Home / Romansa / Bukan Istri Idaman / 3. Perubahanku dan Bukti Baru

Share

3. Perubahanku dan Bukti Baru

last update Huling Na-update: 2022-06-02 13:40:12

Aku merasakan Mas Ardi perlahan naik ke ranjang. Tangannya mulai meraba lenganku, tetapi ia lepaskan lagi. Lama menunggu, dia tak lagi menyentuhku. Mungkinkah ada yang salah denganku? Suamiku tampak bergerak. Aku menunggunya cukup lama. Ketika aku membaringkan tubuhku ke arahnya, ternyata dia membelakangiku.

"Apakah aku kurang seksi mengenakan pakaian yang seperti ini?" tanyaku dalam hati. Aku mengenakan baju yang dibelikannya sebelum menikah dulu. Ini adalah baju malam yang sangat tipis dan terawang. Tidak mungkin jika suamiku tidak nafsu jika melihatku.

Cukup lama aku menunggunya yang terus membelakangiku hingga akhirnya aku tertidur.

***

Di pagi hari, ketika aku hendak bangun, Mas Ardi menarik tanganku. Namun, matanya masih terpejam. 

"Leni ...."

Leni? Dia memanggilku dengan sebutan Leni. Suamiku sedang mengigau atau bagaimana? Leni adalah nama perempuan itu. 

"Mas!"

"Mas!"

Mas Ardi membuka mata dan seperti orang kebingungan. "Ini sudah pagi, Dek?"

"Sudah."

"Perasaan aku baru tidur. Oh, iya, kenapa kamu memakai pakaian seperti itu?" 

"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin memakai baju yang kamu belikan waktu itu."

"Kamu cantik memakai itu, tapi ...."

"Tapi apa?"

"Maaf, aku belum bisa membuatmu bahagia. Aku capek banget, Dek, karena urusan pekerjaan. Entah kapan aku akan mempunyai waktu untuk kita berduaan."

Mas Ardi ini tidak seperti Mas Ardi yang dulu kukenal. Mungkin bukan sifatnya yang berubah, tetapi aku yang baru tahu sifat aslinya. Dia pandai sekali berbohong.

"Mas, kapan kita jalan berdua? Pengantin baru, tapi kita di rumah saja?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Kapan, ya, Dek? Aku juga nggak tahu."

"Nanti, ya!" 

"Aku lihat dulu nanti. Kalau nggak sibuk, kita jalan berdua, ya?" 

Alasannya selalu sibuk dan sibuk. Aku memakai pakaian seperti ini pun tak membuatnya tertarik. Aku menjadi penasaran dengan yang namanya Leni. Ingin sekali aku menemui wanita yang membuat suamiku sampai lupa waktu dan istri. 

Setelah berganti pakaian, aku berdandan secantik mungkin. Mas Ardi seperti menatapku bingung. Dia terus memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Dek?"

"Kenapa, Mas?"

"Tumben kamu dandan? Terus pakai rok begini? Biasanya pakai celana jeans."

"Lagi pengin dandan saja. Sayang, 'kan, kalau make up seserahan dari kamu nggak dipakai?"

"Tapi bajunya tumben pakai rok?"

"Emang kenapa? Toh, aku nggak keluar ke mana-mana. Di rumah saja sama mama. Nggak apa-apa, 'kan?"

"Iya, nggak apa-apa, sih."

Mas Ardi pergi ke kamar mandi dengan sedikit melirikku. Biar saja dia keheranan dengan perubahanku. Memangnya hanya orang ke tiga saja yang dapat menarik perhatiannya? Aku juga bisa. 

Bukan hanya Mas Ardi yang terkejut dengan penampilanku, tetapi mama dan papa juga. Mama sempat melihatku dari atas sampai bawah. Memang, biasanya aku hanya polosan saja. Tak ada polesan bedak atau pun lipstik.

"Kamu mau ke mana, Lily?" tanya papa.

"Nggak ke mana-mana, Pa."

"Ardi sudah bangun?"

"Sudah. Masih mandi, Ma."

Setelah sarapan bersama, Mas Ardi dan papa berangkat kerja. Seperti biasa, aku dan mama berkutat dengan pekerjaan rumah. 

"Lily, kamu tumben dandan? Cantik banget lagi!" kata mama.

"Iseng, Ma," jawabku sambil tertawa kecil.

