Share

Bab 5. Perintah Rahayu Menggugurkan Kandungan Rinay  

Aman yang pura-pura membeli minuman  buat Rinay terlihat celingukan. Dia menoleh ke kiri dan kanan jalan  sekali lagi. Pria itu memastikan apakah sang Nyonya majikan tak akan mencurigai perbuatannya. Rasa iba yang tumbuh di hatinya melihat Rinay, membuatnya terpaksa nekat menelpon  Bagas.

“Hallo, Pak Bagas! Maaf, saya terpaksa nelpon Bapak penting!” sapa Aman begitu panggilannya dijawab oleh sang putra majikan.

“Ada apa, Pak Aman?” Terdengar nada panik dari ujung sana. Itu suara Bagaskara.

“Tolong Bapak pulang sekarang. Di rumah sedang ada masalah!”

“Ada apa? Mama dan istri saya baik-baik saja, kan?”

“Mereka baik, tapi ada satu lagi istri Bapak yang tidak baik. Eh, maksud saya, ada seorang perempuan kampung yang mengaku istri Bapak  baru datang ke sini.  Apa benar Bapak punya istri lain selain Nona Tatiana?”

“Ma-maksud Pak Aman?”

“Ini, Pak. Ada seorang perempuan kampung yang baru datang.  Dia mengaku sebagai istri Bapak. Wajahnya pucat, kondisinya sangat memprihatinkan.  Nyonya mengusirnya secara paksa. Kasihan dia, Pak.”

“Astaga! Rinay?”

“I-iya, kalau tidak salah dengar, nyonya memanggilnya Rinay. Maaf, Pak, apakah dia benar istri Bapak?”

“Tatiana, gawat! Jangan sampai istri saya tahu tentang dia.”

“Kenapa, Pak?”

Tut …tuts … tuts ….

“Pak! Pak Bagas ….! Wah, diputus lagi!” Aman terperangah menatap ponselnya.

*

Bagas kelabakan di kantornya. Ketakutan mendera. Janjinya kepada Tatiana, menjatuhkan talak kepada istri sirinya di kampung. Itu adalah syarat utama sebelum dia menikahi putri kesayangan Direktur Utama di perusahaan tempat dia dan papanya bekerja.

“Jangan sampai Rinay mengacaukan semuanya,” gumamnya panik. Segera dia menekan tombol di ponsel, memanggil nomor ibunya. Panggilannya tersambung, namun tak diangkat. Dia mengulang hingga tiga kali.

“Berarti di rumah keadaan benar-benar sedang kacau. Mama bahkan tak sempat mengangkat telponnya,” terkanya semakin was-was.  Buru-buru dia memanggil nomor Tatiana.

“Sayang, kamu di mana?” tanyanya berdebar begitu panggilannya diterima.

“Di rumah, kenapa, Sayang? Kangen, ya?” sahut Tatiana menggoda.

Sontak Bagas menarik nafas lega. Apa yang dia khwatirkan  tak terjadi rupanya. “Eem, kangen, banget. Nanti malam, ya! Kamu juga kangen, kan, aku bisa menangkap dari nada suaranya” jawabnya balik menggoda.

“Iya, cepat pulang, ya! Kebetulan ada pembantu baru, aku sudah menyuruh dia membersihkan kamar mandi kita. Sesekali pengen main di kamar mandi, dong! Di bawah pancuran shower, atau di dalam bathup. Sepertinya sensasinya luar biasa, deh.”

“Pembantu baru?”

“Iya.”

“Baru datang?”

“Iya, kenapa, sih, Mas, kok, kayaknya kaget banget?”

“Eeee-nggak, Sayang. Eeem,  iya, ikut senang saja, imajinasi  bercinta kamu membuat anganku melambung, jadi enggak sabar pengen cepat pulang, hehehe …. Baiklah, suruh pembantu baru itu yang bersih sikat kamar mandinya, ya, Sayang!”

“Ok!”

Bagas merasa luar biasa lega. Rinay ternyata dikira pembantu baru oleh Tatiana. Ini pasti karena  kemahiran sang mama mengatur segalanya.  Tetapi, dia masih merasa belum tenang juga bila belum bicara langsung dengan ibunya.

 “Eem, Mama mana, ya, Sayang? Ponselnya gak diangkat, bolak-balik aku telpon?” tanyanya kemudian.

“Mama? Bentar, aku kasihkan ponsel aku ke Mama, ya! Jangan matiin!” Tatiana bergerak keluar kamar untuk mencari sang ibu mertua.

*

“Ma? Mama di sini? O … alah, Tian nyari Mama ke mana-mana? Rupanya di sini. Mas Bagas nelpon, Ma!”

Rahayu tersentak, sontak menoleh ke arah pintu gerbang yang sudah terkuak. Tatiana berjalan ke arah mereka dengan ponsel menyala di tangannya.

“Hey, Bibik-bibik ini, kok ada di sini? Bukannya langsung di suruh kerja? Tapi, tunggu! Halo Mas, ini Mama!” Tatiana menyodorkan ponselnya kepada Rahayu.

“Bagas nelpon? Dia bilang apa?”  tanya Rahayu semakin  panik. Segera dia raih benda pipih di tangan Tatiana, dan membawanya agak jauh agar pembicaraannya dengan Bagas tak terdengar oleh siapa siapa.

Tatiana menoleh kepada Rinay, memindai wajah pucat  wanita itu dengan tatapan bingung.

“Kenapa Bibik di luar? Bukannya tadi saya perintahkan Bibik langsung kerja! Sikat kamar mandi jangan sampai suamiku pulang! Kenapa malah duduk di trotoar begini?” tanyanya bingung.

“Suami?” sergah Rinay terkejut.

“Ya, kenapa  melotot begitu? Kayaknya kaget banget?”

“Mas Bagas itu suami Mbak?” ulang Rinay dengan suara serak.

“Ya, kenapa  kaget? Bibik kenal suamiku?”

Rinay tidak menjawab. Lidahnya terasa kelu, otaknya serasa penuh. Sejenak bumi ini seolah berputar. Pandangannya menjadi gelap. Namun, detik berikutnya wanita itu berangsur tegak. Kini dia mulai bisa mencerna kenyataan yang tengah dihadapinya.  Dia mulai sadar akan kejanggalan sikap ibu mertua. Perlahan dia bangkit, menepis debu yang menempel di rok lebarnya, lalu berjalan menghampiri sang ibu mertua.

Rahayu tak menyadari akan kehadiran Rinay di belakangnya.

“Gas, kamu bagaimana, sih? Kenapa kamu memberikan alamat rumah kita kepada Rinay! Sudah mama bilang, talak dia! Talak dia, Bagas! Kenapa masih kau tunda! Lihat sekarang hasilnya! Dia nekat menyusul ke sini, dan hampir saja mengacaukan segalanya! Untung saja Tatian tidak tahu siapa dia!” omel Rahayu menumpahkan kekesalannya.

“Maaf, Bagas pasti  akan menalak dia, Ma!  Tolong suruh dia pulang ke desanya lagi! Mama pasti bisa memaksanya!” sahut Bagas dari ujung sana.

“Kau pikir segampang itu menalak dia sekarang! Perempuan kampung itu hamil! Kok bisa, coba dia hamil! Mama udah bilang sama kamu, jangan sampai dia hamil! Dengar! Mama akan memaksanya pulang! Kau jumpai dia di terminal! Kau bujuk dia agar menggugurkan kandungannya, paham!”

*****

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status