Ini adalah kisah tentang Sera Indira, seorang janda yang bercerai lantaran mertuanya tidak ingin memiliki menantu yang mandul. Sudah menikah 4 tahun, Sera Indira tidak juga dikaruniai seorang anak. Reva, benci diolok-olok karena tidak juga memiliki cucu. Hingga, di umurnya yang ke 25, Sera dijodohkan dengan seorang CEO pemilik Hotel Citra Queen. Pernikahan Sera yang sekarang tidak berjalan mulus lantaran Dika, suami barunya itu telah memiliki seorang kekasih. Dan Dika menyetujui perjodohan itu hanya karena kedua orang tuanya. Mampukah kali ini Sera mempertahankan rumah tangganya? Atau akan berakhir seperti pernikahan sebelumnya? NOTE : - 18+ - Rumtang - KUNCI BAB (Nggak cuma pakai koin, bisa pakai iklan :)) - Seru~
View More"Mana Sera!? Mana istri mandul itu!?"
Sera terkejut, tersentak kaget saat suara lantang nan keras sang ibu mertua di depan pintu kamarnya. Tidurnya terusik. Dia pun segera membuka mata dengan paksa dan terburu-buru memakai hijab.
Sekarang sudah pukul 10 malam. Sudah waktunya bagi orang-orang untuk tidur, begitupun Sera.
Namun, ibu mertuanya pasti tidak peduli. Sudah teramat sering Sera mendapatkan amukan dari mertua Sera yang dikenal pemarah itu.
Gegas, Sera mengambil langkah dengan cepat untuk membuka pintu kamar.
Di hadapannya, sudah berdiri Reva, sang ibu mertua, dengan berkacak pinggang. Di sebelahnya, Renal, suami Sera tengah menenangkan ibu kandungnya tersebut.
"Mama, jangan bicara seperti itu, itu istri Renal," ujar Renal membela sang istri.
"Alah! Lebay! Mama muak dengarnya!” bentak sang ibu mertua. Lalu, wanita tua itu menunjuk Sera lurus-lurus. “Kamu!”
Sera terkesiap. Ia tidak mengatakan apa pun, menciut ketakutan.
"Kemasi barang-barang kamu sekarang!" perintah Reva membuat mata Sera membulat sempurna. "Cepat! Tunggu apa lagi, hah!?”
Pandangan wanita tua itu menajam.
"Mama!" sergah Renal. "Jangan usir Sera!”
Pria itu segera menghampiri Sera. Menggenggam tangan Sera erat.
"Ma, kenapa? A-ada apa?" tanya Sera gugup.
"Ada apa? Kamu masih bicara ada apa?!” Reva tersenyum sinis. “Percuma anak saya nikah dengan kamu, Sera! Kamu itu mandul! Kamu hanya bikin malu keluarga saya!”
Sera menggigit bibir, tidak berdaya di hadapan amukan sang ibu mertua.
“Muka saya mau ditaruh di mana, hah? Coba kamu pikir!” lanjut si ibu mertua lagi. “Saya malu punya menantu, tapi sampai sekarang tidak bisa memberi cucu!"
"Kamu juga, Renal! Berhenti membela istri kamu. Sudah empat tahun sejak kalian menikah, mana janji kalian untuk memberi cucu? Hah?! Mama malu dihina teman-teman Mama, Renal!" Dengan nadanya yang masih meninggi Reva berkata.
Si ibu mertua hendak menarik tangan Sera, tetapi Renal lebih dahulu mencegahnya.
"Minggir, Renal!" bentak Reva lagi, tidak terima putranya membela perempuan mandul tersebut.
Ia tidak tahan terus diolok-olok teman-temannya saat berkumpul arisan. Rasa irinya terus meninggi, juga amarahnya menumpuk karena ucapan-ucapan yang menampar baginya. Dan Sera adalah penyebab utamanya.
Dari semua anggota arisannya, hanya dirinya yang belum memiliki cucu. Semua teman-temannya berbangga diri memamerkan cucu kesayangan mereka masing-masing. Sementara dirinya tak bisa melakukan apa-apa.
Itu sebabnya, Reva muak dan memutuskan untuk mengusir Sera dari rumahnya. Dan mendesak Renal segera menceraikan wanita pembawa sial itu. Reva juga memutuskan untuk mencarikan Renal wanita yang lebih baik.
“Perempuan tidak berguna!”
“Mama!” Renal membelalak menatap sang ibu.
