Share

7. MELAWAN

Author: Pena_Ri
last update Last Updated: 2024-02-03 00:52:21

Seorang pria dengan pakaian santai ala rumahan itu memandang lapar sajian makanan di atas meja. Dia menoleh ke kanan dan kiri, sepi. Tidak peduli dengan sekitar,  perutnya kini sedang lapar. Ia duduk, tersenyum senang. Meraih nasi dan lauk-pauk.

Tanpa berpikir panjang, tak menunda waktu dia melahap dengan perasaan gembira. “Enak juga!” tuturnya tanpa dia sadar.

Kunyahan demi kunyahan, dia menikmati makanan tersebut. Hingga saat seseorang tiba, matanya dengan mata orang itu bertemu, garpu dan sendok yang dia pegang pun dijatuhkan olehnya begitu saja. Bukan hanya itu makanan yang sedang dikunyah itu pun dia keluarkan.

“Uhuk! Uhuk!”

“Sial, makanan apa ini?!”

“MAS!” teriak Sera.

“Kenapa kau muntahkan makanannya?” ucap Sera. Dia sengaja menyiapkan makanan itu untuk suaminya. Tapi, Dika tak menghargai itu.

“Jadi kau yang masak ini? Pantas saja rasanya tidak enak,” ucapnya bangkit dari kursi. Padahal beberapa waktu lalu dia memuji makanan itu. Sayang, Sera tidak menyaksikan hal tersebut secara langsung. Dasar lelaki tidak tahu diri Dika itu.

“Seharusnya aku tidak menyentuh makanan ini.”

“Aku membuat ini untukmu, Mas, aku sudah mempersiapkan dengan baik dan rasanya enak.”

“Mas, tolong biarkan aku menjalani kewajibanku sebagai seorang istri, memberimu makan dan peduli pada pernikahan ini,” lanjut Sera.

“Alah! Terserah apa katamu, aku sungguh tak peduli!”

DUGH!

Dika menendang kaki kursi dan meninggalkan Sera dengan perasaan perih. Sakit. Dika sudah terlalu sering abai kepadanya. Sera menatap makanan di atas meja dengan tatapan sedih. Air matanya berlinang di pelupuk mata. Menarik napas, perempuan berhijab putih itu mengembuskan perlahan, jarinya bergerak menuju matanya, menyeka agar air matanya tidak terjatuh.

Hati Dika begitu keras. Sejak awal menikah tak pernah memberikan kesempatan baik kepada sang istri. Benar-benar sadis. Sera bergegas merapikan makanan tersebut sambil berdoa, ‘Tuhan aku pikir dia akan menyukai masakanku, aku memohon kepada-MU, tolong sadarkan suamiku. Bukakanlah pintu hatinya.’

Siapa yang tidak merasa sedih setiap kali sesuatu yang kita usahakan dengan baik justru mendapatkan perlakuan buruk. Sesak. Sera harus tetap menghadapi hal itu. “Aku harap kelak kamu menyukai makananku, Mas,” gumam Sera yang masih menatap makanan di atas meja dengan tatapan nanar.

***

Sera merasa bosan lantaran dia sudah tidak bekerja setelah dahulu bercerai. Wanita itu memutuskan untuk membuka butik. Pasalnya, dia jago dalam merancang pakaian juga. Ini juga sudah menjadi impiannya sejak dahulu. Hanya saja itu belum terwujud.

Hari ini, dia mengenakan abaya hitam, lengkap dengan hijab berwarna senada. Wajahnya tampak terlihat cerah. Sera juga termasuk orang yang memiliki kulit cerah dan jarang sekali tumbuh jerawat. Namun, sebelum membuat keputusan itu lebih matang, Sera bermaksud menemui kedua orang tua kandungnya untuk berkonsultasi.

Pasalnya, ada banyak saran yang ingin wanita itu dengar. Suami? Kali ini Sera benar-benar hendak melakukan urusannya sendiri. Dia pun pergi dari kediamannya tanpa berbicara pada Dika. Sosok lelaki seperti Dika sudah mampu membuat Sera marah. Namun, saat hendak pergi lucunya dunia mempertemukan mereka berdua. Sera pikir Dika sedang tidak ada. Padahal dia sengaja ingin pergi diam-diam. Dan alangkah terkejutnya lelaki itu melakukan sesuatu yang membuat Sera bingung.

