“Iya, kamu kenapa?”“Aku -,” “Will you marry me, Viv?” ucapnya dengan memberikan sebuah kotak merah berbentuk love.Untuk sesaat aku masih terdiam, bingung sendiri mau jawab apa. Perasaanku selama ini, hanya sebatas rasa nyaman, ditambah rasa sayang kepada adikya. Bukan rasa ciinta seperti yang diartikannya. Manik mata itu terus manatapku dengan penuh rasa harap. Tapi, bagaimanapun aku tak boleh berbohong hanya karena rasa kasihan. Apalagi ada hati lelaki lain yang harus kujaga. “Diterima saja, Kak!’ ucap Lesta yang kini tengah berdiri menatap kami, bahkan aku tak menyadari kedatangan ia Bersama Alisa.Aku masih melempar pandangan kearah kakak beradik ini, mencari keputusan yang nantinya tak akan membawaku ke dalam masalah yang menyulitkan. Aku tak mau jika harus membohongi hatiku dan orang lain, tapi menjaga hati Lesta saat ini sungguh sangat dibutuhkan.“Eh, maaf sebentar,” ucapku samnbil meraih ponsel yang berdering dalam sakuku. Nama bos arogan tertulis disana. Aku meminta ijin
“Kembalilah sekarang, Viv, atau aku akan benar-benar memotong gajimu.”“Baiklah, Pak. Saya akan segera Kembali. Saya berjanji tidak akan terlambat.”Aku mematikan panggilan dengan senyuman, hingga tak menyadari ada 3 pasang mata yang menatapku. aku bahkan melupakan kehadiran mereka saat mengobrol dengan Reynan.“Ma-maaf, kalau aku angkat panggilannya terlalu lama.”“Tidak papa, ayo kita balik sekarang!” ucap Haikal smbil berjalan mendekati mobilnya, membukakan pintu mobil untuk adiknya. Aku bahkan baru menyadari jika tikar yang menjadi alas makan kita tadi sudah dibereskan, berikut dengan alat-alat makan.“Masuklah, Viv!’ ucap Haikal sambil membuka pintu mobil di jok depan. Mata mereka menatapku redup, hingga tak kudapati binar mata di manik mata mereka. Bahkan Alisa pun melakukan hal yang sama, menatapku dengan sayu. Apakah ini ada hubungannya dengan pembicaraanku dan Reynan?Mobil ini terhenti terlebih dulu di rumah haikal, baik Lesta maupun Alisa turun disitu. Adikku Alisa ijin mai
Aku melepas pelukan itu dan mendelik ke arahnya. Tak lupa sebuah cubitan kulayangkan di lengannya. Hingga ia mengaduh dan kembali menghadirkan senyuman. Beberapa detik kemudian ekspresi Reynan tampak berubah seperti menahan sesuatu, keringatnya mulai bermunculan bersamaan dengan dahi yang tampak berkerut menahan sakit. Sedangkan tangannya ia arahkan ke perutnya, dan sesaat kemudian terdengar rintihan kesakitan.“Reynan, kamu kenapa?”Aku membantu ia duduk ke kursiku, menyandarkan punggungnya dengan hati-hati.“Viv, bisa tidak kamu ambilkan obat di laci mejaku,”ucapnya dengan lirih, perlahan wajahnya tampak memucat .“Baik, aku segera datang.” Setengah berlari aku masuk ke ruangan Reynan, mendekati mejanya dan membuka laci tesebut. Sekilas aku menatap laptop yang masih di atas meja, menampakkan cctv dari ruanganku. Reynan tampak kesakitan dengan terus memgang perutnya. ‘Ya Tuhan, cobaan apalagi ini. Tolong berikan keajaiban untuk kesembuhan lelaki itu, bahkan aku rela jika aku harus
Aku menggeleng. “Vivian, bisa tidak untuk kita berdua saling terbuka? Sebentar lagi kita akan nikah bukan? Dan ku tak mau kita saling menyimpan rahasia masing-masing. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku, kita akan sehati, dan saling membagi rasa.”Aku tersenyum menatap lelaki yang tengah menatapku itu. “Ayah akan datang besok pagi, melakukan kunjungan perusahaan. Selain itu aku juga mau mengenalkan kamu dengan beliau. Kamu siap kan?”Aku terdiam, menundukkan pandanganku, tak percaya diri dengan status sosialku. “Hey, kamu kenapa, Viv?” tanyanya sambil kembali mendongakkan wajahku ke atas, menatapnya. “Aku orang miskin, Rey. Kita beda kasta. Aku tak yakin orang tua angkatmu akan menerima kehadiranku.”Lelaki itu menggeleng, dengan senyum manis. “Sejak kapan nyalimu ciut sepeti ini, Viv? Dimana vivianku yang dulu? Yang congkak dan yang selalu merasa diatas?”Dicubitnya hidungku dengan gemas. “Kamu tahu ha? Pilihan terburuk jika disuruh memilih antara keluarga atau kamu. Maka aku ak