"Mas Renal, tidak apa-apa," ucap Sera. Ia menggelengkan kepalanya dan melepaskan genggaman Renal. “Mama kamu benar. Aku tidak bisa memberikan anak sekaligus cucu.”
Wajah Sera berubah sendu. Dia menunduk dengan matanya yang merah menahan tangisan.
"Ceraikan dia sekarang juga!" titah Reva, kembali kesal dengan ekspresi kesedihan Sera yang membuatnya mual.
"Ma, Renal sayang Sera,” sahut Renal. “Mama tidak bisa menyuruh Renal menceraikan hanya karena masalah anak."
"Kau berani membantah Mama?” ucap Reva tidak percaya. Meskipun ekspresinya masih tampak keras. “Mama sudah membesarkan kamu, Renal! Kamu berprestasi, sukses, hingga bisa hidup seperti ini … semuanya karena Mama! Bukan perempuan ini!”
Wanita itu mengungkit pengorbanannya untuk Renal.
“Sudah, Ma,” ucap Sera dengan suaranya yang lirih. Air mata sudah mengalir di pipinya sejak si ibu mertua meminta Renal menceraikan dirinya. “Aku akan pergi.”
“Sera!” Renal menggenggam tangan sang istri.
"Ceraikan aku, Mas. Ini yang terbaik untuk kita berdua," tutur Sera, kembali melepaskan tangan suaminya.
Mungkin memang ini saat yang tepat. Atau hal yang baik juga.
Selama ini, Sera juga tidak diam. Dia berjuang untuk memiliki anak. Memeriksakan dirinya dan bersedia mencoba segala jenis program kehamilan.
Namun, memang Tuhan masih belum memberikan dirinya dan Renal titipan anak.
Akan tetapi, toh semuanya sudah berakhir. Sera sudah harus selesai sampai di sini. Dengan berat hati, dia pun menyetujui apa yang mertuanya pinta.
"Sera, apa-apaan kamu bicara seperti itu?!" Bola mata Renal membesar. "Tega sekali kamu! Apakah memang kamu sengaja ingin pisah dariku?”
Sera menggeleng. “Mas harus ceraikan aku pokoknya,” ulang Sera.
"Dengar kata wanita itu, Renal! Kau harus menceraikannya sekarang atau Mama tidak akan menganggap kamu sebagai anak kandung Mama lagi!" ancam Reva dengan kedua tangan menyilang di depan dada.
Mata wanita tua itu menatap sinis ke arah Sera, senyum penuh kemenangan. "Kamu hanya akan jadi pembawa sial saja untuk hidup Renal. Renal akan malu jika terus berdampingan dengan kamu," ucapnya. “Pahami itu!”
Hening.
“Apa yang kamu lakukan?” Si ibu mertua kembali membentak, kali ini pada putranya. “Kenapa diam saja? Kamu mau durhaka? Mau Mama pecat kamu dari posisi CEO karena wanita mandul ini!? Ceraikan dia, Renal!”
Mata si ibu mertua itu mendelik sempurna. Sementara Renal terdiam, tidak mengatakan apa pun.
Sera menatap ke arah suaminya yang selalu saja tidak berkutik di bawah ancaman sang ibu, apalagi ketika Reva membawa-bawa jabatan, harta, dan kata “durhaka” di hadapan putranya.
Ia tidak bisa bersama dengan seorang pria dengan ibu yang tidak menyukai Sera. Dengan ibu yang memiliki kontrol terhadap hidup berkeluarga mereka.
“Sudah, Mas. Kita memang harus berhenti sampai di sini.” Kali ini nada suara Sera terdengar tegas. “Kamu berhak bahagia dengan wanita lain."
Kalimat itu membuat Renal marah.
“Sera, kamu mau mundur dari pernikahan ini? Aku tidak mau!” ucap Renal. Lalu ia menatap sang ibu. “Ma, kalau Ibu mau cucu, aku akan usahakan dengan cara lain, tidak perlu mengusir Sera.”
Pria itu memohon. “Aku ingin Sera tetap di sini. Mungkin nanti aku bisa mencari wanita lain untuk memberi Mama cucu .…”
Permohonan tersebut membuat sepasang mata Sera terbelalak. Ia tidak menyangka kalau suaminya akan mengusulkan hal tersebut.
Meskipun kata cinta selalu terucap dan suaminya itu tidak mau melepaskannya, tapi Sera tidak ingin ada sosok lain dalam pernikahan mereka. Mereka sudah punya Reva yang mencampuri setiap aspek rumah tangga mereka. Sera tidak butuh sosok lain untuk membuatnya makin tidak berguna sebagai istri.
Itu akan menambah sakit hatinya.