“Mau ke mana kau?”

Ya, Dika benar-benar bertanya seperti itu kepadanya. “Apa urusan Mas bertanya padaku?” sahut Sera. Tidak. Kali ini dia tidak menjawab dengan seperti sebelum-sebelumnya. Nada bicara Sera pun berubah. Yang saat ini dia lakukan lebih tegas.

“Mas sudah bilang, urus-urusan masing-masing.”

Dika hanya terdiam mendengar penuturan perempuan itu. Di satu sisi, dalam hatinya sangat amat marah karena Sera berani-beraninya berkata seperti itu. Sera akhirnya pergi, tapi tidak lupa menggumam salam. Dalam hati ia berusaha menguatkan diri. Dan tidak menyalahkan atas apa yang dilakukannya.

Saat wanita itu pergi, Dika yang sedari tadi mengepalkan tangan itu pun berteriak. “ARGHH!”

“Sialan kau, Sera!”

“Berani sekali kau berbicara seperti itu padaku?”

“Lihat saja apa yang akan kulakukan nanti.” Dika terus bermonolog. Saat hendak menuju kamar, ponsel di dalam saku itu berdering. Dika sedikit panik karena itu Karina. Jika dia menanyakan soal Sera, Dika bingung apa yang harus dia katakan. Dika menggeram kesal. Memaki Sera dalam hati lagi dan lagi.

Tapi, saat di situasi seperti itu, Dika tetap mencoba tenang. Ada banyak yang bisa ia jadikan jawaban. “Tenang Dika, tenang. Semua akan aman…,” Dika menekan tombol hijau pada layar benda pipih itu, lalu menempelkan pada telinga. “Iya, Ma?”

“Assalamualaikum, Dika. Kau lupa untuk memberi Mama salam?”

Nah, baru awal saja dia sudah kena tegur. “Iya, maaf. Assalamualaikum.” Dika menuruti apa kata Karina. “Lagi apa kamu? Apa kamu bersama Sera?”

Itu dia. Benar tebakan Dika. Mamanya itu lebih mengutamakan menantunya sendiri dari pada dirinya yang menjadi seorang anak kandung. “Ah itu, iya, memangnya ada apa?”

“Syukurlah, ponselnya tidak bisa Mama hubungi. Mama pikir dia sedang sibuk atau ada sesuatu padanya.” Jawab Karina di seberang telepon. Sementara Dika tersenyum kecil karena berhasil membuat Karina percaya.

“Ingat pesan Mama, jaga Sera, Dika. Dia istri yang baik, Mama tidak akan salah memilihkan jodoh untukmu.”

“Iya.” Sahutnya singkat. “Kalian baik-baik saja kan? Butuh sesuatu?”

“Tidak ada. Kami baik-baik saja,” bohong Dika. Selalu seperti itu.

“Baiklah, salam buat istrimu.”

“Iya, Ma.”

***

Saat pulang menuju kamar, Sera melewati Dika begitu saja yang sedang berada di sofa duduk melihat tajam ke arahnya. Sera tampak tidak peduli dengan kehadiran Dika. Dia seperti tengah balas dendam. Hal tersebut membuat Dika jengkel.

“Dasar perempuan mandul,” kata Dika pelan. Namun, sayangnya meski begitu Sera dapat mendengar perkataannya. Sera diam. Memutar tubuhnya, menatap ke arah Dika. “Mas barusan mengumpat tentangku?”

Dika yang sedang memainkan ponsel itu pun menaruh ponselnya di sofa dengan sedikit kasar. “Kau merasa, ya?”

Sera begitu sensitif perkara dirinya belum bisa hamil sampai sekarang. Bahkan, sampai pernikahannya yang hendak berjalan sebulan, dia dan Dika tidak pernah berhubungan layaknya suami istri pada umumnya.

“Kau memang pantas diceraikan,” tutur Dika.  Kenapa suaminya ini memiliki mulut besar sekali?

“Tidak ada satupun lelaki yang mau sama kamu. Wanita sepertimu hanya pengganggu,” lagi-lagi Dika berseloroh seolah dunia hanya miliknya.

