Adskhan terbangun tanpa membuka mata dan merasakan pegal di lengan kanan bagian atasnya. Seketika ia tersadar bahwa saat ini dia sedang tidak berada di kamar tidurnya sendiri. Tersentak, Adskhan membuka mata dan melihat sisi dimana Caliana tidur kosong.
"Ana?" Panggilnya dengan suara serak. Adskhan terduduk dan mencari sekeliling ruangan dan menyadari kalau Caliana tengah bersujud di atas sajadah. Hatinya melega seketika. Adskhan melirik jam tangannya, lalu Ia pun turut turun dari atas tempat tidur.
Adskhan berjalan menuju kamar mandi. Mencuci muka dan membersihkan diri seadanya. Ia bersikap seolah rumah itu rumahnya sendiri. Setelahnya dia kembali ke kamar dan melihat Caliana sudah melepas mukenanya. Rambut gadis itu tampak basah. "Kamu mandi?" Tanya Adskhan terkejut. Caliana menyentuh rambutnya dan mengangguk. "Bukannya kamu gak enak badan? Memangnya demam mu sudah turun?" Adskhan mendekat dan hendak menyentuh dahi Caliana. Namun Caliana m
Adskhan kembali ke dalam rumah. Ia berjalan langsung menuju ke dapur dan mencari alat makan sebelum kemudian memindahkan bubur yang dibelinya ke atas mangkuk dan meletakkannya di atas nampan beserta segelas air putih hangat yang sengaja dia tuang dari dispenser.Caliana masih berbaring dalam posisi memunggungi pintu. Tubuh gadis itu terlihat gemetar pelan dan napasnya tampak pendek-pendek. Adskhan meletakkan nampan di atas nakas lalu kemudian menyentuhkan kembali punggung tangannya di dahi gadis itu. Panas. Sepertinya kali ini ia harus memaksa gadis itu untuk pergi ke rumah sakit.“Ana, makan dulu sarapannya.” Adskhan menyentuh pundak gadis itu. Caliana mengerang lirih, namun kemudian berbalik dan memandang Adskhan. “Buburmu, sudah aku minta sesuai seleramu pada tukang buburnya.” Ujarnya. Dahi Caliana mengerut. “Aku menghubungi Syaquilla dan dia bilang cukup mengatakan bubur Neng Ana dan tukang buburnya mengerti
Baik Adskhan dan Caliana keduanya terdiam. Caliana tahu dia sudah melewati batas. Tidak seharusnya dia menanyakan hal yang begitu pribadi. Terlebih mungkin hal ini akan sangat menyakiti perasaan Adskhan karena pria itu terpaksa mengungkit masa lalu yang mungkin sebenarnya sangat ingin dia lupakan. Caliana merasa ia telah mengeluarkan pertanyaan yang salah. Ia hendak meralat pertanyaannya namun kemudian Adskhan bersuara.“Bukankah pertanyaan semacam itu lebih baik kamu ajukan pada orang yang mengenalku?” ia balik bertanya. Caliana mendongakkan kepala, balik memandang pria itu. “Jika kau bertanya langsung padaku, bagaimana jika aku memutarbalikan fakta?”Caliana terdiam. “Itu bisa saja terjadi. tapi mendengar dari orang lain pun belum tentu mendapatkan jawaban yang sebenarnya. Bisa saja mereka melebih-lebihkan dan turut memutar balikan fakta hanya supaya Anda terlihat lebih baik. Tapi bisa juga sebaliknya. Jadi le
Caliana mengangkat tubuhnya dan mendekati Adskhan. Adskhan sudah menutup mata dan bersiap menerima tamparan dari tangan Caliana. Namun sedetik setelah menutup mata, ia membelalakkan mata dan menatap Caliana tak percaya.Panas yang menyebar di pipinya bukanlah panas akibat tamparan. Melainkan karena tangan gadis itu merangkum wajahnya dengan kedua tangannya dan bahkan dengan tak bisa Adskhan bayangkan, gadis itu mengecup bibirnya. “Ana?” cicit Adskhan saat gadis itu sudah kembali duduk di tempatnya, seolah semua itu tidak pernah terjadi.Caliana mengabaikan panggilan pria itu dan memilih membaringkan tubuhnya kembali di atas tempat tidur dan menyembunyikan tubuhnya ke balik selimut. “Aku lelah. Dan benar-benar mengantuk. Aku mau tidur.” ucapnya ketus.“Ana?” Adskhan kembali menyebut nama gadis itu.
