bawah ranjang dengan hati-hati agar ayahnya tidak curiga. 

"Kenapa kamu berani membuka peti itu?!"

Bimantara kaget, bagaimana ayahnya tahu? Padahal ayahnya tidak bisa melihat. Naga Wali langsung mengibaskan tongkatnya ke arah Bimantara. Sontak Bimantara langsung meraih tongkatnya sendiri untuk berlari dengan kaki pincangnya.

"Anak durhaka! Mau kemana kamu!"

Bimantara terus saja berlari dengan susah payah. Di belakangnya Naga Wali mengejarnya sambil meraba jalanan dengan tongkatnya. Bimatara pun bersembunyi di balik batu dengan takut sambil memegang tongkatnya. Dia masih bertanya-tanya tentang apa yang dilihatnya dalam peti itu tadi. Saat merasa sudah aman, dia pun pergi mencari kakeknya di atas bukit.

Bimantara mendapati kakeknya sedang membetulkan atap gubuknya yang terbuat dari jerami. Napasnya terengah-engah, kelelahan menaiki bukit.

"Ada apa?" tanya kakeknya sambil melompat dari atap ke atas tanah.

Bimantara diam, bimbang antara ingin menanyakan soal isi peti atau tidak. Kakek Sangkala semakin heran. Tak lama kemudian dia tersenyum.

"Kalau ingin belajar dasar-dasar ilmu bela diri, kakek bisa mengajarkannya padamu."

"Bukan itu, Kek."

"Lalu apa?"

"Tadi aku tak sengaja melihat cahaya di bawah tempat tidur ayah."

"Lalu?"

"Aku penasaran dan melongo ke bawah tempat tidur ayah. Ternyata cahaya itu dari dalam peti milik ayah. Di dalamnya kulihat ada pedang, pakaian dan topeng yang mirip dengan yang sering dipakai pendekar Adji Darma."

Kakek Sangkala terkejut mendengarnya.

"Bukannya ayahmu melarang untuk membukanya? Kenapa kau berani melanggar perintah orang tuamu?"

Bimantara menunduk. "Maafkan aku, Kek. Aku penasaran."

Kakek Sangkala geram, "Memang itu penyakitmu! Kalau sudah penasaran harus tahu jawabannya! Ingat, adakalanya kita harus diam dan berhenti bertanya.

"Maaf, Kek," ucap Bimantara lalu menuduk dengan takut.

Kakek Sangkala menghela napas.

"Apa maksudnya semua itu, Kek? Kenapa benda-benda itu disimpan sama ayah? Apakah ayah mencurinya dari Pendekar Adji Darma?"

"Baru saja tadi kakek bilang adakalanya kita harus diam, masih saja bertanya!" kesal Kakek padanya.

"Maaf, Kek. Kelepasan," sahut Bimantara.

Kakek Sangkala akhirnya menghela napas. Dia tak tega membuat cucunya mati penasaran.

"Ayahmu bukan pencuri!" teriak kakek Sangkala tidak menerima sangkaan cucunya tadi.

"Kenapa bisa disimpan sama ayah?"

Kakek Sangkala terdiam lalu mengajak Bimantara duduk di atas bale di depan gubuknya.

"Mungkin sudah saatnya kamu tahu tentang rahasia ayahmu," ucap kakeknya sambil menatap pemandangan di bawah bukit sana.

"Rahasia apa, Kek?" Bimantara semakin penasaran.

Kakek menoleh pada Bimantara yang tampan itu.

"Ayahmu dahulu pendekar termasyhur yang dimiliki bumi Nusantara ini. Dia lah pemimpin sesungguhnya pemilik perguruan Matahari."

Bimantara terbelalak mendengar itu.

"Yang benar, Kek?"

"Iya, kakek tidak berbohong."

"Kalau begitu, kenapa ayah tidak memimpin perguruan Matahari lagi?"

Kakek Sangkala berdiri. Matanya menarawang ke masa lalu. Dia ceritakan semuanya pada Bimantara kalau dulu ayahnya memiliki sahabat bernama Arwana. Arwana tidak pernah tahu kalau Naga Wali adalah Adji Darma. Saat itu, mendiang ibu Bimantara dicintai Arwana, ayahnya malah merebut ibunya dari Arwana. Arwana pun pergi menjadi murid di perguruan Matahari. Tidak pernah kembali ke kampung dan akhirnya mengabdi menjadi guru ilmu bela diri di sana.

Akhirnya rahasia terbongkar. Ternyata Naga Wali adalah Adji Darma. Arwana yang menyimpan sakit hati diam-diam mengajak Naga Wali bertarung jika tidak ingin rahasia itu dia bongkar. Jika Naga Wali kalah, maka kepemimpinan perguruan Matahari akan jatuh ke tangan Arwana. Namun jika Arwana kalah, dia akan memaafkan Naga Wali yang sudah merebut mendiang ibu Bimantara darinya dan akan merahasiakan kalau Adji Darma adalah Naga Wali.

Naga Wali setuju karena yakin akan menang. Ternyata Arwana berbuat curang. Dia diam-diam mencampurkan minuman Naga Wali dengan racun. Hingga saat pertarungan Naga Wali kalah dan matanya dibutakan oleh Arwana. Ilmu tenaga dalamnya dikeluarkan oleh Arwana dengan ajian pamungkasnya. 

Mendengar itu, Bimantara berdiri dengan geram.

"Latih aku ilmu dasar-dasar bela diri dan berenang, Kek! Biar aku bisa ke sana dan belajar ilmu bela diri sampai aku bisa membalaskan dendam ayah!" teriak Bimantara dengan kesal.

"Balas dendam tak akan menyelesaikan masalah. Lagi pula ayahmu sudah memaafkan Arwana. Semuanya sudah selesai. Ayahmu sudah hidup tenang dengan apa yang dijalaninya sekarang."

Bimantara tampak kesal bercampur sedih memikirkan nasib ayahnya. Dia pun berjalan meninggalkan kakek Sangkala untuk pulang menemui ayahnya. Kakek Sangkala hanya diam saja. Harusnya dia tidak bercerita. Kini melihat sikap Bimantara yang kesal begitu dia menyesal sudah menceritakan semuanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
mantap ceritanya
goodnovel comment avatar
Sunny Zylven
Harusnya ini impas, Thor. Raja Wali udah rebut cewek Arwana. Kalau dia ngamuk ya wajar.
goodnovel comment avatar
Cedar Karamy
Wih konflik sudah runcing di awal
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status