“Pasti kau bermain kan pada lelaki di luar sana?” ejekan Dika kali ini membuat Sera geram. Tidak tahan, Sera berjalan ke arah Dika. Dan…

Plak!

“Mas tidak tahu apa-apa tentangku!” marah Sera. Kali ini dia benar-benar melepaskan diri. “Sial.” Umpat Dika menyentuh pipinya. “Berani sekali kau-“

Saat hendak membalas perlakuan kasar Sera, bunyi bel lebih dahulu terdengar. Dika dan Sera menoleh ke arah pintu bersamaan. Siapa yang datang?

  

Pena_Ri

Aku harap part ini seru. Sera di sini bersikap seperti itu karena dia mencoba menjaga dirinya. Dika benar-benar udah kelewatan. Jangan lupa like dan komen. Next part semoga lebih greget. Thxxxxxxxxxxxxx

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   119. AKU, KAMU DAN BUAH HATI (TAMAT)

    5 tahun kemudian."Kara!" Seorang pria dengan gagahnya menghampiri sang putri. Dan berjongkok seraya memeluknya. "Assalamualaikum Papa!""Waalaikumsalam, bagaimana sekolahnya?""Kara dapat bintang lima dari guru!" ungkap bocah kecil bernama Kara itu. "Wah, keren anak Papa! Kamu memang cerdas seperti mama kamu!""Papa juga cerdas! Papa punya hotel besar!"Mendengar celotehan sang anak, Dika pun terkekeh. "Papa, ayok pulang. Kara mau ketemu Mama!" ajaknya. Dika mengangguk seraya bangkit. Dia menggandeng putri kandungnya untuk masuk ke dalam mobil. Tak terasa, waktu lima tahun begitu cepat. Dika sudah menjadi pria sejati yang begitu baik menjadi suami untuk Sera. Dika amat merasa bersyukur karena diberikan istri soleha seperti Sera."Kara mau makan es krim, Papa." "Mau es krim?" ulang Dika. Gadis kecil berhijab itu mengangguk. "Oke, tapi kita pulang dulu jemput mama, ya?" "Iya, Papa, horeee Kara makan es krim sama mama dan papa!" Kara sangat menggemaskan. Dia juga memiliki pipi yang

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   118. BABY K or Baby R?

    "Se, ini apa?" Dika melotot sembari memegangi benda kecil, tipis bergaris dua. Lantas pria itu menoleh ke arah sang istri. "Sera... ini serius? Ka... kamu hamil?" Dika gugup. Sera mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Mas. Aku hamil. Aku hamil anak kamu, Mas. Aku bisa hamil. Kita punya buah hati sekarang!" tutur Sera antusias. Dika pun mendekap tubuh Sera dengan erat sembari mendaratkan kecupan di kening wanitanya. "Sera... terima kasih! Terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur dengan hadiah ini. Aku bahagia telah memiliki wanita hebat seperti kamu." "Aku... aku juga, Mas. Aku bahagia karena telah dipertemukan dengan lelaki sesabar kamu. Yang begitu menyayangi diriku tanpa berpikir meninggalkan aku pergi di saat kamu tahu kekuranganku. Terima kasih, Mas...," kata Sera. Untuk sekejap saja, pelukan mereka yang hangat dan nyata dengan rasa syukur yang tiada henti. Jangan biarkan lagi dua insan saling mencinta itu berpisah. Diam-diam, Seda terisak dalam pelukan sang suami. Dia begitu

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   117. Mimpi yang Mengerikan

    Siapa yang tidak senang kalau suaminya yang kerja di luar kota akan kembali pulang ke rumah? Dengan dress panjang berwarna peach, wanita yang duduk di depan meja rias itu tak henti mengukir senyum. Ditambah lagi, dia memiliki kejutan untuk sang suami. Kejutan besar yang akan membuat Dika bahagia. Sera mengusap-usap perutnya dengan lembut dan perlahan. Tak menyangka, penantian yang selama ini dia nantikan akhirnya terwujud. Karena, sesungguhnya Tuhan Maha Baik. Sera tidak tahu bagaimana lagi mengungkap rasa syukurnya. Tuhan selalu punya cara untuk membahagiakan hambanya. Dari ujian yang dialaminya bertubi-tubi, Sera dihadiahi keinginannya untuk memiliki buah hati. Ia tak sabar memberikan kabar gembira itu pada sang suami. Sera sangat menantikan reaksi Dika. "Mas Dika, aku hamil anakmu, Mas. Aku bisa hamil juga. Akhirnya, Tuhan mewujudkan keinginanku. Aku tidak sungguh mandul.""Ya Allah, aku sungguh berterima kasih atas karunia yang Kau berikan dan titipkan. Aku akan menjaga buah ha