***

Siang hari, aku sibuk memilih beberapa produk kecantikan di sebuah aplikasi belanja online. Bukan hanya kosmetik, tetapi juga baju yang menurutku bagus. Tiba-tiba aku terpikir oleh sesuatu.

"Ma?" Aku mencari mama di setiap ruangan.

"Mama?"

"Ma?"

Di kamarnya pun tidak ada. Tidak biasanya mama pergi siang-siang begini. Aku menghubungi mama, tetapi ponselnya berdering di ruang tengah. Mama tidak membawa ponsel.

Beberapa menit kemudian, aku melihat mama datang dari luar dengan membawa sebuah kresek hitam yang entah apa isinya. 

"Ma, dari mana?" tanyaku.

"Ini. Mama habis beli rujak. Panas-panas gini, makan rujak pasti enak."

"Mama nggak ngajak Lily?"

"Mama pikir, kamu tidur. Jadi, mama berangkat sendiri saja."

"Jalan kaki, Ma?"

"Iya. Dekat, kok. Di taman komplek sana. Ayo makan, Li!"

Aku siapkan dua piring untuk kami makan siang. 

"Ma?"

"Kenapa, Li?"

"Mama biasa ke salon?"

"Nyalon? Perawatan?"

"Iya, Ma."

"Iya. Kenapa, Li? Mau ikut?"

"Mau, dong, Ma."

"Jadwal mama ke salon langganan mama, minggu depan, Li."

"Oke, Ma."

Aku harus membuat kulitku semulus dan secerah mungkin. Lelah karena bekerja bukanlah alasan yang utama suamiku tak mau menyentuhku, tetapi Leni adalah alasan suamiku tidak tertarik denganku.

***

Hari ini suamiku pulang pukul empat sore. Ini sangat jarang terjadi, tetapi aku senang. Dia ingin mengajakku untuk jalan-jalan dan makan malam di luar. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk aku memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. 

Selama ini, kami memang kurang komunikasi karena suamiku sangat sibuk. Ketika di rumah pun, dia hanya berbicara seperlunya saja. Selebihnya, dia akan banyak menghabiskan waktunya untuk tidur. Kalau begini terus, hubungan ini bisa retak. 

"Mau makan malam di mana, Dek?"

"Terserah kamu, Mas. Tempat yang menurutmu nyaman di mana?"

"Gimana kalau ke tempat pertama kali kita makan berdua?"

"Boleh."

Kami akan mendatangi tempat di mana pertama kalinya kami jalan berdua. Kalau dulu terasa mendebarkan, kini tidak lagi. Aku sudah tidak sabar ingin tahu bagaimana reaksinya setelah aku menemukan semua kebenarannya. 

"Siap, Dek?"

"Sudah, Mas."

Aku masuk ke mobil suamiku. Kami tidak banyak bicara. Aku sengaja menahan segala rasa keingintahuanku tengang Leni. Biarlah dia fokus pada kemudinya. 

Ketika aku membenarkan posisi kakiku, aku merasa seperti menginjak sesuatu. Aku mengambil benda yang mengganjal itu. 

"Mas, ini kalung siapa?" 

"Kalung?" Mas Ardi masih tetap fokus pada kemudinya.

"Kalung ini? Ada inisial L." Tunjukku. Rasanya aku ingin marah ketika menemukan kalung berinisial L itu. Aku teringat akan beberapa gambar yang berinisial 'A&L'. Itu adalah nama Mas Ardi dan Leni, bukan namaku. 

"Oh, i–itu sebenarnya kalung buat kamu, Dek. Aku beli buat kamu, tapi jatuh. Kemarin mau aku kasih ke kamu, tapi aku cari-cari nggak ketemu. Syukur, deh, kalau kamu sudah menemukan kalung itu."

"Dikasih ke aku, Mas?" tanyaku bingung. 

"Iya, Dek."

"Cuma-cuma gini? Nggak dapat wadah atau tanda belinya? Kenapa jatuhnya bisa di sini? Kamu, 'kan, duduknya di situ terus." 

Aku sengaja memancing Mas Ardi. Suamiku itu mendadak panik. Aku tahu kalau itu adalah kalung Leni, bukan kalung baru yang akan diberikan kepadaku. Nama kami memiliki huruf depan yang sama, Mas Ardi jadi mudah sekali berkilah.

