Home / Young Adult / Broken / Air Mineral

Share

Air Mineral

Author: Aquarius
last update Last Updated: 2021-06-01 12:32:52

Terlepas dari semua keributan di rumahnya, kini Yandi harus bergegas ke sekolah. “Ah... udah jam segini lagi. Coba aja gue gak ngurusin anak gak jelas itu, pasti gue gak bakalan telat,” ujar Yandi kesal saat ia melihat jam di ponselnya yang telah menunjukkan pukul tujuh tepat.

“Ah... bodoh amat, deh.” Yandi sangat kesal pada adiknya yang masih saja menangis di kamarnya. Kini ia benar-benar tak mau memedulikan adiknya lagi. Yandi adalah orang yang tak akan memedulikan seseorang yang tak mendengar ucapannya. Siapa pun orang itu ia tak peduli. Ia punya sebuah prinsip, jika sekali perkataannya tak didengarkan, ia tak akan perduli lagi pada orang itu.

Begitu selesai bersiap, Yandi segera bergegas berangkat ke sekolah tanpa menyantap sarapan. Ia bahkan tak berpamitan pada orang rumah saat berangkat ke sekolah.

Meskipun ia tahu dirinya akan telat, namun Yandi tetap memilih untuk berjalan kaki. Bahkan ia berjalan dengan santai menuju sekolah.

Seperti dugaannya, setibanya di sekolah pagar telah dikunci. Namun ia tahu, para satpam tak akan membiarkan ia berada di luar sekolah. Tentunya mereka akan membukakan pintu gerbang itu dengan senang hati, dan membiarkannya masuk begitu saja.

Meskipun para satpam membiarkannya masuk, bukan berarti ia bebas dari hukuman.

“Yandi,” panggil seorang guru.

Yandi membalikkan badannya ke sebelah kanannya. Dilihatnya seorang guru sedang menunggunya di meja piket. “Ya bu?” 

“Sini.” Yandi berjalan ke arah meja guru piket dan berdiri berhadapan dengan guru itu.

“Kamu tahu ini udah jam berapa?” tanya bu Rika pada remaja pria itu. Ya, guru yang bertugas hari ini adalah bu Rika, guru yang tak akan mentoleransi keterlambatan para siswa.

“Mana saya tahu bu? Saya gak pakai jam. HP saya juga di dalam tas, bu,” jawab Yandi santai.

“Ibu udah bingung mau kasih kamu hukuman apa lagi, Yandi. Kamu gak bosan terlambat terus?”

“Kasih aja hukuman yang biasanya, bu. Lagian saya juga punya alasan kenapa terlambat.” Yandi sudah mengethui semua jenis hukuman yang akan diberikan para guru bagi siswa yang terlambat, karena ia sudah menjalani semua jenis hukuman itu.

“Lagian aku cuma sering telat pas hari senin aja kok, bu. Kalau hari lain aku jarang terlambat.” Bu rika menarik panjang napasnya dan mencoba sabar untuk menghadapi Yandi.

“Oke. Kamu bilang kasih aja, kan?”

“Iya, bu.”

“Karena sekarang jam pelajaran pertama sudah berjalan selama setengah jam, jadi ibu kasih kamu dua hukuman.”

“Yang pertama kamu hormat bendera. Yang kedua kamu tulis ‘saya tidak akan terlambat lagi’ dalam satu buku. Tulis yang rapi, dan kumpul ke ibu setelah jam pulang,” ujar bu Rika memberi siswa itu hukuman.

“Oke bu. Berarti aku hormat bendera sekarang, kan?”

“Tunggu sebentar. Kamu pakai ini.” wanita itu memberikan sebuah kertas karton berwarna merah muda dengan ukuran yang cukup besar. Kertas itu sudah diberi tali pada kedua sisinya. Pada kertas itu bertuliskan kata yang sama, seperti hukuman kedua yang diberikan pada Yandi. 

Setelah menerima kertas itu, Yandi segera menjalankan hukumannya. Ia mengantung kertas itu pada lehernya sambil menghormat ke arah bendera di hadapannya.