Di waktu yang sama di tempat lain."Ayolah..." Tangan Syaquilla terus menerus menggoyangkan lengan Carina. Carina yang sedang fokus dengan buku bacaannya kini menghentakkan buku nya ke atas meja dan melotot ke arah sahabatnya."Qilla, Itan itu masih dalamMad Mode On, you know?" Ucapnya dalam bahasa Inggris yang malah membuat Syaquilla terkekeh geli. "Ituh lagilearning English. Please do notdisturb." Lanjut Carina dengan kesal. "Lagian kenapa sih maksa-maksa buat ngehubungin Itan?"“Penasaran aja.” Jawab Qilla dengan lugunya. “Abisnya Papa pagi-pagi udah nanyain bubur buat Itan. Jangan-jangan mereka sarapan bareng. Itu berarti Itan gak Mad Mode On sama Papa. Iya, kan?” tanya Syaquilla penuh harap.Carina menyipitkan mata. “Kalo gitu, itu namanya gak adil dong!” ujarnya kesal.“Kenapa gak a
Caliana merasa suhu ruangan mendadak menjadi dingin. Sementara tubuhnya tiba-tiba terasa panas. Alhasil ia hanya bisa menggigil dan mencengkeram selimutnya semakin erat.Ia mendengar suara-suara diluar sana. Rasanya terdengar amat jauh. Namun denyutan di kepalanya membuatnya merasa sulit untuk membuka mata.Dia sadar ketika pintu kamarnya terbuka dan seseorang melangkah masuk. Dia bahkan bisa mendengar panggilan Carina meskipun keponakannya itu memanggilnya dengan suara lirih. "Itan..?"Caliana ingin menjawab panggilan itu, tapi entah bagaimana rasanya sulit sekali untuk mengucapkan sesuatu dari bibirnya. Ia bisa merasakan tangan dingin Carina menyentuh dahinya dan sedikit sentuhan itu membuat otot-otot di tubuhnya terasa seperti tersengat sesuatu yang membuatnya semakin menggigil. Dingin, panas dan ngilu di saat bersamaan. Belum lagi dentuman di kepalanya membuatnya semakin sulit untuk membuka mata. Dan suara langkah ka
Adskhan terdiam dalam kegelapan di ruangan kerjanya. Matanya menatap kosong kea rah luar jendela. Pikirannya menerawang jauh pada perkataan Gilang di rumah sakit beberapa jam lalu.“Sepenuhnya aku mendukung hubungan kalian jika memang kalian saling menyukai.” Ucap pria itu dengan suara yang sepertinya hanya bisa didengar oleh Adskhan. Mengingat di ruangan itu juga ada Carina dan juga Syaquilla. “Tapi semuanya tidak akan mudah bagi kalian.” Lanjut Gilang.Adskhan menatap kembaran Caliana itu dalam diam. “Ibuku bukan orang yang mudah kau taklukan.” Gilang menjelaskan. “Terlebih Caliana adalah satu-satunya wanita dalam keluarga kami.Abaikan kedua kakakku. Terlebih kakak keduaku pasti akan setuju denganku dan akan merestui hubungan kalian jika kalian memang saling mencintai. Mengenai kakak sulungku,
Caliana kembali membuka mata. Ruangannya terasa sepi. Beberapa saat yang lalu dia berhasil mengusir Gilang setelah kembarannya itu mendapatkan telepon dari rumah sakit tempatnya magang. Dan sekarang, dia hanya bisa diam sendirian, mengingat kembali percakapannya dengan Gilang.“Buka mata loe, An. Gue tahu loe gak tidur.” ucap Gilang sesaat setelah pintu kamar inapnya tertutup.Caliana benar-benar membuka mata dan melihat kembarannya itu masih duduk di kursi di sisi kirinya. Gilang membantunya menaikkan tempat tidur, bahkan dengan perhatiannya menyodorkan Caliana minuman tanpa Caliana minta. Setelahnya ia kembali duduk ditempatnya dan memandang Caliana dengan sorot penuh permintaan maaf.“Apa gue udah keterlaluan?” tanyanya lirih.Caliana tahu apa yang dimaksudkan kem
Adskhan meninggalkan Lucas setelah perbincangan alot mengenai permintaannya untuk perpanjangan waktu keberadaannya di Bandung.Ya. Ia memohon pada Lucas untuk memberikannya waktu sedikit lebih lama. Mau atau tidaknya Caliana padanya, yang jelas ia tidak boleh menyerah sebelum berusaha.Ini bukan tentang nama baik. Ini juga bukan tentang keinginan Syaquilla yang menginginkan Caliana menjadi ibu sambungnya. Ini tentang Adskhan, yang menginginkan Caliana berada di sampingnya selama sisa hidupnya.Adskhan tidak peduli jika Caliana menolaknya. Setidaknya, dia harus mencoba terlebih dahulu untuk meyakinkan gadis itu untuk menerimanya.Adskhan tidak peduli jika apa yang dikatakan Gilang nantinya menjadi kenyataan. Bahwa Adskhan harus berkonfrontasi dengan ibu Gilang dan Caliana. Selama Caliana ada di sampingnya. Selama gadis itu mengatakan 'Iya'. Dia akan berjuang—demi kebahagiaan gadis itu—mesk