Share

Bukan Bonekamu Lagi
Bukan Bonekamu Lagi
Penulis: Bagel

Bab 1

Penulis: Bagel
Malam ketika Adriel diangkat menjadi bos Keluarga Mahendra, aku memberinya keperawananku. Dia adalah pewaris yang sudah dijodohkan denganku bahkan sebelum aku bisa bicara.

Kami berciuman di depan jendela besar yang menjulang dari lantai sampai langit-langit, tubuh kami saling terjerat dalam panas lembap senja itu.

Sentuhannya yang kasar dan tergesa-gesa membuatku sakit, tapi aku tidak menjauh.

Bahkan rasa sakit itu terasa suci, seperti pengorbanan yang rela aku lakukan demi cinta.

Tenggelam dalam panasnya momen itu, dia berjanji akan memberiku sepasang sepatu kristal paling indah, supaya aku bisa berdansa waltz pembuka bersamanya di upacara penobatannya keesokan hari.

Tarian pertama selalu dipersembahkan untuk bos baru dan calon pengantinnya.

Aku menangis bahagia, yakin bahwa tahun-tahun penantian diam-diamku akhirnya akan berakhir seperti dongeng.

Tapi aku salah. Teramat salah.

Keesokan paginya, aku memaksa tubuhku yang masih nyeri untuk keluar membeli ekspresso kesukaannya. Saat aku kembali, aku mendengar para lelaki bercanda.

"Jadi kamu akhirnya tidur dengannya? Bagaimana rasanya bersama Vivian di malam pertamamu sebagai bos?"

Suara Adriel terdengar malas penuh ejekan. "Wajahnya seperti malaikat, tubuhnya seperti iblis. Di ranjang, dia benar-benar seperti ular kecil yang menggoda."

Ruangan itu langsung riuh oleh siulan-siulan genit. "Jadi, kamu benar-benar akan menikahinya, Bos Muda?"

"Serius kamu pikir begitu?" Adriel mencibir. "Vivian cuma pemanasan. Setelah aku cukup berlatih, aku akan menaklukkan si putri es Keluarga Santoso. Kalau nanti aku bosan, aku selalu bisa kembali padanya dan menikahinya."

Aku berdiri terpaku di ambang pintu, pandanganku mulai kabur, cangkir kopi di tanganku bergetar.

Sebelum dunia gelap di mataku, aku sempat mengirim pesan sandi untuk Bos Indra Wijaya.

[Om Indra, untuk promosi yang akan berlangsung tiga hari lagi, tolong pindahkan aku. Sejauh mungkin dari Adriel.]

Kata-kata Adriel terasa seperti hembusan udara kutub di tengah musim kemarau, membekukan darah di nadiku. Aku tak bisa berhenti gemetar.

Tanpa suara, aku mundur ke kamar tidur. Di luar jendela besar, cahaya neon kota mulai berkelap-kelip. Aku bersandar pada kaca dingin itu, air mata mengalir pelan di pipiku.

Kenangan semalam berputar kembali di kepalaku.

Sentuhan tangan Adriel di tubuhku, panas dan penuh hasrat untuk memiliki. Bibirnya menyentuh telingaku, suaranya serak berbisik, "Vivian, kamu milikku. Kamu akan selalu jadi satu-satunya."

Aku hampir meleleh di pelukannya. Aku pikir, sepuluh tahun pengabdian akhirnya terbayar.

Betapa konyolnya aku.

Baru sekarang aku mengerti, bagi pria seperti Adriel, intimasi, cinta, dan kekuasaan adalah tiga hal yang sama sekali berbeda. Ia bisa mengambil apa pun dari tubuhku, sementara di kepalanya ia merencanakan cara menaklukkan sang putri Keluarga Santoso. Semua bisikan manis itu hanya trik murahan, pelicin untuk sesi latihannya.

Ponselku bergetar. Pesan terenkripsi dari Tio, wakil Adriel.

[Bos bilang, urus dirimu sendiri. Paket ada di depan pintu.]

Aku menatap layar itu, pikiranku kosong.

Perlahan, aku membuka pintu kamar. Di ujung lorong, ada sebuah tas kecil berwarna hitam.

Isinya pil kontrasepsi darurat. Dan beberapa tumpuk uang seratus ribu.

Prosedur standar untuk membayar seorang pelacur.

Tanganku gemetar saat mengangkat tas itu. Semalam, dia memelukku dan berjanji akan mengurus semuanya. "Vivian, kamu cuma perlu menjaga diri. Biarkan pria yang urus sisanya."

Sekarang, mengurus sisanya ternyata cuma berarti satu pesan dingin dari wakilnya.

Dia bahkan tak sanggup menemuiku langsung.

