Share

Bab 6. Rinay  Bukan Selingkuhan

“Kau jumpai dia di terminal! Kau bujuk dia agar menggugurkan kandungannya, paham!” perintah Rahayu kepada Bagas dengan suara agak berbisik. Namun, tetap terdengar oleh orang-orang di sekitarnya.

Rinay tak lagi kaget mendengarnya. Sebuah garis tegas dia tarik di sudut bibir ranumnya. Senyum sinis terbentuk di sana.

“Apa? Rinay hamil? Bagaimana bisa?” Terdengar nada panik dari suara Bagas di ujung telepon. Itu terdengar juga oleh Rinay. Rahayu memang sengaja mengaktifkan  pengeras suara di ponsel itu. Tanpa pengeras suara, dia tak bisa mendengar suara lawan bicaranya jika melalui saluran telepon.

“Kenapa kau nanya Mama? Kau yang meniduri perempuan kampung itu! Bukan Mama!” Tak sadar, Rahayu meninggikan suaranya karena terbakar emosi.

“Iya, Ma. Tapi aku sudah memberi dia obat anti hamil. Kok, bisa …  dia hamil, coba?” keluh Bagas.

Kali ini Rinay tersentak kaget. Kalimat Bagas seperti petir menyambar gendang telinga. Salah dengarkah dia?  Bukankah Bagas memberi dia obat penyubur rahim selama ini?  Berarti benar yang dikatakan oleh Bidan di kampungnya? Itu bukan obat penyubur, tapi malah ibat penggugur.

“Mas, artinya kau sengaja?  Kenapa?”  lirih Rinay membatin. Dia memijit keningnya yang tiba-tiba berdenyut.   Kini dia sadar, ternyata Bagas membohonginya selama ini. Omongan para tetangga ternyata benar.  Warga kampung bukan  sekedar julid menuduh Bagas hanya menjadikan Rinay istri pemuas dahaga. Mereka sebenarnya peduli pada Rinay.

“Kalau kau beri dia obat anti hamil, tak mungkin dia hamil! Sudahlah! Tidak usah beralibi! Pokoknya kau  harus membujuk dia agar mau menggugurkan kandungannya!” tegas Rahayu mengakhiri teleponnya.

“Menggugurkan kandungan? Kandungan siapa, Ma? Siapa yang hamil?”

Rahayu tersentak kaget, wanita itu spontan menoleh ke belakang.  Wajahnya terlihat tegang dengan kedua mata membola. Tatiana sudah berdiri di belakangnya, tepat di samping Rinay.

“Ti … tian?” ucapnya terbata.

“Siapa yang hamil, Ma? Kenapa Mas Bagas harus membujuk dia menggugurkan kandungannya? Apa hubungan perempuan hamil itu dengan Mas Bagas?” cecar Tatiana masih dengan kedua mata membola.

“Tidak, Sayang. Bukan begitu maksudnya. Kamu salah dengar. Tidak ada perempuan hamil, Nak.” Rahayu membalikkan badan, lalu mengelus bahu Tatiana.

“Saya dengar semua, Ma! Mas Bagas bilang dia sudah memberi obat anti hamil, tapi kenapa perempuan itu bisa hamil juga, begitu, kan? Artinya, perempuan itu hamil anaknya Mas Bagas? Iya, kan, Ma?”

“Kamu salah dengar, Tian.”

“Tidak. Telingaku masih sangat normal. Aku tidak budek, Ma! Aku sudah berdiri di belakang Mama sejak pembantu baru ini mengikuti mama berdiri di sini. Jadi, enggak usah berdalih lagi! Bilang siapa yang hamil?” Tatiana berkeras.

“Enggak ada Tian!”

“Aku dengar dengan jelas, Ma! Ok, kalau Mama tidak mau jawab, biar aku tanya langsung sama Mas Bagas. Sini hapeku!”

“Jangan, Tian! Kamu enggak usah … telpon Bagas!”

“Sini hapeku, Ma! Mas Bagas harus jujur sama aku, siapa perempuan yang sudah dia hamili itu! Aku saja istrinya belum hamil, kok, bisa dia hamili perempuan lain! Sama siapa dia berselingkuh, Ma!”

“Tidak ada, Nak!”

“Lalu siapa perempuan yang sudah dia hamili itu?”

“Enggak ada!”

“Tadi Mama paksa dia membujuk perempuan itu agar menggugurkan kandungannya! Siapa perempuan itu!”

“Aku,” sela Rinay mengejutkan kedua perempuan yang sedang rebutan ponsel itu.

“Kamu?” sergah Tatiana menoleh ke arahnya.

