Happy Reading
*****"Kamu bertanya apa alasannya. Coba berpikir sendiri. Mengapa aku sampai memutuskan ini.""Kenapa dibalikkan ke aku? Jika ada yang salah denganku, ngomong saja. Bukankah kita sering sharing berbagai hal selama ini. Aku siap mendengar keluh kesah Mas Prima dan akan memperbaiki jika memang akulah yang bersalah."Gadis berjilbab dengan kulit sawo matang itu masih berusaha membela diri. Hubungan dengan lelaki di depannya ini sudah sangat jauh baginya. Ayumi bahkan sangat yakin jika Prima adalah lelaki yang akan menjadi pelabuhan terakhir pencarian cintanya. "Cewek aneh, ngapain datang malam-malam begini. Tidakkah kamu tahu etika bertamu. Kamu itu perempuan, tidak pantas berkunjung malam-malam begini apalagi ke rumah seorang cowok." Nada bicara Prima meninggi, tidak biasanya lelaki itu berkata demikian.Sejatinya, cowok itu tengah mengalihkan perhatian Ayumi supaya tidak mengungkit permasalahan dan keputusan mengakhiri hubungan mereka secara sepihak. Ada ha yang tidak bisa Prima jelaskan saat ini. Intinya, cowok itu belum siap dengan kedatangan si cewek."Maaf," ucap Ayumi, merasa bersalah karena perkataan Prima benar. "Tapi, aku punya alasan mengapa sampai datang malam-malam. Selain ingin menyelesaikan permasalahan kita berdua. Aku mau curhat, Mas.""Tidak ada sesi curhat-curhatan. Pulanglah!" usir Prima sekali lagi."Mas, dengarkan dulu," pinta Ayumi. Tangannya berusaha menahan kepergian sang kekasih."Hadeh. Jangan jadi cewek keras kepala, Yum. Aku tidak suka," ucap lelaki pemilik rambut bergelombang dan berkulit kuning langsat."Sekali saja, dengarkan permintaanku. Aku butuh tempat menginap malam ini. Bolehkah aku menginap di sini?"Bola mata Prima terbuka sempurna. Bagaimana mungkin meloloskan permintaan si gadis. "Jangan aneh-aneh, Yum. Ibu tidak akan pernah mengijinkannya. Hal tabu di keluargaku membawa perempuan menginap di rumah sebelum ada ikatan halal.""Tapi, Mas. Waktu ini, Ibu pernah memberi tawaran menginap. Apa Mas lupa? Waktu itu kita baru pulang dari acara out bond perusahaan. Oleh karena sudah terlalu malam, beliau menawarkan hal itu. Lagian aku juga sering berkunjung ke sini. Ibu pasti bisa menerima alasanku menginap. Biarkan aku meminta ijin langsung pada beliau." Ayumi berusaha melewati si cowok."Mas, tolong. aku bisa jelaskan pada Ibu kenapa sampai harus menginap. Beliau pasti maklum dan mengijinkan." Sekai lagi, Ayumi berusaha menerjang tubuh Prima supaya bisa masuk.Sang lelaki pasang badan supaya si gadis tidak bisa melewati pintu pagar. "Jangan seperti ini, Yum. Pulanglah, kita akan bicara besok di kantor." Prima berbalik, siap meninggalkan sang kekasih."Mas, aku tidak bisa pulang sekarang. Tolong biarkan aku bertemu Ibu." Tangan Ayumi memegang lengan si lelaki. Embun di kedua matanya mulai pekat. Hidungnya memerah.Namun, hati Prima sudah beku. Tak lagi bisa melihat kesedihan dan beban berat yang dialami gadis di depannya."Tidak! Ibu tidak akan pernah mengijinkannya. Jangan memaksaku mengambil keputusan buruk," kata Prima sedikit membentak. "Pulang sekarang. Aku akan menjelaskan semuanya besok. Saat ini, aku tidak bisa mengatakan apa pun."Menepis pegangan tangan Ayumi di pergelangannya. Prima melotot, perkataannya tak terbantahkan. Air mata si gadis yang mulai terjatuh tak juga membuat lelaki itu tersentuh."Kamu masih manusia yang mengerti apa yang aku bicarakan tadi, kan? Pulang sana!" Suara Prima menggelegar.Ayumi seketika terdiam. "Kamu tidak pernah melakukan ini padaku, Mas. Kenapa sekarang berubah? Kenapa Mas kenapa?"Tarikan napas Prima terdengar begitu berat. Sorot tajam itu masih tertuju pada gadis di depannya. "Aku capek dengan hubungan kita, Yum. Kamu selalu saja menuntut terlalu banyak. Aku muak. Mulai saat ini, sebaiknya kita lupakan semua yang pernah terjadi. Jalani hidup masing-masing. Semoga kamu menemukan lelaki yang lebih baik dari aku.""Hah?!" Tubuh Ayumi bergeser satu langkah ke belakang. Hampir saja dia terjatuh andai tangan kekar Prima tidak memegangnya."Maaf, aku tidak bisa melanjutkan apa yang pernah dijanjikan. Kita akhiri hubungan sampai di sini. Pulanglah dan jangan pernah menghubungiku lagi."Lelaki itu melepas tangannya dari tubuh Ayumi. Segera menutup pintu pagar, membiarkan si gadis dengan air mata yang terus mengalir. Tak lagi menoleh ke belakang walau isakan sang kekasih mulai terdengar.Tubuh Ayumi meluruh ke tanah. Pupus sudah harapan terakhir kebahagiannya. Setelah apa yang terjadi dengan orang tua, dua saudara kandungnya. Kini, satu-satunya hal yang menopang kebahagiaannya juga hancur."Ya Allah. Takdir apa yang sedang kau berikan padaku saat ini? Tidakkah aku pantas mendapat kebahagiaan hingga Engkau merenggut semuanya secara bersamaan," keluh si gadis di depan pagar rumah sang kekasih.Tak ada seorang pun yang menolongnya kini. Samar, suara tawa dan senyum beberapa orang terdengar beberapa menit kemudian setelah tangisnya sedikit mereda. Ucapan selamat juga jug mulai terdengar."Adakah yang kamu sembunyikan selama berhubungan denganku, Mas?" tanya Ayumi padahal nyata-nyata tidak akan pernah ada yang bisa menjawabnya.Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar
Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak
Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert
Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,
Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya
Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t