Share

6. Pria Menyebalkan

Penulis: Pena_Ri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-02 00:01:06

Seorang wanita membuka matanya perlahan-lahan lantaran mendengar bunyi alarm. Sudah pukul 6 pagi. Dia tidak menjalankan ibadah subuh karena tengah datang bulan, menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sera meraih hijab yang tidak jauh dari posisinya. Ia segera memakai hijab tersebut.

Sejak memutuskan menikah lagi dan di hari di mana ijab kabul itu berlangsung, Sera begitu menghargai pernikahannya, tidak menjadikan pernikahannya hanya sekedar pelampiasan karena kesepian atas gagalnya pernikahan yang dahulu.

Keluarga Dika, khusus orang tuanya sudah sangat baik terhadapnya. Begitu mencintai kehadirannya. Lantas, Sera tetap harus melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri, mengabaikan sikap kasar Dika yang setiap hari ia dapatkan.

Berjalan keluar dari kamar, Sera sudah tak heran saat menemukan Dika tertidur di sofa tanpa selimut. Hanya dengan pakaian tidur, tangannya dalam keadaan posisi menyilang di atas dada. Langkah kaki Sera mendekat kepada pria itu.

“Mas…” panggil Sera lembut. Tidak ada sahutan, wajar saja karena Dika tertidur pulas. Mana bisa suara lembut itu dapat mengusik tidur Dika di pagi hari.

“Mas Dika, bangun, Mas,” ucap Sera.

Tidak, Sera tidak berani menyentuh suaminya sendiri. Dia hanya mampu berdiri di posisinya. Sikap kasar Dika kadang kala membuat Sera takut. “Mas Dika, sudah pagi, Mas harus ke hotel.”

Saat Sera hendak mendekat, Dika pun membenarkan posisi tubuhnya sembari menggumam tidak jelas. Matanya masih memejam erat. Sera berusaha sabar lagi. Suara tak diindahkan kembali. Menarik napas, saat ia memutuskan untuk maju selangkah, Dika kembali bergerak, tangannya juga ikut direntangkan.

Kali ini, lelaki itu membuka matanya sendiri, hal itu membuat Sera sedikit terkejut. Suaranya pun mampu membuat pria yang membaringkan tubuh di atas sofa itu ikut bereaksi.

“KAU!” Dika pun refleks mengubah posisi tubuhnya. Dia segera duduk. “Mau apa kau di sini? Hah?” nadanya tak bisa berubah lembut.

“Mas, Mama bilang kalau Mas harus ke hotel,” tutur Sera. Perempuan itu sama sekali tidak ikut meninggikan suaranya atau emosi.

“Mau aku siapkan-“

“Berhenti bicara! Kau hanya menjadi pengganggu!”

“Ck!” Dika bangkit, tangannya dengan sengaja mendorong bahu Sera sedikit keras saat ia berjalan melewatinya. Hal itu membuat Sera yang tidak berjaga-jaga terjatuh ke lantai.

“Aw…,” Sera meringis, “Mas, apa yang Mas Dika lakukan?” ucap Sera berbicara mendongak, Dika tak menjawab, dia malah menyeringai, “rasakan itu,” katanya sebelum benar-benar meninggalkan Sera yang masih terduduk di lantai. Pria itu tak punya rasa iba sama sekali terhadap istrinya. Pergi begitu saja ke kamar tanpa rasa peduli dan tak mengucapkan sepatah kata maaf.

***

Sera memiliki hati yang kuat layaknya baja. Kali ini drama apa lagi yang dimainkan oleh suaminya? Dika keluar memakai setelan jas hitam sembari menggenggam ponsel di tangan kiri. Ya, memang dia tampan, memiliki rahang yang tegas, alis tebal, hidung mancung, namun bukan itu yang jadi poinnya. Dia memanggil Sera dengan berteriak-teriak seolah tinggal di hutan. Belum lagi Sera dihina juga.

“SERA! SERA!”

“DI MANA KAU?!”

“SERA APA KAU TULI?!”

Demi Tuhan, jika wanita itu bukan Sera, mungkin saja Dika akan mendapatkan perilaku kasar juga dari perempuan lain. Tapi, Sera muncul dengan sedikit berlari tergesa-gesa dari dapur. Dan bertanya masih dengan nada yang terlewat tenang.