"Iya, Dek. Kemarin itu aku taruh di situ. Terus waktu aku mau bawa masuk, cuma ada kantongnya saja. Ternyata, jatuhnya di situ."

"Oh, ya? Bisa gitu, ya, Mas?" Penjelasan Mas Ardi sama sekali tidak masuk akal, tetapi aku mencoba untuk tenang. 

"Dek, HP-ku bunyi. Ada telepon penting. Aku angkat dulu, ya?" Mas Ardi menepikan mobilnya. Dia keluar dari mobil untuk menerima panggilan telepon itu. Pasti itu si Leni.

Aku memeriksa mobil suamiku. Mungkin saja aku akan menemukan bukti perselingkuhannya yang lain. Benar saja. Aku terkejut ketika menemukan lipstik dan sebuah kardus kecil berwarna merah. Itu adalah alat pengaman yang biasa digunakan untuk berhubungan badan. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bukan Istri Idaman   38. Bahagia di Akhir Kisah

    Beberapa bulan kemudian ....Aku dengar, Mas Ardi bekerja dengan baik selama ini. Aku dan Leni juga sering bertukar kabar. Leni tak lagi seperti dulu. Dia sudah benar-benar berubah. Kami bahkan berteman layaknya seorang sahabat. Banyak teman yang mengirim pesan di media sosialku. Mereka tidak menyangka dengan apa yang telah kulakukan.[Kamu ngapain bantuin mantan suami dan pelakor itu?][Ih, Lily. Kalau aku jadi kamu, ogah banget untuk bantu mereka. Pakai ngasih-ngasih pekerjaan segala. Biarlah mereka kelimpungan.][Aku, tuh, heran sama kamu. Bisa-bisanya kamu membiarkan mantan suamimu bekerja di perusahaan mertuamu. Nanti kalau dia punya niatan buruk gimana? Terus kalau pelakor itu menggoda Kevin bagaimana?]Begitulah rentetan pesan dari teman-teman di salah satu media sosialku. Entah dari mana mereka mengetahui itu semua. Padahal, aku tidak pernah memposting sesuatu apapun yang berhubungan dengan Leni dan Mas Ardi.[Yakin kamu berteman baik sama pelakor ini? Ih, amit-amit.]Satu pes

  • Bukan Istri Idaman   37. Kedatangan Mas Ardi dan Leni

    Ayah dan ibu mengatakan jika sesuatu yang buruk menimpa keluarga Mas Ardi. Kabar yang aku dengar, dia dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja. Hal yang lebih mengejutkan lagi, Leni sedang mengandung anak ke dua mereka. Aku turut prihatin mendengarnya. Di waktu yang bersamaan, mama meneleponku. Dia menanyakan kabarku dan bayiku. "Maaf, mama nggak bisa menjenguk kamu, Li," ujarnya dalam sambungan telepon."Iya, Ma. Nggak apa-apa, kok. Mama sehat, 'kan?" tanyaku."Mama sehat, Li. Tapi papa sedang tidak sehat.""Papa kenapa, Ma?""Papa sakit jantung, Li. Jadi, sudah dua bulan ini papa hanya di rumah saja.""Jadi, papa sudah nggak kerja, Ma?" tanyaku terkejut."Nggak, Li. Papa sudah berhenti bekerja.""Maaf, Ma. Lily nggak bisa menjenguk papa. Semoga papa lekas membaik, ya, Ma." "Iya, Li. Nggak apa-apa, terima kasih."Mendengar pernyataan mama, hatiku terasa pilu. Papa sedang sakit. Mas Ardi kehilangan pekerjaan dan istrinya pun sedang mengandung lagi. Aku hanya bisa mendoakan yang ter

