Share

4. Mama Mengenal Wanita Itu

Mas Ardi benar-benar membuatku ingin marah. Aku segera mengamankan benda-benda tersebut ketika ia sudah selesai menelepon. Aku menjadi ragu untuk bertahan dan berjuang. 

"Mas?" panggilku ketika ia memasuki mobil.

"Kenapa, Dek?"

"Pulang saja, yuk!" 

"Loh, kenapa?" Mas Ardi menatapku bingung. 

"Sebenarnya kamu cinta atau nggak sama aku?" tanyaku yang sudah tak mampu menahan semuanya. Melihat alat pengaman itu, bayanganku tentang Mas Ardi dan Leni di ranjang—menari-nari dalam pikiranku. 

"Ci–cinta, dong, Dek. Kenapa kamu tanya gitu?"

"Buktinya?"

"Buktinya kita sudah menikah, 'kan? Aku hanya menikahi wanita yang aku cintai."

"Bohong!" bentakku. 

"Kamu ini kenapa, sih, Dek? Kok, jadi marah-marah?"

"Wanita inisial L itu siapa? Kamu selalu memasang foto dengan tulisan A&L di mana-mana."

"Ya, kamu, dong. Ardi dan Lily."

"Yakin Ardi dan Lily?" tanyaku sembari menatapnya tajam. 

"Yakinlah, Dek."

Aku mendekatkan wajahku ke Mas Ardi. "Ardi dan Lily atau Ardi dan Leni?" tanyaku dengan menekankan suara. 

"Le–leni siapa? Kamu jangan ngarang, Dek," jawabnya gugup.

"Jangan berpura-pura, Mas! Lebih baik kamu jujur sekarang sebelum pernikahan kita terlampau jauh!"

"A–apa maksudmu, Dek? Kamu habis makan apa? Leni siapa? Aku nggak kenal."

Aku paling tidak suka dengan pria yang pembohong. "Ini apa? Kamu menggunakan alat ini untuk berhubungan dengan siapa? Tuh, lihat isinya sudah tinggal beberapa!" Aku menunjukkan kardus merah kecil itu. 

"Ini punya teman aku, Dek. Dia titip di mobil aku."

"Terus ini lipstik siapa?" Aku mengeluarkan lipstik dan menunjukkannya tepat di wajah Mas Ardi. Dia tertegun dan tak lagi menjawabku.

"Kapan hari aku menemukan dua bekas lipstik di kemejamu, Mas. Selama ini aku berusaha untuk diam karena pernikahan kita masih baru," kataku lagi.

"Tidak ada kata-kata lagi untuk berbohong, 'kan?" tanyaku yang membuatnya tertunduk.

Mas Ardi tak lagi melihat ke arahku. Dia menutup wajah dan menyandarkan kepalanya ke kursi mobil.

"Oke, aku memang salah. Aku minta maaf!" ucapnya lirih.

"Apa kesalahanmu, Mas?"

"Aku ...." Mas Ardi tampak ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya. 

"Katakan!"

"Aku selingkuh, ta—"

"Cukup!" Aku menunjuk wajahnya. "Oke, cukup! Jangan mengatakan apa pun lagi! Aku tahu semuanya. Sekarang, kita pulang saja!" 

Mas Ardi masih menatapku tanpa berkata apa-apa lagi. Dia berusaha meraih tanganku, tetapi aku menepisnya. Pengakuannya membuat hatiku seperti tersayat. Aku menyesal karena baru mengetahui sifatnya setelah menikah.

***

"Loh, katanya kalian makan malam?" tanya mama yang melihat kami sudah kembali ke rumah. Aku tak kuasa menahan air mataku sedari tadi. Tanpa menjawab pertanyaan mama, aku langsung masuk ke kamar.

"Lily!" Mama menegurku, tetapi tak kuindahkan.

"Ardi!" 

"Hei, ada apa, sih?" Mama dan papa pasti bingung dengan apa yang terjadi di antara kami. 

Aku mengemasi semua pakaianku. Lebih baik aku pulang saja ke rumah orang tuaku. Biarlah mereka tahu kenyataan yang sebenarnya. 

"Loh, Lily!" Mama mencekal pergelangan tanganku.

"Ini ada apa? Kamu kenapa?" 

"Ma, maafin Lily, ya! Lily harus pergi dari sini."

"Kenapa? Ada apa?" 

"Dek! Tolong, jangan begini! Aku bisa memperbaiki semuanya. Kita mulai dari awal lagi!"

"Ardi! Apa maksudnya? Kenapa Lily sampai menangis dan mau pergi dari sini?" 