“Ada apa, Mas?”

“Kenapa Mas sampai berteriak-teriak?”

“Ck! Mama ingin bicara-“

Belum selesai berbicara, ponselnya lebih dahulu berdering. Itu adalah Karina, Mama Dika. Dika mengembuskan napas kasar, sebelum tombol hijau pada layar itu ia sentuh, pria yang akan berangkat menuju hotel itu lantas mengatakan suatu.

“Jangan buat masalah dan mengatakan hal yang mengada-ngada pada mama, paham?!” ancam Dika.

“Baik, Mas, aku paham maksud Mas,” ucap Sera.

“Kalau kau sampai berbuat nekat cerita tentang apa yang terjadi, habis kau!”

“Iya, mana ponselnya?” pinta Sera.

Dika memberikan ponsel miliknya dengan raut wajah terpaksa. Sungguh, Dika merasa sedang makan buah simalakama. Menyilangkan di depan dada bidangnya, lelaki itu membuang wajahnya ke sembarang arah.

Sera lantas menjawab telepon itu. Seperti biasa dibuka dengan sapaan. Dia memang sungguh menantu idaman yang Karina idam-idamkan. Suara lembut Sera mampu membuat Mama Dika di seberang telepon tertawa renyah. “Assalamualaikum, Ma, pagi,” kata Sera.

“Waalaikumsalam, pagi juga. Sera, bagaimana hari-hari kamu?”

Dika dapat mendengar suara Karina karena sengaja ingin mendengar percakapan dua orang wanita itu.

“Oh, alhamdulillah Sera baik-baik saja. Mama dan papa bagaimana?”

“Kami berdua baik. Syukurlah kalau kau baik. Apa Dika nakal, Sera? Dika tak menyusahkanmu kan?”

“Em-“ sejenak mata Sera melirik cowok yang ada di sisi kirinya. Begitu juga Dika menatap sinis Sera. “Mas Dika sama sekali tidak menyusahkan, Mas Dika banyak membantu Sera, Ma,” ucap Sera.

Dalam hati, Sera bermonolog, ‘Ya Tuhan, apa boleh buat? Maaf karena aku telah berbohong.’

“Hm, baguslah. Jika Dika berbuat sesuatu yang tidak baik, Sera lapor ya, Mama saja kadang sebal menghadapi sikapnya yang dingin itu.”

‘Apa?’ ucap Dika dalam hati.

“Iya, Mama tenang saja. Mas Dika tidak semenyebalkan itu kok,” tutur Sera. Dia tersenyum tipis ke arah Dika. Seolah tengah mengejek juga. Dika semakin dibuat dongkol oleh tindakan Sera barusan. Baginya, senyum itu membuat dirinya merasa tengah direndahkan.

“Hm, tetap saja Sera. Ya sudah, Mama ingin bicara dengan Dika, bisa kamu berikan ponselnya pada suamimu?”

“Iya, Ma,” Sera lantas memberikan ponsel itu. “Halo, Dika?”

“Hm,” ketus dingin. “Loh kamu kenapa seperti itu?”

“Kamu dengar obrolan Mama dengan Sera, ya?”

“Dika tidak menyebalkan, justru Mama yang menyebalkan,” jawab Dika. “Kamu ini baperan sekali,” ejek Karina. “Sayang, benar kamu tidak berbuat aneh pada Sera kan? Jaga Sera ya, dia itu istrimu, menantu kesayangan Mama. Jaga dengan baik, dia yang akan selalu ada dan merawat kamu apapun kondisi kamu, ingat pesan Mama, Dika,” cerocos Karina.

“Iya, iya,” jawab Dika.

“Jangan membuat Sera merasa direpotkan. Kamu kan suaminya. Kamu harus bisa bersikap baik kepada istri. Jika ada suatu hal yang membuat Sera keberatan, kamu yang harus bertanggung jawab, paham, Nak?”

“Hm,” deham Dika.

“Sudah ya, aku kan harus ke hotel juga,” ujar Dika. “Oh iya, Mama sampai lupa,” jawab Karina. “Ya sudah, pergilah, hati-hati. Papamu sudah menunggu,” ucap Karina.