  • Bukan Istri Idaman   36. Bertemu Leni

    ***Satu tahun kemudian ....Selama satu tahun ini hidupku sangatlah bahagia bersama Kevin. Dia benar-benar orang yang tulus mencintaiku. Tak pernah sekali pun Kevin menyakitiku. Tidak ada rahasia di antara kami. Hal sekecil apapun tak pernah Kevin sembunyikan dariku. Kevin memperlakukanku seperti ratu. Selalu ada saja hal yang membuatku bahagia. Dia sangat penyayang. Aku beruntung telah menjadi istrinya. Selama menjadi istrinya, entah sudah berapa negara yang kami kunjungi. Saat ini aku sedang mengandung darah dagingnya. Jadi, dia tak lagi mengajakku menempuh perjalanan jauh. Dia sangat menjaga kondisiku dan calon buah hati kami. Kandunganku baru menginjak empat bulan. Dia memperlakukanku dengan begitu istimewa. Apa yang aku inginkan akan ia penuhi dengan segera."Sayang, ayo minum susunya!" Kevin datang sambil memberikan segelas susu ibu hamil untukku. "Makasih," ucapku. Beginilah kebiasaannya setiap hari. Dia selalu melayaniku semenjak aku mengandung. Padahal, aku bisa melakukan

  • Bukan Istri Idaman   35. Kejutan Yang Berbeda

    Sesampainya di lokasi yang dimaksud oleh Vina, aku langsung mencari dirinya. Taman yang sepi pengunjung ini cukup gelap. Tidak ada satu orang pun di sini. Hanya ada beberapa orang di sebelah selatan. Itu pun tak banyak dan sangat jauh dari sini."Vina?" Aku berputar dan menyapu pandangan. Sepi sekali. Aku mencoba untuk menghubunginya, tetapi nomornya tidak aktif. Tentu saja aku semakin panik dan khawatir. Jangan sampai Vina kenapa-kenapa oleh Alan. Aku terus menyusuri taman yang gelap ini. Kenapa Vina harus berada di tempat yang seperti ini? Jika terjadi apa-apa dengannya, bagaimana?Taman ini biasa dipakai untuk perayaan ulang tahun, baik dewasa maupun anak-anak karena memang sangat luas. Ketika menyapu pandangan, aku rasa ada yang aneh karena lampu-lampu taman di sini mati. Entah sengaja dimatikan atau memang mati. Dari kejauhan aku melihat sebuah kain putih terbentang seperti layar proyektor beserta kursi dan meja yang tertata rapi, tetapi tidak ada orang sama sekali. Hanya ada s

  • Bukan Istri Idaman   34. Kevin Menghilang

    Saat ini aku sedang duduk berhadapan dengan Vina. Aku menceritakan semua kepadanya, termasuk menunjukkan gelang dan kalung itu kepadanya. "Ikuti apa kata hatimu!" "Iya, tapi ....""Tapi apa? Bukankah kamu juga menyukainya?" tanyanya yang kujawab dengan anggukan saja."Lily, aku tahu kamu sangat berhati-hati dalam memilih pasangan, tetapi aku yakin kalau Kevin sangat tulus mencintaimu. Selama ini dia selalu membantumu dan dia selalu ada untukmu.""Bukan maksud aku untuk memaksamu menerimanya," sambungnya sambil menghela napas. "Ya ... tapi sekarang kembali lagi ke kamunya bagaimana. Kamu meminta pendapatku, 'kan? Aku sudah ngasih pendapat. Ikuti apa kata hatimu!" lanjut Vina yang membuatku berpikir.***Sudah tiga hari Kevin tidak menghubungiku. Mungkin dia sedang sibuk dengan urusannya. Aku berdiri di depan cermin sambil menatap kalung yang aku gunakan. Ya. Setelah memikirkannya matang-matang, aku memutuskan untuk menerima Kevin menjadi kekasihku. Hatiku tak bisa menolaknya. Sejujur

  • Bukan Istri Idaman   33. Curahan Hati Mama

    "Mas Ardi berubah, Ma?" tanyaku kepada mama. Saat ini mama sudah berada di apartemenku. Dia mengatakan kalau Mas Ardi telah berubah beberapa bulan terakhir. "Iya, Li. Dia berani membentak mama. Dia berani berkata kasar sama mama.""Tapi kenapa Mas Ardi seperti itu, Ma?""Alasannya karena Leni. Mama belum bisa menerima Leni hingga saat ini. Makanya Ardi seperti itu," kata mama sambil terisak. Aku meraih tangan mama dan menatapnya. "Ma, Leni itu sekarang menantu mama. Dia sudah menjadi istrinya Mas Ardi. Dia ibu dari darah daging Mas Ardi yang merupakan cucu Mama. Sampai kapan Mama akan terus bersikap seperti ini?" tanyaku pelan. "Kamu tahu, 'kan, dari dulu mama nggak pernah suka sama Leni.""Alasan Mama tidak menyukainya karena apa? Apa karena masa lalu Leni?" tanyaku yang membuat mama mengangguk."Mama, semua orang punya masa lalu. Masa lalu Leni mungkin memang buruk, tapi dia sudah berubah, 'kan? Dia sudah tidak seperti dulu, 'kan? Laki-laki yang dicintainya hanya Mas Ardi.""Tapi