Aku melangkah ke kamar mandi dan merobek kotak itu. Sebutir pil putih kecil tergeletak di telapak tanganku. Perhatian yang dulu kupikir tulus, ternyata hanya rutinitas.

Aku melempar pil itu bersama uang ke dalam toilet.

Lalu menekan tombol flush.

Semuanya lenyap ke pusaran air. Bersama sisa terakhir ilusi yang pernah aku miliki.

Kembali ke ruang tamu, aku terjatuh di atas karpet sutra yang dulu kucari sebulan penuh hanya demi dia. Sama seperti semua yang pernah kulakukan untuknya.

Aku baru berusia delapan belas tahun saat ayah menyerahkan urusan keuangan Keluarga Mahendra ke tanganku.

"Vivian," katanya. "Ingat, nilai kita ada pada kemampuan membuat setiap uang dari keluarga ini bekerja untuk kita."

Aku ingat.

Aku membangun kerajaan finansial yang membuka jalan Adriel menuju kekuasaan. Setiap transaksi melewati tanganku. Setiap angka terukir di kepalaku.

Aku yang mengubah Adriel dari prajurit biasa menjadi bos dengan kekayaan ratusan miliar rupiah.

Dan apa balasannya? Ia memanfaatkanku, di meja keuangannya dan di ranjangnya.

Layar ponselku menyala. Informasi penerbangan.

Tiga hari lagi. Tujuannya adalah Altenburgia.

Aku memberi diriku waktu 72 jam.

72 jam untuk mengucapkan selamat tinggal pada kota ini dan memutus semua ikatan dengan Adriel Mahendra.

Kota yang tak pernah tidur itu akhirnya tenang. Tapi bagiku, malam terasa tak berujung. Aku menatap jauh ke arah lampu-lampu yang padam satu per satu, seperti kehangatan di hatiku... perlahan memudar hingga tak bersisa.

Mulai saat ini, aku tak lagi menjawab pada siapa pun.

Kecuali pada diriku sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 10

    "Terima kasih atas perhatiannya, Tuan Adriel," kataku dengan senyum tipis. "Tapi aku tidak butuh ikut campurmu dalam urusan cintaku."Wajah Adriel membeku. "Vivian...""Sudah malam. Aku harus kembali ke kamarku." Aku memotong ucapannya dan berbalik menuju ke dalam ruangan. Di belakangku terdengar suara gelas pecah. Tapi aku tidak menoleh.Tiga hari kemudian, aku sudah kembali di Altenburgia. Matahari hangat, udara bersih, dan pelukan lembut dari Leo."Aku sangat merindukanmu," katanya sambil memeluk erat di bandara. "Bagaimana Novarelle?""Baik-baik saja," jawabku sambil tersenyum. "Hanya ada beberapa orang yang tidak tahu kapan harus berhenti."Leo mengerutkan alis. "Maksudmu?""Tidak penting." Aku menutupnya dengan kecupan di bibirnya.Seminggu kemudian, Leo memesan meja di restoran favorit kami. Restoran Rasa Nusa, berdiri di atas bukit Bukit Aruna dengan pemandangan seluruh kota. Kami sering datang ke sana. Pemiliknya selalu memberi kami meja terbaik di dekat jendela.Tapi malam it

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 9

    Aku akhirnya kembali ke Altenburgia."Vivian, kamu kelihatan jauh lebih baik," kata Mia sambil memegang segelas anggur di balkon apartemenku di Altenburgia. Matahari Kaliraya menembus kaca pintu, hangat dan ramah."Benarkah?" Aku meletakkan laporan keuangan yang sedang kubaca. "Mungkin karena di sini tidak pernah dingin. Dan malam pun jarang benar-benar gelap.""Dan tidak ada Adriel," tambahnya tajam sambil menatapku penuh arti. Ia mengangkat gelasnya. "Bersulang untuk hidup barumu."Dentuman lembut kristal bergema di udara."Ngomong-ngomong..." Wajah Mia tiba-tiba berubah serius. "Keadaan di Novarelle cukup parah.""Aku tidak mau dengar," potongku cepat."Vivian, kamu harus tahu ini. Aliansi Adriel dan Stella sudah berakhir."Tanganku berhenti. "Kapan?""Kira-kira sebulan lalu," jawab Mia, menurunkan suaranya. "Kudengar ayah Stella tahu Adriel hanya memanfaatkannya dan menarik diri dari semua kerja sama mereka. Sekarang Adriel benar-benar kehilangan kendali. Bisa dibilang, dia lebih b