“Mama ingin bertemu kalian di sana, segera,” sambung Karina.

“Kapan?” tanya Dika dengan nada terkejut. “Kenapa kamu begitu kaget?”

“Bukan, biar aku bisa beres-beres,” ucap Dika.

“Kamu sudah menjadi rajin setelah menikah?”

Dika diam. Dia melirik sekilas ke arah Sera. “Kapan Mama akan ke sini?”

Pasalnya, jika dia tidak tahu kepastiannya, Dika takut sesuatu hal buruk menimpanya. Dan keadaan rumah tangganya yang tidak benar-benar baik itu akan diketahui oleh kedua orang tuanya. Dika tidak ingin hal itu sampai terjadi.

Pena_Ri

hai, aku penulis baru di sini. aku harap cerita ini mampu menghibur kalian. Enjoy.... jangan lupa berikan komen, share! thxxxxxx

| 1
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   119. AKU, KAMU DAN BUAH HATI (TAMAT)

    5 tahun kemudian."Kara!" Seorang pria dengan gagahnya menghampiri sang putri. Dan berjongkok seraya memeluknya. "Assalamualaikum Papa!""Waalaikumsalam, bagaimana sekolahnya?""Kara dapat bintang lima dari guru!" ungkap bocah kecil bernama Kara itu. "Wah, keren anak Papa! Kamu memang cerdas seperti mama kamu!""Papa juga cerdas! Papa punya hotel besar!"Mendengar celotehan sang anak, Dika pun terkekeh. "Papa, ayok pulang. Kara mau ketemu Mama!" ajaknya. Dika mengangguk seraya bangkit. Dia menggandeng putri kandungnya untuk masuk ke dalam mobil. Tak terasa, waktu lima tahun begitu cepat. Dika sudah menjadi pria sejati yang begitu baik menjadi suami untuk Sera. Dika amat merasa bersyukur karena diberikan istri soleha seperti Sera."Kara mau makan es krim, Papa." "Mau es krim?" ulang Dika. Gadis kecil berhijab itu mengangguk. "Oke, tapi kita pulang dulu jemput mama, ya?" "Iya, Papa, horeee Kara makan es krim sama mama dan papa!" Kara sangat menggemaskan. Dia juga memiliki pipi yang

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   118. BABY K or Baby R?

    "Se, ini apa?" Dika melotot sembari memegangi benda kecil, tipis bergaris dua. Lantas pria itu menoleh ke arah sang istri. "Sera... ini serius? Ka... kamu hamil?" Dika gugup. Sera mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Mas. Aku hamil. Aku hamil anak kamu, Mas. Aku bisa hamil. Kita punya buah hati sekarang!" tutur Sera antusias. Dika pun mendekap tubuh Sera dengan erat sembari mendaratkan kecupan di kening wanitanya. "Sera... terima kasih! Terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur dengan hadiah ini. Aku bahagia telah memiliki wanita hebat seperti kamu." "Aku... aku juga, Mas. Aku bahagia karena telah dipertemukan dengan lelaki sesabar kamu. Yang begitu menyayangi diriku tanpa berpikir meninggalkan aku pergi di saat kamu tahu kekuranganku. Terima kasih, Mas...," kata Sera. Untuk sekejap saja, pelukan mereka yang hangat dan nyata dengan rasa syukur yang tiada henti. Jangan biarkan lagi dua insan saling mencinta itu berpisah. Diam-diam, Seda terisak dalam pelukan sang suami. Dia begitu

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   117. Mimpi yang Mengerikan

    Siapa yang tidak senang kalau suaminya yang kerja di luar kota akan kembali pulang ke rumah? Dengan dress panjang berwarna peach, wanita yang duduk di depan meja rias itu tak henti mengukir senyum. Ditambah lagi, dia memiliki kejutan untuk sang suami. Kejutan besar yang akan membuat Dika bahagia. Sera mengusap-usap perutnya dengan lembut dan perlahan. Tak menyangka, penantian yang selama ini dia nantikan akhirnya terwujud. Karena, sesungguhnya Tuhan Maha Baik. Sera tidak tahu bagaimana lagi mengungkap rasa syukurnya. Tuhan selalu punya cara untuk membahagiakan hambanya. Dari ujian yang dialaminya bertubi-tubi, Sera dihadiahi keinginannya untuk memiliki buah hati. Ia tak sabar memberikan kabar gembira itu pada sang suami. Sera sangat menantikan reaksi Dika. "Mas Dika, aku hamil anakmu, Mas. Aku bisa hamil juga. Akhirnya, Tuhan mewujudkan keinginanku. Aku tidak sungguh mandul.""Ya Allah, aku sungguh berterima kasih atas karunia yang Kau berikan dan titipkan. Aku akan menjaga buah ha