  • Bukan Istri Idaman   32. Hidup Terasa Lebih Baik

    Setelah berbulan-bulan berpisah dari Mas Ardi, aku sudah merasa lebih baik bahkan sangat baik. Tidak ada lagi kesedihan yang tersimpan di hati ketika mengingatnya. Pikiranku sudah terfokus kepada masa depan. Aku adalah anak satu-satunya ayah dan ibu. Jadi, aku memanfaatkan waktuku untuk membahagiakan mereka. Selain bekerja di kantor Pak Reno, diam-diam aku mencoba untuk berbisnis. Ayah memiliki banyak pohon pisang di kebun. Aku mencoba untuk mengolahnya menjadi keripik pisang dengan berbagai rasa. Sempat gagal untuk beberapa kali, tetapi aku tidak menyerah. Berbagai resep sudah aku coba satu per satu dan akhirnya berhasil. Aku memasarkan keripik pisang itu sendiri. Tak membutuhkan waktu lama, keripik pisang buatanku sudah banjir pesanan. Ini adalah bulan ke tiga aku menjalankan bisnis tersebut untuk ayah dan ibu. Mereka memiliki beberapa orang pekerja yang membantu pengelolaan keripik pisang. Berkat memasarkan keripik pisang ini, aku bertemu dengan Kevin. Dia berasal dari luar neger

  • Bukan Istri Idaman   31. (POV Ardi)

    Aku melihat foto Lily yang masih tersimpan di ponsel. Kami sudah resmi bercerai. Sekarang aku adalah suami dari Leni—wanita yang mampu membuatku mabuk kepayang. Leni adalah cinta pertamaku. Aku tahu sifat Leni dan Lily tidaklah sama, tetapi aku mencintai keduanya. Semenjak menikah dengan Lily, aku kagum dengannya dan mulai mencintainya. Kami memang dijodohkan karena alasan utamanya adalah untuk membayar rasa bersalahku kepada keluarganya. Alasan kedua adalah agar mama dan papa bisa memisahkanku dari Leni. Lily sangat patuh kepada orang tuaku. Lily sangat sopan dan menyayangi papa dan mama. Tutur katanya sangat lembut. Menurutku, Lily adalah wanita tersabar yang pernah kukenal. Leni dan Lily sama cantiknya, tetapi Lily lebih muda dan segar. Walau usia Leni di atas Lily, tapi dia tak kalah menggoda. Leni mampu merawat dirinya dengan baik sehingga tampak awet muda dan sangat menggoda. Aku tahu Leni pernah melakukan kesalahan besar di masa lalu. Namun, itu tak membua

  • Bukan Istri Idaman   30. Keputusan Terakhir

    "Ardi, ibu memang memaafkanmu, tapi jujur ... ibu tidak ingin Lily kembali denganmu," timpal ibu tiba-tiba. "Ke–kenapa? Bukankah Ayah dan Ibu sudah memaafkan saya? Lily juga sudah memaafkan saya. Tolong beri saya satu kesempatan lagi untuk menjaga Lily dengan baik!" ucap Mas Ardi memohon."Kami memang sudah memaafkan kamu, tapi kamu juga harus ingat dengan benih yang sudah kamu tanam di rahim perempuan lain," ucap ayah. "Mas, kamu harus ingat dengan bayi yang dikandung oleh Leni. Dia adalah darah daging kamu. Walau aku sudah memaafkan kamu, bukan berarti aku memberimu ruang untuk kembali kepadaku. Jadi, tolong kamu nikahi Leni dan tinggalkan aku, Mas!" ucapku setegar mungkin. Mas Ardi menggeleng dan semakin erat menggenggam tanganku. Papa dan mama juga ikut membujukku, tetapi aku sudah yakin dengan keputusanku untuk berpisah. Lebih baik berpisah daripada harus dimadu. Aku tidak mau mengalami tekanan batin. Aku tak setegar wanita di luar sana ya

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status