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   116. Berjuang

    Hari-hari berlalu. Sebagai wanita yang ikut program hamil Sera harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani niatnya demi satu tujuan untuk segera bisa memiliki keturunan. Dia tak pergi seorang diri. Melainkan selalu ada Dika yang setia menemani. Di rumah sakit, tak hanya Sera yang diperiksa melainkan suaminya juga. Kondisi Sera dan Dika di sana semuanya dicek. Perkara tidak hamil ini tidak melulu berasal dari pihak wanita saja, karena bisa jadi suami jadi sumbernya. Untuk program kali ini mereka benar-benar begitu serius menjalani. Sampai pada akhirnya, ditemukan polip yang cukup besar dan banyak di rahim Sera. Sera yang memang didukung baik oleh Dika, tak bisa untuk berhenti program tersebut. Dokter mengambil tindakan untuk membersihkan polip yang ada di rahim Sera. Sempat takut, namun Sera harus semangat. Terlebih Dika juga tak pernah lelah memberikannya kekuatan. Setelah pembersihkan polip itu berhasil, minggu demi minggu berlalu, Sera berkeinginan untuk berangkat Umroh. Wan

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   115. Junior Sera dan Dika

    “Mas, terima kasih, ya, untuk segala hal yang kamu lakukan padaku. Kebaikanmu semoga Tuhan yang membalas,” tulus Sera. Malam-malam membicarakan hal random dan hal serius adalah hal yang berharga dilalukan Sera dan Dika. Mereka tak ingin melewatkan momen itu sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. “Hm, jangan pernah merasa kesepian, ya. Aku tahu yang kita usahakan belum ada hasilnya, tapi aku akan selalu mencari cara agar kamu tetap selalu bahagia,” ujar Dika. “Aku sudah bahagia, aku tidak kesepian lagi karena sudah ada kamu, aku punya kamu di hidupku,” sahut Sera. “Tetap saja. Aku tahu kamu masih merasa sedih di belakang aku. Menyembunyikan luka sendiri. Memendam masalah yang kamu punya. Padahal aku ingin kamu selalu libatkan aku mau sedih atau senang,” ungkap Dika. “Karena aku suami kamu, baik sekarang atau nanti.”“Dulu sekali, aku selalu berharap kalau kamu mau mengakui dirimu sebagai suami aku, Mas. Aku selalu b

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   114. Diperlakukan Layaknya Ratu

    Bucket Cokelat!Baru saja Sera keluar dari kamar mandi. Wanita itu terkejut kala di meja samping ranjangnya ada benda itu. Bukankah Dika sudah pergi berangkat ke kantor? Belum lama Sera mencium tangan suaminya. Siapa yang menaruhnya? Apa Bi Niken masuk ke kamar?Meraih bucket tersebut senyum wanita dengan hijab berwarna hijau itu mengembang di wajah. Siapa wanita yang tidak senang bila diberi cokelat? Sera lantas meraih ponsel dan hendak memotretnya. Dan bertepatan itu notifikasi dari sang suami masuk. Sera membuka pesan tersebut lebih dahulu. Tidak jadi mengambil foto cokelat itu. Mas DikaSe, sudah lihat kirimanku?Apa kamu suka? Benar sekali itu dari suaminya. Sambil mengetik, senyum wanita itu tak pernah lepas. Dia mengirim beberapa pesan pada suaminya.Aku gak tahu kapan kamu siapkan bucket cokelat ini, Mas?Tapi, terima kasih banyak, ya.Aku tentu suka.Mas DikaSyukurlah, aku balik kerja ya. Boleh kirim foto dengan cokelatnya? Aku ingin melihat wajahmu biar semangat bekerja.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status