“Jangan percaya dia, Tian! Dia ini hanya pembantu baru yang  baru datang dari kampung! Eh, kamu! Jangan ngaku-ngaku, ya! Kamu mau membuat kekacauan di rumah saya. Sekarang juga kau kupecat, enggak jadi kau saya terioma kerja! Amaaaaan! Cepat kau panggilkan becak! Paksa perempuan ini balik ke terminal!” teriak Rahayu memanggil sang security, seraya menarik paksa tangan Rinay.

“Iya, Nyonya!” sahut Aman datang dengan setengah berlari.

“Tunggu, Ma!” seru Tatiana menghalangi.  “Bik! Benar yang kamu bilang barusan? Kamu sedang hamil? Katakan padaku, anak siapa itu? Apa hubunganmu dengan suamiku?” Tatiana melepas cekalan tangan mertuanya di lengan Rinay. Tatapan matanya penuh selidik tepat di bola mata wanita itu.

“Jangan percaya dia, Tian! Dia hanya perempuan kampung yang bermimpi hidup enak di kota. Dia hanya ngarang! Masih ingat, kan, kamu, tadi dia juga sempat manggil aku ‘Mama’? Dia suka ngawur!” Rahayu menarik tangan Rinay lagi.

“Biar dia bicara, Ma! Lepaskan tangannya!” sergah Tatiana. “Bicara, Bik! Kamu hamil karena siapa? Apa hubungnmu dengan suamiku! Kalian berselingkuh, begitu? Jawab!” bentaknya kembali melotot tajam kepada Rinay.

“Ini anak Mas Bagas.” Rinay berkata pelan. Wajahnya yang tadi menunduk perlahan tegak. Dia menoleh ke arah Rahayu, menantang wanita itu tanpa gentar lagi.

“Apa? Jadi benar, kamu selingkuh dengan suamiku? Sejak kapan? Kok bisa suamiku  mau tidur dengan perempuan gembel seperti kamu! Lihat penampilanmu! Kau ini lebih cocok jadi babu, bukan  selingkuhan!!”

“Kami tidak selingkuh! Aku istrinya,” sahut Rinay dengan nada dingin. Suaranya terdengar begitu datar.

“Apa? Ka-kamu …!” Tatiana teperangah.

“Ya, aku perempuan yang dia nikahi secara sah. Mama juga tahu itu.” Rinay menatap tajam Rahayu. Tatiana mengikuti rah tatapan itu. “Ibu mertuaku yang terhormat ini juga hadir di pernikahan kami enam bulan yang lalu. Di desaku,” lanjut Rinay semakin dingin, namun tatapan matanya kian tajam.

“Mama? pakah dia perempuan yang terpaksa dinikahi oleh Mas Bagas di lokasi proyek waktu itu?” tanya Tatiana menuntut penjelasan kepada Rahayu.

“Eeeh, itu …eh ….” Rahayu gugup. Bola matanya bergerak liar.

“Artinya, Mas Bagas belum talak dia? Dan Mama tahu kalau Mas Bagas belum talak dia? Kalian menipu papa aku, Ma? Kalian menipu aku? Kalian bilang Mas Bagas sudah tak punya hubungan lagi dengan perempuan kampung itu, itu sebab papa aku mau melanjutkan pernikahan antara aku dengan Mas Bagas. Nyatanya kalian bohong! Bahkan perempuan kampung ini sekarang hamil, hamil anak sumiku? Begitukah, Ma?” cecar Tatiana tajam.

“Bagas sudah akan menceraikan dia, Sayang. Tapi perempuan ini terlalu licik! Dengan segala cara dia lakukan untuk mempertahankan Bagas. Tapi kamu tenang saja! Mereka hanya nikah siri. Enggak ada surat nikahnya. Sangat gampang bagi Bagas untuk jatuhkan talak padanya. Detik ini juga Bagas akan talak dia, di depan mata kamu, Sayang! Biar Mama suruh Bagas datang ke sini, ya!”

“Mama tahu hukumnya menceraikan istri yang sedang hamil, Ma? Tidak sah! Perempuan ini akan tetap berstatus sebagai istri Mas Bagas!”

“Itu sebab mama memerintahkan Bagas untuk membawa perempuan ini menggugurkan kandungannya! Mama juga ogah punya cucu dari keturunan orang kampung dan miskin seperti dia! Iiih, amit-amit! Udah, ya, Sayang, kamu enggak usah mikirin kehamilannya, ya! Bagas pasti akan menyingkirkan dia juga calon bayi di perutnya itu!”

*****

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status