Share

5. Bintang (Update)

Sementara acara berlangsung, aku memutuskan duduk di bangku hadirin sambil memakan potongaan buah segar yang disediakan. Menyaksikan keseruan Viviane dan keluarganya merayakan pesta.

Gadis itu terlalu sempurna, dia punya fisik yang sangat cantik, talenta yang amat luar biasa dan orang-orang yang mencintainya. Sementara aku? Bahkan memimpikan ayahku di malam ulang tahun pun aku tak bisa.

“Kenapa?”

Aku kaget saat mendengar suara Angga. Ternyata, dia telah berdiri di depanku sambil membawa segelas alkohol di tangannya. “Kenapa kamu ke sini? Bagaimana kalau keluargamu melihat?”

“Tidak akan ada yang curiga,” jawabnya. “Mereka sibuk pesta, sama seperti yang lain. Itulah kenapa aku ingin menemani yang tak berselera. Apakah ada masalah?”

Aku membiarkannya duduk di bangku sebelahku. “Putramu tampan juga. Tak kusangka dia dan Viviane menjalin hubungan.”

“Bukankah kamu tahu jika aku berencana membuatnya begitu sejak awal?” Angga tertawa. “Kamu harus mengenal putra sulungku.”

“Untuk apa? Kau mau mencarikan pacarmu …, tunggu! Kamu mau menjadikan kekasihmu sebagai menantu? Kamu gila, Angga!”

Angga tertawa kecil, membuat lesung di kedua pipinya makin jelas. “Dia calon pewaris utama.”

“Kamu memang gila, Angga.”

“Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Tetapi sayangnya, aku salah soal kamu.”

“Memangnya kamu berpikir aku bagaimana?”

Angga meneguk air dalam gelas bening yang dia bawa. “Ternyata kamu lebih mencintaiku dari yang kupikirkan selama ini. Jadi, bersabarlah. Bersabarlah sampai semuanya kita dapatkan.”

“Lebih dari dua puluh tahun aku menunggu dan kamu ragu kalau aku orang yang sabar? Kupikir, aku harus dapat anugerah manusia yang tersabar, setidaknya di ruangan ini.”

Angga mengangguk-anggukkan kepala. “Akan aku cetakkan piala besar untuk itu. Omong-omong, maukah kamu berkenalan dengan Dina?”

“Kamu sudah gila?”

“Berapa kali kamu bilang aku gila hari ini? Apakah belum puas?”

“Tidak sampai aku mengucapkannya seribu kali.”

*_*

Orang mungkin akan mengira bahwa yang kulakukan sebatas untuk mendapatkan uang dan popularitas –meskipun tidak sepenuhnya salah tetapi sebenarnya lebih dari itu –aku rela menukar masa muda yang berharga, menghancurkan masa depanku dan keluarga para pria hidung belang tak tahu malu yang menyatakan cinta padaku. Aku terlalu menghabiskan waktu, padahal secara fisik aku tak jelek-jelek amat, malah mungkin terlalu cantik. Kalau mau, aku bisa memilih pria muda lain untuk dijadikan pasangan, merencanakan pernikahan dan memulai keluarga bahagia seperti perempuan seusiaku.

Namun, hidup tidak sesederhana itu. Tidak banyak pria yang bisa mencapai kesuksesan matang di usia muda, lagipula tujuanku bukan sekadar uang. Harus kutegaskan ini, bahwa uang bukan prioritas utamaku. Ada terlalu banyak alasan yang tak bisa kujelaskan. Dan lagipula, pernikahan? Aku memang sempat memikirkan rencana semacam itu saat hubunganku dan Ruben sedang berada di puncak asmara tapi semakin ke sini aku makin yakin bahwa pernikahan tidak cocok untukku.

Pernikahan bukan untuk mereka yang diliput kegelapan.

“Jangan kurang ajar! Saya akan melaporkan Anda ke polisi!”

Lamunanku buyar saat mendengar suara perempuan di meja tak jauh dari tempatku berada. Perempuan yang kemudian kukenali sebagai Anjani Kisa, model majalah dewasa yang terkenal. Beberapa bulan terakhir aku tahu bahwa dia sedang mencoba dunia akting. Itulah kenapa ada Rio Sabar bersamanya.

Pria tujuh puluh tahun yang selalu dikawal oleh penjaga. Meskipun kelihatan renta tapi dia sangat berkuasa di industri, dan bagian buruknya dia adalah penjahat perempuan. Banyak selebritis yang telah dia lecehkan. Tapi, menurut Angga, karena kekuasaannya dan reputasi keluarga Sabar, Rio selalu berhasil lolos. Kekuatan uang.

“Akan saya pastikan Anda hancur, Pak!”

“Silakan saja. Siapa juga yang mau mendengarkan omonganmu. Kau bukan siapa-siapa tanpa aku.”

Karena jarak kami yang tak begitu jauh, aku bisa melihat Anjani yang terisak lalu menyambar tas jinjingnya, sebelum akhirnya pergi. Gadis itu sepertinya baru saja menjadi korban. Dan sayang sekali, kariernya yang baru dimulai akan hancur. Gadis yang malang. Padahal dia cukup punya bakat akting. Akan tetapi, juga paham betapa mengerikannya pria-pria di sana. Yang lebih banyak memandang perempuan sebagai barang, alih-alih manusia. Padahal mereka sendiri adalah binatang.

“Hai, kau!” Rio melambaikan tangan padaku. “Kemarilah!”

“Saya?” Aku menunjuk diriku sendiri, kaget.

Rio mengangguk. “Benar. Kau.”

Aku segera mendekat dan duduk di meja bekas Anjani. “Ada apa, Pak?”

“Kau cantik sekali. Siapa namamu?”

“Dia Tami.” Pria di sebelah Rio menjawab.

“Yang sedang jadi pembicaraan media itu?”

“Benar, Pak.”

Lalu, Rio menatapku. Tidak! Dia memperhatikan setiap bagian dari penampilanku. Mata itu menandakan hinaan tapi juga pujian. “Aku sudah dengar bahwa kau berencana masuk industri. Dan skandalmu meskipun cukup buruk tentu memiliki peluang menghasilkan uang yang sangat besar. Kau tahu itu, kan?”

“Ya, Pak!” jawabku. “Saya akan sangat senang jika bisa menjajal industri ini.”

Rio tertawa, lalu meminum anggur di gelas kecil yang dituang oleh pria di sampingnya. “Sayangnya, cantik saja tidak cukup.”

“Dia tidak sekadar cantik tetapi juga berbakat!”

Angga?

Mataku membulat saat dia kembali datang, kali ini bersama Dina. Istrinya sangat cantik meskipun tentu usianya sudah tua. Hanya saja, jika dibandingkan dia bahkan jauh lebih cantik ketimbang aku.

“Kamu mengenalnya, Mas?” Dina bertanya dengan heran.

Angga menggeserkan kursi supaya istrinya bisa duduk. Dia memang romantis. “Ya, Sayang. Dia pernah magang di kantor kita selama dua bulan saat masih kuliah dulu.”

“Benarkah?”

“Ya. Untuk apa aku bohong? Kau bisa mengecek datanya jika perlu.”

Dina yang kelihatan ragu menoleh padaku. Dia memperhatikanku dengan sangat detail, seolah bisa membaca kebusukan yang kusimpan. Ini membuatku tak nyaman.

“Apakah kamu benar-benar terlibat dalam pencucian uang?”

Nandreans

Terima kasih sudah membaca sejauh ini

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status