“Yandi? Apa dia terlambat lagi?” siapa pun yang melihat Yandi saat itu pasti akan mengetahui bahwa ia sedang menjalani hukuman karena terlambat.

“Seandainya gue bisa bantu dia,” ujar Reina yang tak sengaja melihatnya saat hendak menuju perpustakaan. Ia ingin sekali membantu siswa itu, namun ia tak tahu cara apa yang harus dilakukannya untuk membantu pria itu.

“Gue tahu.” Siswi itu segera berlari ke arah kantin sambil menghindari para guru. Setibanya di kantin, siswi itu segera membeli dua air mineral dalam kemasan gelas. Ia pun langsung memasukkan air mineral itu dalam tas Yandi yang tergeletak di depan meja piket. 

Saat hendak memasukkan air mineral dala tas Yandi, Reina harus melakukannya secara diam-diam agar tak ada guru yang melihatnya. Beruntungnya saat ia menaruh air mineral di tas remaja itu, tak ada satu guru pun yang berada di sekitar meja piket.

Reina segera berlari kembali ke perpustakaan, setelah ia melakukan apa hal itu. Ia segera mengambil beberapa buku dan kembali ke kelasnya. “Semoga aja lo mau terima bantuan gue,” gadis itu membatin sambil melirik Yandi yang sedang menjalani hukumannya.

Kini Yandi telah menyelesaikan hukumannya dan ia pun diizinkan untuk mengikuti mata pelajaran berikutnya. Remaja itu segera masuk ke kelas dan menduduki bengku paling pojok di kelas itu. 

“Yan, kok lo telat? Habis ngapain aja lo?” tanya Andi. Kelima temannya langsung menghampirinya begitu ia sampai di bangkunya.

“Biasalah... di rumah,” jawab Yandi singkat. Meskipun mereka tak mengalami hal yang sama persis, namun Yandi tak perlu menjelaskan lebih detail tentang kejadian yang ia alami. Kelima teman Yandi sudah mengerti jika ia mengatakan ‘rumah’, karena mereka juga merasakan hal itu.

“Lo pasti haus kan?” tanya Rino.

“Entar aja urusin masalah haus. Mending lo semua bantuin gue.”

“Apaan?” tanya kelima temannya bersamaan.

“Lo pada ada buku yang belum kepakai, gak?” Kelima temannya menggeleng menandakan bahwa mereka tak memiliki buku yang belum terpakai.

“Emangnya lo buat apa tuh buku? Disuruh tulis?” tanya Agus. Keenam siswa ini memang sudah mengetahui semua jenis hukuman di sekolah mereka, karena merek telah menjalani semuanya.

“Begitulah. Kalau gak ada, biar gue beli. Tapi gue malas keluar,” ujar Yandi sambil mengipas tubuhnya yang dipenuhi keringat dengan sebuah buku.

“Ya udah, biar gue aja yang beli,” ujar Andre menawarkan dirinya. Ia sengaja menawarkan dirinya, agar ia dapat bertemu siswi itu. Ia berharap, dirinya dapat bertemu siswi itu saat membeli buku.

“Ya udah, oke.” Yandi segera meraih dompetnya dalam tasnya. Saat hendak mengambil dompetnya, ia melihat dua gelas air mineral telah berada dalam tasnya.

“Perasaan gue gak ada beli air, deh?” gumam Yandi bingung. Ia tak memedulikan air mineral itu dan segera mengeluarkan uang kertas pecahan dua puluh ribu rupiah dari dompetnya.

“Nih,” ujar Yandi memberikan uang itu pada Andre. Andre pun segera bergegas menuju kantin, sedang kelima kawannya menikmati waktu tidur di kelas.

“Nih air muncul dari mana, sih? Perasaan gue gak ada beli air.” Yandi terus memikirkan dari mana asalnya air itu. Ia berusa mengingat-ingat semua kejadian sejak ia berada di rumah hingga di sekolah. Namun ia tak mendapati sebuah kejadian, bahwa dirinya membeli air mineral.

Yandi berdecak kesal karena tak menemukan jawaban dari pertanyaannya. Tanpa memedulikan siapa yang menaruh air mineral itu, ia meminumnya untuk menghilangkan rasa dahaganya. Ia tak peduli jika ada racun atau apa pun dalam air itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Broken   New Life

    Kehidupan adalah suatu anugerah dari Tuhan. Kehidupan juga merupakan rahasia. Dalam kehidupan ini tentunya banyak hal-hal yang terjadi di luar dugaan, yang terkadang menghasilkan tawa tetapi dapat juga menghasilkan air mata.Setiap detik, setiap menit dan setiap jam dalam kehidupan ini selalu dipenuhi rahasia. Sebagai manusia kita pastinya tak akan tahu apa yang bisa terjadi beberapa waktu ke depan. Terkadang apa yang kita duga memang terjadi, tetapi sering juga terjadi hal yang tak pernah kita duga.Setelah menjalani kehidupan tanpa kedua orang tuanya, kini Yandi bersama dua saudaranya tak pernah kehilangan senyum lagi. Mereka pun selalu menikmati waktu berkumpul di meja makan.Yani, Yandi dan Yeri selalu memiliki waktu untuk satu sama lain, meski mereka pun sibuk dengan pekerjaan atau pun pendidikan mereka. Suasana rumah Yandi yang dulunya terasa suram, kini terasa lebih cerah. Selalu ada tawa dan kebahagiaan. Tak hanya ada tangis melulu, atau tekanan melulu. Ketiga bersaudara itu

  • Broken   Start a New Life (2)

    Kehidupan memang selalu diisi oleh berbagai hal. Kadang yang mengisi kehidupan adalah hal-hal yang sudah kita duga. Tapi terkadang juga diisi dengan hal-hal yang tak pernah diduga. Hari-hari Ami dan Vian kini dijalani dengan penuh air mata. Keduanya kini resmi memilih untuk tak berjalan bersama lagi. Ami dan Vian telah sepakat untuk menjalani kehidupan masing-masing. Namun mereka masih tetap mengurus Reina sebagai anak bersama-sama. Hanya saja, baik Vian maupun Ami saling membatasi diri. Setelah berhenti menjadi asisten rumah tangga Yandi dan keluarganya, kini Ami mulai membuka usaha kecil-kecil dari uang yang kerja kerasnya selama ini. Yani sendiri memberikan uang dalam jumlah yang cukup fantastis kepada Ami. Gasia itu memberikan Ami uang sebagai gaji terakhirnya dan juga sebagai ganti rugi atas perbuatan Yena. Uang yang diberikan Yani pada wanita itu adalah uang milik kedua orang tuanya. Ami kini telah membeli sebuah gerobak yang akan digunakannya untuk berjualan. Ia membeli gerob

  • Broken   Start a New Life

    Keputusan Ami untuk membiarkan Reina tetap berhubungan dengan Ayahnya adalah sebuah keputusan besar. Namun ia sadar, bahwa putrinya tak akan pernah bahagia jika ia terus melarangnya. Ia pun sadar bahwa Reina tak akan tinggal diam saja, jika ia terus melarangnya. Sehingga ia merasa apa pun larangan yang ia beri, itu tak akan membuat putrinya berhenti menemui ayahnya.Keputusan Ami untuk tetap membiarkan Vian berhubungan dengan putrinya lagi, membuat Vian merasa senang. Namun, di sisi lain ia pun merasa sedih. Saat memeluk Reina, Vian menyadari bahwa ia mengharapkan sesuatu yang lebih dari itu. Ia sebenarnya tak hanya ingin membuat Ami menghilangkan larangannya itu. Sebenarnya Vian dan Ami menginginkan hal yang sama. Jauh di dalam lubuk hati mereka, ada suatu keinginan yang tertahan sejak lama dan kini harus dikubur mereka sedalam-dalam.Tak hanya Ami, Vian pun sangat ingin rumah tangga mereka telah hancur dulu, bisa kembali lagi. Namun, itu semua susah tak mungkin lagi. Sejak Vian