“Mas, aku tidak mau–”
“Sebentar, Sera,” potong Renal. Pria itu melirik pada sang istri. "Aku sudah bertahan empat tahun demi wanita mandul seperti kamu. Dan kamu malah seperti ini?"
Sera terkesiap. Bagaimana bisa suaminya itu turut mengatainya begitu?
Inikah wajah asli suaminya?
"Benar, Mas, aku hanya wanita mandul, kan?" gumam wanita itu. Ia menghentikan tangisnya, berusaha tegar. “Tapi aku tidak mau dimadu. Jadi, lebih baik kita benar-benar bercerai sekarang.”
Si ibu mertua mendengus. “Tuh, kan, Renal. Dia sendiri mau pergi lantas apa lagi yang kamu tunggu?” katanya. “Sudah, kamu talak saja sekarang!”
Sera menatap ibu dan anak itu bergantian. Tangannya gemetar, tapi ia tidak ingin tampak gentar. Mungkin benar, tempatnya bukan di sini.
"Baiklah, kamu yang meminta! Jangan menyesali apa pun yang terjadi nantinya!” Akhirnya Renal berucap. Matanya memandang Sera dengan tatapan marah dan tidak terima. “Cinta? Cih, kamu sendiri yang memilih mundur dari pernikahan kita, Sera. Dasar wanita mandul, sialan!"
Lelaki itu pergi begitu saja. Saat sebelum keluar kamar, dia menendang pintu begitu keras.
Melihatnya, si ibu mertua tampak puas.
"Saya kasih waktu sampai besok pagi. Habis itu, kamu harus pergi meninggalkan putra kesayangan saya! Dasar wanita mandul!"
5 tahun kemudian."Kara!" Seorang pria dengan gagahnya menghampiri sang putri. Dan berjongkok seraya memeluknya. "Assalamualaikum Papa!""Waalaikumsalam, bagaimana sekolahnya?""Kara dapat bintang lima dari guru!" ungkap bocah kecil bernama Kara itu. "Wah, keren anak Papa! Kamu memang cerdas seperti mama kamu!""Papa juga cerdas! Papa punya hotel besar!"Mendengar celotehan sang anak, Dika pun terkekeh. "Papa, ayok pulang. Kara mau ketemu Mama!" ajaknya. Dika mengangguk seraya bangkit. Dia menggandeng putri kandungnya untuk masuk ke dalam mobil. Tak terasa, waktu lima tahun begitu cepat. Dika sudah menjadi pria sejati yang begitu baik menjadi suami untuk Sera. Dika amat merasa bersyukur karena diberikan istri soleha seperti Sera."Kara mau makan es krim, Papa." "Mau es krim?" ulang Dika. Gadis kecil berhijab itu mengangguk. "Oke, tapi kita pulang dulu jemput mama, ya?" "Iya, Papa, horeee Kara makan es krim sama mama dan papa!" Kara sangat menggemaskan. Dia juga memiliki pipi yang
"Se, ini apa?" Dika melotot sembari memegangi benda kecil, tipis bergaris dua. Lantas pria itu menoleh ke arah sang istri. "Sera... ini serius? Ka... kamu hamil?" Dika gugup. Sera mengangguk sembari tersenyum. "Iya, Mas. Aku hamil. Aku hamil anak kamu, Mas. Aku bisa hamil. Kita punya buah hati sekarang!" tutur Sera antusias. Dika pun mendekap tubuh Sera dengan erat sembari mendaratkan kecupan di kening wanitanya. "Sera... terima kasih! Terima kasih banyak. Aku sangat bersyukur dengan hadiah ini. Aku bahagia telah memiliki wanita hebat seperti kamu." "Aku... aku juga, Mas. Aku bahagia karena telah dipertemukan dengan lelaki sesabar kamu. Yang begitu menyayangi diriku tanpa berpikir meninggalkan aku pergi di saat kamu tahu kekuranganku. Terima kasih, Mas...," kata Sera. Untuk sekejap saja, pelukan mereka yang hangat dan nyata dengan rasa syukur yang tiada henti. Jangan biarkan lagi dua insan saling mencinta itu berpisah. Diam-diam, Seda terisak dalam pelukan sang suami. Dia begitu