Aku berhenti dan menoleh ke arah mama. "Ma, apa Mama masih ingat bekas lipstik di baju Mas Ardi?"

Mama mengangguk cepat. "Iya, mama ingat. Kenapa?" 

"Itu bukan bekas lipstik aku, Ma."

"Jangan bilang kalau ...."

"Mama tanya saja sama Mas Ardi!" 

Mereka berdua mencegahku agar aku tak pergi dari sini. Mama memeluk dan menenangkanku. Tangisku pecah dalam pelukan mama. Mungkin aku sudah mendapatkan cinta dari mertuaku, tetapi tidak dengan suamiku. Menyakitkan sekali.

Mama dan papa meminta kami untuk duduk dan menyelesaikan perkara dengan kepala dingin. Mereka kecewa kepada Mas Ardi. Mereka sendiri tidak menyangka jika Mas Ardi akan melakukan hal ini. 

"Biarlah, Ma, Pa! Biarkan Mas Ardi melakukan apa yang ia suka. Biar Lily pergi dari hidupnya!"

"Nggak bisa begitu, Lily! Pernikahan kalian ini belum ada satu bulan. Nanti apa kata orang?" 

"Dek, aku mengaku salah. Maafkan aku! Aku janji tidak akan melakukan kesalahan itu lagi!" sela Mas Ardi.

"Kamu pikir aku akan percaya begitu saja, Mas?"

"Kalau kamu tidak mencintaiku, seharusnya katakan dari awal! Kita tidak perlu menikah seperti ini." Aku bangkit dan berlari ke kamar. Tak kupedulikan mereka mengetuk pintu berkali-kali. 

Sampai malam tiba, aku tak juga membuka pintu. Mama khawatir dengan keadaanku yang belum makan, tetapi aku sama sekali tak lapar. Mama selalu memohon agar dibukakan pintu, begitu juga dengan Mas Ardi, tapi tak kuhiraukan. 

***

Pagi hari, aku tak mempedulikan Mas Ardi yang ingin mengambil pakaiannya. Dia mengatakan akan terlambat kalau aku tak segera membuka pintu. Aku tak mempedulikan dia yang terus memohon.

Tak lama kemudian, aku mendengar deru mobil Mas Ardi meninggalkan halaman rumah. Sepertinya, Mas Ardi sudah pergi ke kantor. Mungkin dia memakai pakaian yang ada di ruang setrika. 

"Li, buka pintunya, Li! Ini mama. Ardi sudah pergi."

Rasanya tak tega membiarkan mama terus saja memohon. Aku pun membuka pintu kamar untuk mama.

"Lily!" Mama memelukku dengan erat. "Mama ingin bicara sesuatu denganmu."

"Apa, Ma?"

"Sambil duduk, ya!" Mama menuntunku ke ruang tengah. 

"Kapan kamu tahu kalau Ardi selingkuh?"

"Baru beberapa hari ini, Ma. Lily banyak menemukan bukti-bukti perselingkuhan Mas Ardi. Dugaan Lily tidak salah setelah membuka ponsel Mas Ardi. Lily membaca pesan-pesannya dengan selingkuhannya itu, Ma," ucapku. Air mata ini kembali menetes. 

Mama memelukku kembali dengan mengusap kepalaku. "Maafkan mama, Li! Mama nggak nyangka kalau akan begini. Kamu harus menderita karena mama. Sekali lagi maafkan mama!"

Aku bingung dengan ucapan mama. "Maksudnya apa, Ma? Kenapa mama bilang seperti itu? Kenapa harus mama yang meminta maaf?"

Mama melepaskan pelukannya dan berusaha menghapus air matanya. Aku semakin bingung melihat mama yang menangis tersedu-sedu itu.

"Ma? Apa maksud Mama?"

"Kalau saja mama nggak egois, pasti kamu nggak akan menderita seperti ini. Mama sangat bersalah kepada kamu dan orang tuamu."

"Maksud Mama apa? Katakan yang jelas, Ma!"

Mungkinkah mama sudah tahu perselingkuhan Mas Ardi dan menutupinya dari aku? Sedari tadi mama terus saja melontarkan kata maaf kepadaku.

"Mama mau tanya satu hal sama kamu, Li," katanya dengan bibi bergetar.

"Apa, Ma? Tanyakan saja!" Aku menatap mama mertuaku itu lekat-lekat.

"Apa kamu tahu siapa selingkuhan Ardi?" tanya mama dalam isak tangisnya.

Aku membuang pandangan ke segala arah dan menghela napas. "Tahu, Ma," jawabku lesu.

"Apa dia bernama Leni?" tanya mama yang membuatku menoleh ke arahnya dengan cepat. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status