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 8

    "Ya."Aku meletakkan garpuku, menatap mata Adriel yang memerah tanpa gentar. "Namanya Konsultasi Investasi Kusuma. Aku mendirikannya di Altenburgia dengan modal awal delapan puluh miliar."Ruangan langsung hening. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah dentingan lembut dari lampu kristal yang berayun di langit-langit.Stella tersenyum lebar. "Tuh kan? Aku tidak salah. Kantornya ada di distrik keuangan Bukit Aruna. Kudengar interiornya sangat indah."Ibu Adriel menatapku dengan wajah terkejut. "Vivian, kamu... kapan kamu...""Tiga bulan lalu," jawabku tenang. "Setelah aku meninggalkan Novarelle."Adriel langsung berdiri, kursinya bergeser dengan suara nyaring di lantai. Tangannya mengepal, buku jarinya memutih."Kamu mengkhianati Keluarga Mahendra?""Pengkhianatan?" Aku ikut berdiri. "Aku hanya berganti pekerjaan. Pahami dulu faktanya, Adriel. Aku itu konsultan keuanganmu dan juga karyawanmu. Dan ketika kontrakku habis, aku memilih untuk tidak memperpanjang, sesederhana itu."Adriel

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 7

    Di bawah cahaya kristal lampu gantung aula besar, semua mata tertuju padaku. Bisikan-bisikan berdesir di antara kerumunan."Itu bukannya Vivian Kusuma? Kenapa dia bersama Bos Indra?""Kukira dia sedang marah besar.""Kudengar Bos Adriel dan Stella bertengkar gara-gara dia."Aku menegakkan punggung, wajahku datar tanpa ekspresi, mengikuti Bos Indra menuju meja di sudut ruangan. Gosip mereka sama sekali bukan urusanku."Tenang saja, Nak," kata Om Indra, menyerahkan segelas anggur padaku.Aku mengangguk, mataku menyapu ruangan. Adriel duduk di meja utama, Stella menempel di sisinya. Tangannya tak pernah jauh dari lengan Adriel, senyum khasnya terpampang untuk kamera mana pun yang mengarah. Mereka seperti pasangan sempurna yang benar-benar sempurna."Aku butuh udara segar." Aku tak sanggup lagi melihatnya. Aku berbalik dan berjalan keluar menuju teras.Udara malam terasa dingin. Lampu-lampu Kota Harapana berkelap-kelip di bawah sana, seperti peta rasi bintang yang tumpah di langit gelap. D

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 6

    Setelah menutup telepon, aku menatap nomor yang diblokir itu, senyum dingin tersungging di bibir.Mengancamku? Apa dia benar-benar pikir nomor lain akan membuatku takut?Dia tidak akan pernah mengerti bahwa ada orang yang memang tidak bisa diancam. Terutama mereka yang tidak punya apa pun lagi untuk hilang.Dua hari kemudian, datang sebuah pesan dari Mia.[Bos lamamu sedang amburadul. Aku dengar dewan akan mengadakan rapat darurat untuk mempertanyakan kepemimpinannya.][Tanpa kamu, sistem keuangan Keluarga Mahendra benar-benar runtuh.]Aku meletakkan ponsel dan kembali mengurus portofolio klien. Sinar matahari hangat Altenburgia menembus jendela ke mejaku. Di sini, tidak ada kegelapan, tidak ada darah, tidak ada agenda tersembunyi. Hanya angka bersih dan keuntungan legal.Di Novarelle, krisis keuangan Keluarga Mahendra semakin memburuk."Bos, dewan menuntut rapat darurat." Suara Tio terdengar di telepon penuh kecemasan. "Mereka bilang kalau laporan keuangan bulan ini tidak seimbang, po

  • Bukan Bonekamu Lagi   Bab 5

    "Selamat, Nona Vivian."Pengacara itu mendorong setumpuk dokumen tebal ke arahku di atas meja."Perusahaan konsultan keuangan Anda resmi berdiri."Sinar matahari Altenburgia menembus jendela besar dari lantai ke langit-langit, menyinari meja baruku dengan hangat. Untuk pertama kalinya setelah sekian bulan, bagian hatiku yang retak mulai menyatu perlahan.Semuanya baru.Perusahaanku, identitasku, hidupku.Aku menenggelamkan diri dalam pekerjaan, sebuah keputusan yang kutuju dengan sengaja. Firma baru ini harus dibangun dari awal, mencari kantor, merekrut staf, membangun klien. Setiap hariku kuisi penuh dari fajar hingga senja, tak membiarkan pikiranku tersesat.Dan tentu saja, aku tidak mencari berita apa pun tentang Adriel.Tapi Mia, seperti biasa, merasa perlu berbaik hati memberiku kabar terbaru dari dunia mafia Novarelle."Bos lamamu sedang banyak disorot akhir-akhir ini.""Lihat ini. Dia masuk berita utama lagi."Aku ragu beberapa detik sebelum mengeklik tautannya.Majalah Sosialit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status