“Haikal lagi, Haikal lagi,” protes lelaki di depanku.“Apakah kalau kita sudah menikah, kamu juga masih membagi waktu dengannya, Viv? Tidak bisakah waktumu hanya untukku saja.”Aku terkekeh, mendengar ungkapan cemburu Reynan, beberapa hari ini ia memang sensitif sekali, seperti Wanita yang sedang kedatangan bulannya.“Rey, kamu kan tahu sendiri. Ini sebatas rasa kemanusiaan, dan penghubung silaturahim. Kasihan Lesta, dia akan ….”“Iya, iya, jaga hati adeknya Haikal mulu. Lalu jaga hatiku kapan?”Aku menampakkan panggilan di ponselku. “Lalu, panggilan ini diangkat tidak?”“Kalau aku minta untuk membiarkannya, apa kamu akan melakukan?”“Baiklah.” Kukembalikan benda itu ke saku baju ku, masih dengan dering yang terus terdengar.“Ya sudah diangkat saja, barang kali Haikal memang lagi membutuhkanmu,” ucapnya pasrah. Sepeti itulah Reynan, dia adalah lelaki yang selalu tidak tegaan, dan selalu mengalah, sifat sederhana di balik arogan yang biasa ia perlihatkan.Baru saja aku Kembali meraih l
“Kak Viv,” ucap Alisa yang kini meletakkan tangan kanannya ke belakang. Terlihat tetesan darah segar yang masih terlihat jelas di lantai kamar ini. “Apa yang kamu sembunyikan dariku, Sa?”Wajah panik terlihat dari kedua gadis berambut panjang itu, binar mata indah yang selalu mereka tampakkan kini berubah menjadi mata yang basah, menahan air mata di pelupuk mata mereka. Bahkan mata Lesta terlihat memerah, seperti menahan tangis yang cukup lama. Sesaat kemudian mereka saling menunduk. Kedua gadis itu saling terdiam, tak ada sepatah kata yang keluar sedikitpun dari bibir mereka. “Alisa, kakak tanya sama kamu. Apa yang kamu sembunyikan?” tanyaku yang sedikit meninggi. Terdengar suara langkah yang mendekat, hingga pandangan kami menuju ke sumber suara. 2 lelaki yang pernah ada di hidupku itu mengekoriku dan masuk ke dalam kamar. Sedetik kemudian aku kembali memfokuskan diri kepada adik tersayangku. “Itu apa?” Tanyaku sambil menunjuk kotak p3k yang berada di tengah-tengah Alisa dan Le
Aku terdiam, hanya mampu memeluk tubuh kecil itu. Sedangkan dari tatapan Lesta maupun Haikal, aku menemukan rasa sakit yang amat sangat. Drama pembunuhan usai, Leo dikebumikan di halaman belakang tak jauh dari kandangnya. Lesta tampak terdiam sambil mengelus rambut tebal milik kucing besar itu, tangisnya terus pecah bersamaan Leo yang ditimbun oleh tanah. “Maafkan, Kakak ya, Dek!” terdengar bisikan dari lelaki yang berada di sebelahnya. Meskipun ucapan itu setengah berbisik tapi aku jelas mendengarnya. “Gak papa, Kak. Mungkin takdir Leo memang sampai hari ini.” Lesta tampak mengusap air mata yang terus berjatuhan membasahi pipi. “Semoga ayah gak akan marah sama Lesta,” ucapnya lirih. “Gak akan, Dek. Ayah sangat menyayangimu.” Kedua kakak adik itu saling berpelukan, mendatangkan rasa haru dalam diriku. Ditengah sikap kasar Haikal yang dulunya terus bersemayam, ternyata ia begitu menyayangi keluarganya. **Kami ijin pulang, disaat malam sudah benar-gelap, Cahaya terang bulan dan
“Reynan,” ucapku lirih masih tak percaya dengan apa yang aku dengar“Benar, pengendara pemilik identitas Reynan Pratama sedang mengalami kecelakaan. Saat ini beliau sedang dilarikan ke rumah sakit Praha medika.”“Terima kasih, Pak.”Aku masuk ke dalam kamar Alisa, hendak ijin melihat kondisi Rey. Mata yang kini terlelap, membuatku tak tega jika harus membangunkannya. Hanya meninggalkan secarik kertas memo yang kuletakkan di meja kamarnya.Berbekal motor matic Alisa, aku menyusuri gelapnya malam jalanan ini. Sudah tak lagi peduli dengan apa itu penjahat, pencopet, atau justru makhluk halus, fokusku kini hanya lebih cepat sampai ke rumah sakit. Terus kutarik gas motor itu lebih dalam, berharap laju kendaraan yang dipercepat akan segera mengantarku ke tempat rey terawat. Air mataku tak kuasa aku tahan. Sepanjang perjalanan , benda cair itu terus luruh membasahi pipiku. Aku terus merutuki diri, karena tak menahan Rey untuk bermalam di rumah. Andai saat itu aku memaksa kekasihku untuk tin