Happy Reading
*****Mengendarai motor tanpa tahu arah dan tujuan, sepanjang jalan Ayumi menangis. Memiliki keluarga utuh tanpa sedikitpun masalah, membuat gadis berumur 26 tahun tersebut terlena dan hampir lupa caranya bersyukur. Kini, jangka waktu kurang dari sehari semalam, semua berubah. Kebahagian yang dirasakan lenyap bahkan banyak kejutan tak terduga menghampiri."Ya Allah jika semua ini adalah teguran darimu karena hamba yang semakin menjauh. Maka, detik ini juga, hamba memohon ampun. Yakinkan hamba bahwa semua ini cuma mimpi dan ketika terbangun nanti, semua tidak pernah ada," ucap Ayumi sepanjang perjalanan yang entah menuju mana.Pulang ke rumah adalah hal yang tidak dia inginkan saat ini. Ayumi mencoba menghindari kedua orang tuanya. Merogoh saku gamisnya, gadis itu mengeluarkan benda pipih pintar miliknya. Sekali lagi mencoba menghubungi lelaki yang mengiriminya chat. Dia harus tahu alasan sesungguhnya sang kekasih memutus hubungan secara sepihak.Namun, sampai dering kesekian lelaki pemilik nama Prima Satya Pamungkas tersebut tak kunjung menerima panggilannya. Ayumi mulai pesimis dan berpikir negatif. Tiga kejadian yang lalu sungguh berpengaruh besar terhadap pikiran negatif yang muncul sekarang. Gadis itu takut sekali terjadi sesuatu dengan sang kekasih. Apalagi chat yang dikirimkan tadi sangat mengejutkan. Tak ada angin atau hujan, Prima memutuskan jalinan kasih yang telah terajut selama tiga tahun.Sempat menghentikan laju motor dan duduk di bangku pinggir jalan guna menelepon sang pujaan. Usaha Ayumi tidak membuahkan hasil. Tak mendapat jawaban dari Prima, si gadis berdiri, kembali melajukan kendaraan roda duanya ke arah rumah sang kekasih. Sebelum itu, dia sudah mengirimkan chat sebagai pemberitahuan.Cukup lima belas menit, gadis itu sudah sampai di depan pagar rumah sang kekasih. Mencopot helm, keningnya berkerut melihat banyaknya kendaraan yang terparkir di halaman.Ayumi menyipitkan mata dan bergumam sendiri, "Tidak biasanya rumah Mas Prima seramai ini. Apa ada acara? Tumben Ibu tidak memintaku datang membantu. Biasanya beliau selalu ngabari kalau ada acara di rumah ini dan meminta tolong untuk membantu."Segala macam pikiran kini menguasai si gadis. Tak tahan dengan rasa penasarannya, Ayumi mencoba melangkahkan kaki dan mengamati keseluruhan kendaraan yang ada di rumah Prima. Dua mobil memenuhi halaman yang tak seberapa luas, satu lainnya terparkir di luar pagar, tepat di sebelah parkir motornya. Ada juga beberapa motor di samping mobil tersebut. Tanda tanya besar mulai mengusik relung hati."Tumben banget, sih," gerutu Ayumi. Bertahun-tahun mengenal sang kekasih dan keluarganya baru kali ini rumah tersebut terlihat ramai.Kilat kalimat demi kalimat yang dikirimkan Prima tadi kembali muncul. Bagaimana mungkin lelaki yang berjanji untuk menghalalkannya bisa mengirimkan chat seperti itu. Tepat di depan pintu pagar, si gadis berhenti."Apa mungkin ayahnya Mas Prima pulang? Tumben-tumbenan ramai begini." Lagi, kalimat tersebut meluncur dari bibir tipis Ayumi.Takut mengganggu acara keluarga sang kekasih, Ayumi kembali menghubungi lelaki itu. Arloji di tangannya menunjukkan pukul sepuluh malam. Harusnya, sudah tidak pantas bertamu di jam seperti itu, tetapi mau bagaimana lagi. Ayumi harus segera menyelesaikan permasalahan dan mengonfirmasi chat yang dikirim Prima. Tidak lagi bisa ditunda sampai besok. Dia harus tahu alasan di balik semua chat itu."Ada apa?" ucap seseorang di seberang sana yang mengangkat panggilan Ayumi setelah beberapa kali deringan. "Aku rasa semua sudah jelas. Kamu sudah membaca chat yang aku kirimkan, kan? Kenapa masih menelpon?""Mas, aku sudah di depan rumahmu, tapi tidak berani masuk karena banyak tamu. Kita perlu bicara sekarang. Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan di chat. Apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa berkata yang tidak-tidak seperti itu. Tolong keluar, aku tidak bisa masuk sembarangan karena banyak tamu. Sepertinya Ibu sedang ada acara. Tidak enak kalau sampai menggangu."Ayumi sama sekali tidak memberikan kesempatan lawan bicara memotong kalimat yang akan dia keluarkan. Meskipun di sebarang sana, Prima beberapa kali ingin menyela perkataannya. Embusan napas kasar bahkan terdengar oleh indera si gadis. Namun, Ayumi sengaja mengabaikan semu itu."Apa yang mau kita bicarakan. Chat yang aku kirimkan sudah sangat jelas. Kita tidak bisa bersama lagi. Maafkan aku," ujar Prima."Tapi, Mas. Alasannya apa? Kita sudah merencanakan pernikahan ini sejak awal menjalin hubungan. Mengapa Mas Prima bisa berkata seperti itu?""Berhenti merengek, Yum. Aku bukan lelaki baik untukmu." Nada suara Prima mulai meninggi. Jelas-jelas lelaki itu mulai emosi walau Ayumi tidak bisa melihat wajah dan ekspresinya."Aku akan memaksa masuk." Suara si gadis juga mulai meninggi. Berbagai permasalahan hidup yang dialami beberapa jam sebelumnya ikut andil memperkeruh kewarasan Ayumi."Apa sih maumu? Kita tidak bisa bicara sekarang!" bentak Prima."Seperti yang aku katakan tadi. Aku akan menerobos masuk.""Oke, aku ngalah, jangan masuk. Biar aku yang keluar menemuimu. Ibu sedang ada tamu penting, tidak enak jika mengganggu acaranya, hanya karena permasalahan kita berdua." Suara Prima mulai melunak. Ayumi masih bisa mengendalikan kemarahan dan keegoisan lelaki itu seperti yang sudah-sudah."Baiklah. Aku menunggu Mas Prima di depan pintu pagar."Sambungan terputus dan si gadis mulai menuggu sang pujaan. Berharap bahwa apa yang dikirimkan Prima, hanya prank saja. satu menit berlalu, wajah lelaki yang telah menjalin kasih dengannya lebih dari tiga tahun itu terlihat.Semakin dekat, muka pucat dan bulir keringat di wajah Prima terlihat jelas."Apa yang terjadi, Mas? Kenapa kamu seperti orang ketakutan saja." Ayumi semakin menatap lekat lelaki yang berada di hadapannya kini."Pulang sana, tidak ada yang perlu kita bicarakan lagi. Hubungan kita sudah berakhir."Prima memegang lengan Ayumi dan sedikit mendorongnya supaya pulang."Mas," kata Ayumi sedikit berteriak, "apa salahku?"Prima diam, malah menaikkan satu garis bibirnya. Mencemooh pertanyaan perempuan di depannya.Happy Reading *****"Lho, Om? Kok, bisa ada di sini?" tanya Zakaria heran. Pasalnya, lelaki itu mengatakan akan keluar kota selama seminggu, tetapi baru dua hari sudah terlihat lagi."Om terpaksa pulang lebih cepat. Niat semula akan menemui Hana, tapi ternyata tantemu itu sibuk dengan berondongnya.""Kenapa mencariku?" tanya Hana sinis."Baca chat-ku. Pabrik yang aku berikan padamu akan dijual oleh lelaki ini. Dia benar-benar bajingan tengik yang akan menghisap seluruh harta dan uangmu," ucap Ashwin.Wibisana tertawa. "Sayangnya, bukan aku yang menjual pabrik itu. Tapi, Hana sendirilah yang menginginkan.""Tapi, kamu tidak harus membodohinya, kan? Pembeli itu bukan orang lain melainkan dirimu sendiri yang menggunakan nama salah satu perempuan yang sedang menjadi targetmu selanjutnya. Kamu kira aku bodoh? Tidak semudah itu membohongi orang tua sepertiku, anak muda," kata Ashwin lantang. Hana menatap Wibisana tak percaya. "Tega kamu melakukan semua ini, Bi. Selama ini, aku benar-benar
Happy Reading*****Seorang perempuan cantik, berumur di atas ketiga perempuan yang sejak tadi berdebat, terlihat menggandeng tangan Wibisana dengan mesra. Tak canggung sama sekali walau usianya terpaut jauh dari si lelaki bahkan mereka berdua terlihat seperti ibu dan anak. Inara mulai tak tahan melihat pemandangan di depannya. Dia pun melangkah mendekati Wibisana dengan wajah marah penuh kecemburuan. "Siapa dia, Bi?" tanya Inara mengagetkan lelaki parlente di depannya.Kelopak mata terbuka sempurna dengan mulut sedikit menganga, Wibisana melirik perempuan paruh baya di sebelahnya yang tak lain adalah Hana. "Siapa, Sayang?" tanya Hana.Wibisana memutar bola mata malas. "Dia calon istriku," jawabnya."Kalau dia calon istrimu, lalu aku siapa?" Inara dan Hana berkata berbarengan.Diam sejenak, menetralkan detak jantungnya yang berlompatan. Wibisana tersenyum kecut. "Tenang, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya."Tangan merangkul pundak Hana, Wibisana menatap Inara marah. "Bisa tidak