Siapa yang tidak senang kalau suaminya yang kerja di luar kota akan kembali pulang ke rumah? Dengan dress panjang berwarna peach, wanita yang duduk di depan meja rias itu tak henti mengukir senyum. Ditambah lagi, dia memiliki kejutan untuk sang suami. Kejutan besar yang akan membuat Dika bahagia. Sera mengusap-usap perutnya dengan lembut dan perlahan. Tak menyangka, penantian yang selama ini dia nantikan akhirnya terwujud. Karena, sesungguhnya Tuhan Maha Baik. Sera tidak tahu bagaimana lagi mengungkap rasa syukurnya. Tuhan selalu punya cara untuk membahagiakan hambanya. Dari ujian yang dialaminya bertubi-tubi, Sera dihadiahi keinginannya untuk memiliki buah hati. Ia tak sabar memberikan kabar gembira itu pada sang suami. Sera sangat menantikan reaksi Dika. "Mas Dika, aku hamil anakmu, Mas. Aku bisa hamil juga. Akhirnya, Tuhan mewujudkan keinginanku. Aku tidak sungguh mandul.""Ya Allah, aku sungguh berterima kasih atas karunia yang Kau berikan dan titipkan. Aku akan menjaga buah ha
Hari-hari berlalu. Sebagai wanita yang ikut program hamil Sera harus bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani niatnya demi satu tujuan untuk segera bisa memiliki keturunan. Dia tak pergi seorang diri. Melainkan selalu ada Dika yang setia menemani. Di rumah sakit, tak hanya Sera yang diperiksa melainkan suaminya juga. Kondisi Sera dan Dika di sana semuanya dicek. Perkara tidak hamil ini tidak melulu berasal dari pihak wanita saja, karena bisa jadi suami jadi sumbernya. Untuk program kali ini mereka benar-benar begitu serius menjalani. Sampai pada akhirnya, ditemukan polip yang cukup besar dan banyak di rahim Sera. Sera yang memang didukung baik oleh Dika, tak bisa untuk berhenti program tersebut. Dokter mengambil tindakan untuk membersihkan polip yang ada di rahim Sera. Sempat takut, namun Sera harus semangat. Terlebih Dika juga tak pernah lelah memberikannya kekuatan. Setelah pembersihkan polip itu berhasil, minggu demi minggu berlalu, Sera berkeinginan untuk berangkat Umroh. Wan
“Mas, terima kasih, ya, untuk segala hal yang kamu lakukan padaku. Kebaikanmu semoga Tuhan yang membalas,” tulus Sera. Malam-malam membicarakan hal random dan hal serius adalah hal yang berharga dilalukan Sera dan Dika. Mereka tak ingin melewatkan momen itu sebelum mereka tenggelam dalam mimpi mereka masing-masing. “Hm, jangan pernah merasa kesepian, ya. Aku tahu yang kita usahakan belum ada hasilnya, tapi aku akan selalu mencari cara agar kamu tetap selalu bahagia,” ujar Dika. “Aku sudah bahagia, aku tidak kesepian lagi karena sudah ada kamu, aku punya kamu di hidupku,” sahut Sera. “Tetap saja. Aku tahu kamu masih merasa sedih di belakang aku. Menyembunyikan luka sendiri. Memendam masalah yang kamu punya. Padahal aku ingin kamu selalu libatkan aku mau sedih atau senang,” ungkap Dika. “Karena aku suami kamu, baik sekarang atau nanti.”“Dulu sekali, aku selalu berharap kalau kamu mau mengakui dirimu sebagai suami aku, Mas. Aku selalu b
Bucket Cokelat!Baru saja Sera keluar dari kamar mandi. Wanita itu terkejut kala di meja samping ranjangnya ada benda itu. Bukankah Dika sudah pergi berangkat ke kantor? Belum lama Sera mencium tangan suaminya. Siapa yang menaruhnya? Apa Bi Niken masuk ke kamar?Meraih bucket tersebut senyum wanita dengan hijab berwarna hijau itu mengembang di wajah. Siapa wanita yang tidak senang bila diberi cokelat? Sera lantas meraih ponsel dan hendak memotretnya. Dan bertepatan itu notifikasi dari sang suami masuk. Sera membuka pesan tersebut lebih dahulu. Tidak jadi mengambil foto cokelat itu. Mas DikaSe, sudah lihat kirimanku?Apa kamu suka? Benar sekali itu dari suaminya. Sambil mengetik, senyum wanita itu tak pernah lepas. Dia mengirim beberapa pesan pada suaminya.Aku gak tahu kapan kamu siapkan bucket cokelat ini, Mas?Tapi, terima kasih banyak, ya.Aku tentu suka.Mas DikaSyukurlah, aku balik kerja ya. Boleh kirim foto dengan cokelatnya? Aku ingin melihat wajahmu biar semangat bekerja.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments