Share

Budak Raja Naga
Budak Raja Naga
Author: Aksara Kata

001. Sang Pewaris dan Gadis Ladang Gandum

“Sudah kubilang, jangan lakukan!”

“Kau hanya takut, Tuan Raja.”

Derak pagar pembatas ladang meledak seiring geraman dari para pemuda yang sejak dua menit lalu saling adu mulut.

Jude Smith, gadis cantik yang baru saja melewatkan hari ulang tahun paling membosankan, kini mendapat sedikit kemeriahan dari gerombolan pemuda di batas luar ladang gandum pamannya.

Gadis itu memutar bola mata, dan menghela napas berat saat para pemuda itu kini saling adu jotos. “Yah, kini aku berusia dua puluh, dan seperti inilah kehidupan awal dewasaku dimulai.” Jude membanting garu rumput yang sejak tadi digunakannya membersihkan ilalang, dan menyeka keringat di dahi.

Keributan di batas luar ladang semakin menjadi-jadi. Bukan lagi saling menggeram dan memukul, para pemuda itu sudah berhasil merobohkan seluruh pagar. Saat Jude memalingkan wajah, seketika pagar kayu itu menyala-nyala.

“Astaga! Apa yang orang-orang bodoh itu lakukan?” Jude berlari memintas ladang, dan terbelalak menatap api yang melalap habis pagar, kemudian merambat cepat pada gandum-gandum siap panen.

“Oh, tidak, tidak!” Jude meremas rambut frustasi. “Aku bisa mati dibakar bersama gandum-gandum itu oleh pamanku!”

“Ya ampun, aku minta maaf.” Seorang pemuda berambut hitam, dengan sorot mata biru terang, menatap Jude sopan. Pria itu sangat tampan. Garis wajahnya tegas, tubuhnya tinggi dan dadanya tegap.

Sebelah alis Jude terangkat skeptis. “Oh, tidak apa-apa. Semua orang melakukan kesalahan.” Gadis itu memutar bola mata lagi. “Kau pikir hanya dengan meminta maaf, pagar ini bisa kembali utuh? Dan lagi, oh, tidak, tidak … gandum-gandum ini akan segera habis terbakar!”

“Tenanglah, Manis. Kehilangan gandum tidaklah seburuk yang kau bayangkan.” Suara lain menimpali santai.

Mata Jude membelalak lebih lebar. Ia menatap pemuda berambut kuning yang nampaknya baru saja kena pukul di sudut bibirnya, dan berseru putus asa. “Tak seburuk yang kubayangkan? Bayangan macam apa yang ada dalam pikiranmu, eh?”

Pemuda berambut kuning terkekeh. “Oh, lihatlah mata cantiknya itu. Aku bisa menelannya sekaligus, tanpa perlu menyakiti kulit halusnya yang berkilauan.”

Jude mengerutkan hidung. Kulitnya memang berkilau, dan Jude tidak akan heran karena ia telah bekerja membersihkan ladang sejak pagi. Tentu saja sekujur kulitnya mengilap oleh keringat.

“Berhenti mengoceh, dan bereskan semua kekacauan ini!”

“Aku akan membereskannya.” Pemuda berambut hitam mengajukan diri.

Jude mundur satu langkah, dan mengangguk galak. “Bagus. Ajak serta kawan berandalmu itu.”

“Kawan berandal, kau dengar itu, Drake?” Pemuda rambut kuning terbahak-bahak. “Aku benar-benar akan menjadikannya pelayan favoritku! Ayo, Manis, ikut denganku ke istana.”

Jude membersut. “Ikut denganmu ke … mana? Istana?” Gadis itu tertawa mengejek. “Aku akan siap-siap, sementara kau memadamkan api sialan ini!”

“Kau tidak tahu siapa aku? Drake Aiden?” Pemuda rambut hitam menunjuk dadanya. Mata biru terangnya menatap Jude keheranan.

“Tidak.” Jude bersidekap angkuh. “Dan untuk apa aku tahu? Aku hanya perlu kau berusaha memadamkan api ini!”

Kini setengah ladang gandum sudah terbakar, dan api masih merambat cepat menghanguskan apa yang tersisa.

“Kalian manusia tidak bisa memerintah kami seperti itu, Nona.” Tawa pemuda berambut kuning lenyap seketika.

“Aku tidak memerintah.” Jude menantang mata si pemuda dengan berani. “Aku menuntut tanggung jawab.”

“Api ini tidak bisa dihilangkan begitu saja.” Pemuda bernama Drake, bicara dengan nada sopan yang sama. “Kau tahu itu,” sambungnya tenang, seolah Jude sudah harus tahu tanpa diberitahu.

Hal itu semakin membingungkan Jude. “Sayangnya aku tidak tahu bahwa api tidak bisa dihilangkan, bahkan dengan sedikit usaha menimba air di sumur sebelah sana, dan menyiramkannya pada⸻ya ampun, matilah aku!”

Jude menatap ngeri pada ladang gandum pamannya yang kini sudah sepenuhnya terbakar. Api menjilat-jilat udara dengan beringas. Semakin lama, semakin perkasa.

Kalut, gadis itu balik badan untuk menimba air dan bermaksud memadamkan api itu sendiri. Namun, pemuda rambut kuning mengira Jude akan lari kabur darinya.

“Hey, jangan pergi! Kau tidak bisa kabur saat aku akan menjadikanmu pelayan!”

“Ancalagon, jangan!” Drake mendului pemuda rambut kuning bernama Ancalagon yang hendak menarik lengan Jude. Baru saja ujung jemari Drake menyentuh kulit Jude, gadis itu berteriak kesakitan kemudian jatuh pingsan.

“Aku lebih dulu mendapatkannya.” Drake menatap Jude sendu, lalu mengibaskan tangannya ke udara.

Seketika wujud manusianya berubah menjadi tinggi besar. Ia salin rupa menjadi naga hitam, menggamit pinggang langsing Jude dengan cakar, dan mengepakkan sayap gagahnya ke angkasa.

“Drake, sialan!” Ancalagon menggeram marah, menahan ledakan emosi sebelum kemudian ikut berubah wujud menjadi naga kuning, dan menyusul saudaranya dengan kibasan keras dari sayap bersisiknya yang lebar.

***

“Jangan coba-coba membuatku marah, Jude, atau akan kujadikan kau persembahan para naga!”

Jude meringkuk ketakutan. Bukan karena ancaman soal para naga dan kekejamannya yang melegenda, tapi karena suara keras sang paman yang telah menumbuk hancur mentalnya sejak kanak-kanak.

Orang tua Jude wafat dalam kecelakaan tunggal saat Jude masih balita. Kini, ia harus puas hidup bersama pamannya, dan membalas budi atas kepingan roti keras yang ia dapatkan setiap hari dengan kerja keras mengurus ladang gandum petakan di belakang rumah milik sang paman.

“Mereka akan menyiksamu, sampai kau lupa caranya berteriak!” Darius Smith, sang paman, mengeraskan suaranya. Jude semakin menggigil.

“Kenapa kau lakukan kesalahan berulang-ulang, Jude, apa kau mau aku berikan pada para naga?”

“Mereka ada di langit, memperhatikan setiap jiwa yang layak dijadikan mangsa! Setiap hari mata naga mengawasi kita, Jude. Mereka siap menerkammu kapanpun!”

“Kau mau aku tumbalkan pada para naga itu, hah? Apa kau tidak takut aku berikan pada para naga? Kenapa kau terus melakukan kesalahan ….”

“Tidak!” Jude dibangunkan rasa sakit luar biasa pada dada. Napasnya tersengal, dan kini kepalanya berdenyut gila-gilaan.

“Aduh, mimpi buruk lagi.” Jude memegangi kepala, dan memejamkan mata rapat. “Paman dan cerita tentang naganya yang biasa.”

Jude mengatur napas, lalu perlahan membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah kanopi mewah keemasan dari ranjang empat tiang yang sekarang menjadi alas tidurnya.

Mata Jude membelalak seketika. Ia menyapu seluruh ruangan. Ruangan itu besar, sangat besar.

Keseluruhan temboknya dilapisi beludru merah dan ornamen emas yang rumit dan elit. Pajangan-pajangan kristal berkilauan, menyapa Jude dengan kerlipnya yang cantik. Ia sendiri berbaring di ranjang besar dan empuk, berbalut selimut merah senada yang tebal dan berat, mengingatkannya akan ranjang-ranjang istana negeri dongeng dalam buku kanak-kanak yang sering ia baca di gudang penyimpanan gandum, setiap kali ia beristirahat dari kegiatan mengurus ladang.

Walaupun Jude sering memimpikan bisa tinggal di istana megah, tempat itu justru membuatnya merinding ketakutan. Lebih-lebih lagi hawa dingin yang membuat tulang-tulangnya menggigil.

Napas Jude tertahan. “Apa-apaan ini? Di mana aku?”

Di tengah ketakutannya, pintu ganda raksasa di hadapannya mengayun terbuka. Mata Jude terbelalak melihat siapa yang masuk.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status