Happy Reading*****"Tidak perlu menyebar fitnah," ucap Rika, "memangnya kamu kenal sama Wibisana?""Aku memang tidak kenal sama Wibisana, tapi aku kenal siapa wanita yang sedang dekat dengannya saat ini.""Apa ... apa maksudmu?" tanya Inara dengan wajah pucat dan bibir bergetar."Coba tanya pada wanita di sebelahmu. Apa maksud perkataanku tadi. Bukankah dia juga begitu dekat dengan Wibisana."Seperti bom waktu, perkataan Ayumi membuat ledakan begitu hebat di hati Inara. Tak berbeda jauh dengan mantan istri Yovie, Rika juga kaget ketika rivalnya demikian. Tak menyangka jika akan ada yang mengetahui hubungan gelapnya denga Wibisana."Mulutmu terlalu berbisa, berani menuduh sembarangan," bantah Rika. Setelahnya, dia menatap kedua sahabatnya bergantian. "Bukankah kita bertiga sudah dekat dengan Wibisana sejak dulu?"Ayumi tersenyum mendengar kebohongan Rika. "Harusnya, kamu tahu. Kedekatan apa yang aku maksudkan tadi," katanya, "sudahlah. Kenapa aku harus capek-capek ngurusi kalian bert
Happy Reading*****"Iya, aku," ucap seorang perempuan yang tak lain adalah Inara. "Lancang sekali kamu memutuskan untuk memecat karyawanku. Mentang-mentang sudah menikah dengan Zakaria." Wajah sombong Inara terlihat mendominasi seolah tak ingin ada seseorang yang mengalahkannya. Ayumi memegang pipinya yang terkena tamparan tadi. Bukan rasa sakit yang membuatnya ingin menangis, tetapi penghinaan Inara."Bukankah sudah menjadi peraturan perusahaan. Kenapa kamu malah melindungi karyawan yang bersalah dan tidak produktif sepertinya," jawab Ayumi. Dia menunjuk Prima dengan jari telunjuk sebelah kiri sangking jengkelnya pada lelaki tersebut."Berani kamu tidak menghormatiku?" ucap Inara. Merasa kalimat yang dikeluarkan lawan bicaranya kurang sopan apalagi panggilan yang tersemat tadi.Ayumi mengangkat bibirnya. Lalu, merotasi bola mata. "Untuk apa aku harus menghormati orang yang selalu menginjak-injak harga diri manusia lainnya. Dulu, aku masih bisa mentolelir karena Anda adalah atasan,
Happy Reading*****Oza berdiri dan mendekati Andini. "Coba sini lihat, Ma. Pasti ada kutu atau hewan yang menggigit Mama pas tidur tadi. Ini banyak sekali, lho, Ma," ucap si kecil."Teruskan PR-nya sama Mama biar. Papa mau nyariin obat supaya luka Mama tidak terlalu merah seperti ini." Zakaria berdiri dan meninggalkan keduanya."Aku tinggal dulu, Yang," bisik Zakaria, "selesai ngerjain PR Oza, segeralah kembali ke kamar. Aku lapar.""Lapar, ya, makan, Mas. Kenapa malah ke kamar?" tanya Ayumi dengan kening berkerut."Makannya bukan nasi, Sayang. Tapi, itu." Zakaria menunjuk sesuatu yang menggelantung pada tubuh sang istri. Bahkan lelaki itu sampai mengerlingkan mata."Dasar mesum. Sana pergi." Ayumi mendorong tubuh suaminya."Papa kenapa, Ma?" tanya Oza. Menggaruk kepala yang tak gatal. Ayumi tersenyum canggung. "Lanjutin saja PR-nya."*****Membuka mata, Zakaria tersenyum puas ketika melihat Ayumi masih berada dalam pelukannya. Semalam, lelaki itu sama sekali tak membiarkan istrinya
Happy Reading*****Ayumi benar-benar mendorong tubuh sang suami keluar kamar mandi. Lalu, menutup pintu dengan keras. Zakaria tentu saja sangat marah, dia pun merebahkan diri secara kasar pada ranjang dengan beberapa umpatan kekasalan."Kalau cuma untuk dibohongi seperti ini, harusnya tidak perlu menerima ciumanku tadi," kata Zakaria.Tubuh yang cuma terlilit handuk tanpa memakai dalaman sama sekali, tentunya cukup menyulitkan memadamkan gairah yang terlanjur membara. Suara pintu terbuka, terdengar. Zakaria menoleh.Jantungnya kini mulai berlompatan ketika menatap insan terindah di depannya. Sosok Ayumi berubah menjelma bak artis-artis korea. Rambut lurus dan panjang tergerai indah. Baju berbahan sutra potongan minim menempel erat membungkus setiap lekukan tubuhnya. Susah payah Zakaria menelan ludahnya sendiri. Sang lelaki terlalu terpesona dengan tampilan istrinya. Berjalan sangat pelan, Ayumi seperti mempermainkan pandangan dan hasrat suaminya. Bagaimana mungkin lelaki itu tidak t