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   116. Berjuang

    Hari-hari berlalu. Sebagai wanita yang ikut program hamil Sera harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani niatnya demi satu tujuan untuk segera bisa memiliki keturunan. Dia tak pergi seorang diri. Melainkan selalu ada Dika yang setia menemani. Di rumah sakit, tak hanya Sera yang diperiksa melainkan suaminya juga. Kondisi Sera dan Dika di sana semuanya dicek. Perkara tidak hamil ini tidak melulu berasal dari pihak wanita saja, karena bisa jadi suami jadi sumbernya. Untuk program kali ini mereka benar-benar begitu serius menjalani. Sampai pada akhirnya, ditemukan polip yang cukup besar dan banyak di rahim Sera. Sera yang memang didukung baik oleh Dika, tak bisa untuk berhenti program tersebut. Dokter mengambil tindakan untuk membersihkan polip yang ada di rahim Sera. Sempat takut, namun Sera harus semangat. Terlebih Dika juga tak pernah lelah memberikannya kekuatan. Setelah pembersihkan polip itu berhasil, minggu demi minggu berlalu, Sera berkeinginan untuk berangkat Umroh. Wan

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   115. Junior Sera dan Dika

    “Mas, terima kasih, ya, untuk segala hal yang kamu lakukan padaku. Kebaikanmu semoga Tuhan yang membalas,” tulus Sera. Malam-malam membicarakan hal random dan hal serius adalah hal yang berharga dilalukan Sera dan Dika. Mereka tak ingin melewatkan momen itu sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. “Hm, jangan pernah merasa kesepian, ya. Aku tahu yang kita usahakan belum ada hasilnya, tapi aku akan selalu mencari cara agar kamu tetap selalu bahagia,” ujar Dika. “Aku sudah bahagia, aku tidak kesepian lagi karena sudah ada kamu, aku punya kamu di hidupku,” sahut Sera. “Tetap saja. Aku tahu kamu masih merasa sedih di belakang aku. Menyembunyikan luka sendiri. Memendam masalah yang kamu punya. Padahal aku ingin kamu selalu libatkan aku mau sedih atau senang,” ungkap Dika. “Karena aku suami kamu, baik sekarang atau nanti.”“Dulu sekali, aku selalu berharap kalau kamu mau mengakui dirimu sebagai suami aku, Mas. Aku selalu b

  • Bismillah, Pernikahan Kedua dengan CEO   114. Diperlakukan Layaknya Ratu

    Bucket Cokelat!Baru saja Sera keluar dari kamar mandi. Wanita itu terkejut kala di meja samping ranjangnya ada benda itu. Bukankah Dika sudah pergi berangkat ke kantor? Belum lama Sera mencium tangan suaminya. Siapa yang menaruhnya? Apa Bi Niken masuk ke kamar?Meraih bucket tersebut senyum wanita dengan hijab berwarna hijau itu mengembang di wajah. Siapa wanita yang tidak senang bila diberi cokelat? Sera lantas meraih ponsel dan hendak memotretnya. Dan bertepatan itu notifikasi dari sang suami masuk. Sera membuka pesan tersebut lebih dahulu. Tidak jadi mengambil foto cokelat itu. Mas DikaSe, sudah lihat kirimanku?Apa kamu suka? Benar sekali itu dari suaminya. Sambil mengetik, senyum wanita itu tak pernah lepas. Dia mengirim beberapa pesan pada suaminya.Aku gak tahu kapan kamu siapkan bucket cokelat ini, Mas?Tapi, terima kasih banyak, ya.Aku tentu suka.Mas DikaSyukurlah, aku balik kerja ya. Boleh kirim foto dengan cokelatnya? Aku ingin melihat wajahmu biar semangat bekerja.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status