  • Broken   Tak Ingin Hancur (2)

    “Reina! Keluar lo, gue belum selesai ngomong!” teriak Rein gigih. Meski Reina sudah meninggalkan, namun ia tak menyerah. Reina pun kembali menemuinya. “Ada apaan lagi?” tanya Reina.“Gue mau tahu, ya. Lo harus jauh-jauh dati papi gue!” ujar Rein sembari menunjuk Reina.Reina memutar bola matanya dan menggeleng pelan kepalanya. “Lo paham kata-kata gue tadi?!” tanya Reina geram. “Gue rasa udah jelas, ya. Jadi gak perlu ulangin lagi.”“Gak! Gue gak terima, gue gak mau dan gak sudi lo ngerrbut semua milik gue!” balas Reina.“Gue gak pernah rebut milik lo, ya! Mau Yandi atau pun papi, lo gue kan udah bilang, gue udah bilang kalau gue gak ngerebut mereka,” jelas Reina. “Lagian om Vian bukan cuma papi lo, doang! Jadi lo gak bisa ngelarang gue!” tegas Reina.“Gue gak mau hidup gue hancur karena lo!” teriak Rein.“Gue gak pernah ngehancurin hidup lo, ya! Harusnya gue yang marah-marah ke lo dan lo, karena mami itu udah hancurin hidup gue!” balas Reina. “Asal lo tahu, gara-gara mami lo, gue jad

  • Broken   Tak Ingin Hancur

    Hidup Rein sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak kesayangan Vian hancur begitu saja dalam waktu singkat. Hidupnya terasa begitu gelap semenjak mengetahui semua kebenaran tentang kedua orang tuanya.Sejak saat itu, Rein hanya mengurung dirinya di kamar. Ia bahkan tak makan maupun minum sama sekali. Kondisi tubuhnya pun semakin melemah.Suasana rumah itu pun menjadi sangat gelap. Semenjak semuanya terbongkar, tak ada lagi percakapan yang terjadi, selain pertengkaran Nia dan Vian.Nia terus saja meminta Vian untuk tak kembali kepada Ami. Sesekali ia juga memaksa Vian untuk tak menemui Reina. Namun Vian tetap menolak semua permintaan sang istri.Semua pertengkaran itu selalu saja didengar oleh Rein. Pertengkaran itu membuatnya tak ingin menginjakkan kakinya di tempat lain, selain kamarnya. Ia yang selalu berada di dalam kamarnya pun membuat Vian khawatir. Vian selalu mendatangi kamarnya, namun gadis itu selalu mengusir Vian. Hal yang sama pun terjadi pada Nia. Rein sangat marah besa

  • Broken   Tempat Bercerita (2)

    Suasana yang canggung kini telah pergi dan diganti dengan suasana sedih. Air mata Reina banjir malam itu. Gadis itu hanya bersandar pada Yandi dan terus meneteskan air matanya.Yandi tak tahan melihat Reina terus-terusan meneteskan air matanya. Ia berusaha memikirkan sebuah cara. Namun, ia pun tak bisa menemukan cara yang tepat.Permasalahan dalam keluarga adalah permasalahan yang sering dialaminya. Namun, ia bukanlah orang yang suka mencari jalan keluar. Ia adalah orang yang sering membantah dan melawan. Sehingga sulit baginya untuk membantu Reina menemukan jalan keluar untuk masalahnya.“Eh... sorry, sorry. Gue malah nangis gak jelas lagi,” ucap Reina segera menghapus air matanya. “Gak papa kali. Gak perlu minta. Gue malah senang kalau lo mau cerita,” ucap Yandi lembut.“Eh... tapi kayaknya lo gak bisa di sini lama-lama, deh. Soalnya ini udah mau jam sepuluh,” ucap Yandi merasa tak enak hati. Tanpa sadar mereka menghabiskan cukup banyak waktu dan kini waktu hampir menunjukkan pukul

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status