Home / Romansa / Bukan Istri Pemuas Nafsu / Bab 4. Kejutan Buat Ibu Mertua

Share

Bab 4. Kejutan Buat Ibu Mertua

last update Last Updated: 2022-11-02 11:12:37

“Lho, kok, dia manggil ‘Ma’? Eh, Bik! Panggil dengan sebutan NYONYA! Kok pinter-pinteran manggil Ma! Gini, nih, kalau orang kampung baru masuk kota,” celetuk Tatiana ikut kaget.

“Sabar, Sayang! Namanya juga masih adaptasi!” Rahayu menenangkan sang menantu sombong, sembari kembali mencekal dan menekan lengan Rinay dengan kencang.

“Hem, ya, udah, lah, Ma! Ajarin  dia etika seorang pembantu, jangan asal kepada majikan! Tian duluan, ya, mau istirahat di kamar.” Tatiana mendahului masuk. “Jangan lupa, suruh dia ke kamar kami, sikat lantai kamar mandi sampai bersih!” titahnya mengingatkan sekali lagi.

“Iya, Sayang!” sahut Rahayu  bernafas lega.  “Eh, Rinaaaay …, kenapa kamu datang? Sama siapa kamu ke sini? Kok tahu kamu alamat  rumah ini? Dapat alamat dari siapa kamu, ha?” cecarnya kemudian, sambil mengguncang-guncang lengan Rinay dengan kasar.

“Sakit, Ma!” Rinay meringis dan berusaha melepas lagi cekalan di lengannya. Wajahnya memucat. Rasa kaget dan perlakuan Rahayu padanya membuatnya kehilangan semangat. Lututnya terasa lemas. Tenaganya menghilang seketika.

“Kamu juga, Aman! Kenapa kamu mengizinkan orang asing masuk ke dalam! Untung saja Tatiana tidak curiga!” sungut Rahyu mendelik kepada  sang security.

“Maaf, Nyonya, Kakak ini mengaku kalau dia adalah  istri Pak Bagas, meskipun saya tidak percaya. Tapi tiba-tiba dia menerobos masuk. begitu saja” Aman membela diri.

“Lain kali ini tidak boleh terulang! Mau kamu dipecat?”

“Maaf, Nyonya. Lain kali saya akan lebih hati-hati. Tapi, kasihan kakak ini, Nyonya. Dia sepertinya kelelahan. Wajahnya pucat sekali. Bagaimana kalau disuruh masuk dulu, atau saya ambilkan minum untuknya, ya, Nyonya?”  usul Aman merasa iba dengan kondisi Rinay yang kian melemah.

“Tidak perlu, panggilkan saja becak yang melintas di depan! Suruh dia mengantar  perempuan ini kembali ke terminal! Dia harus balik ke kampung sekarang juga!” perintah Rahayu semakin mengagetkan Rinay.

“Tidak, Ma! Saya jauh-jauh datang dari kampung ke sini buat bertemu Mas Bagas, juga Mama dan Papa. Saya sengaja datang diam-diam tanpa ngomong dulu sama Mas Bagas. Saya mau ngasih kejutan, Ma!” tutur Rinay  memohon.

“Kejutan? Ok, saya benar-benar terkejut.  Saya sangat terkejut dengan kedatangan kamu. Bahkan hampir saja saya kena serangan jantung sangkin terkejutnya.  Cukup, ya, sekarang kamu pulang saja! Oh, iya, jangan khawatir dengan ongkos Bus dan uang saku, saya akan ngasih sangu buatmu! Kau juga harus beli oleh-oleh buat orang tuamu, kan? Sebentar, ini … ini ambil!” Rahayu mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribu dari dalam saku gaunnya. Uang itu dia genggamkan di tangan sang menantu.

“Tidak, Ma! Saya tidak mau pulang! Mama harus dengar  penjelasan saya. Ada berita bagus yang ingin saya kasih tahu sama Mas Bagas, juga mama dan papa!” Rinay menepis pemberian Rahayu.

“Berita bagus? Berita bagus apa?” Tak ayal Rahayu penasaran juga dengan kalimat Rinay.

“Saya akan memberi tahu kalau Mas Bagas ada. Saya akan tunggu dia pulang kerja. Tapi, saya harus tahu siapa perempuan yang bernama Tatiana tadi, Ma! Kenapa Mama mengancam saya enggak boleh bicara apa-apa dengannya?”

“Dia bukan siapa-siapa. Enggak penting kamu tahu tentang dia! Eeem, begini saja! Kita ke luar ayo! Jangan di sini. Kita bicara di luar!” Rahayu lalu menarik lengan Rinay lagi, kali ini  keluar gerbang. “Bawa tas dia!” perintahnya kepada Aman.

“Saya nunggu Mas Bagas di kamarnya saja, Ma! Saya capek, saya merasa lemas banget. Saya mau istirahat!” pinta Rinay, langkahnya terseret mengikuti Rahayu yang menariknya secara paksa.

“Kita bicara di sini! Tutup gerbangnya, Man! Jangan sampai Tatiana tahu kalau kami di sini!” teriaknya kepada Aman.

“Baik, Nyonya. Tapi, itu, kakak itu semakin pucat saja, kasihan. Saya belikan dia air mineral di warung seberang itu, ya, Nyonya?” usulnya semakin prihatin melihat kondisi Rinay.

“Ya, sudah. Belikan sana!”

Aman bergegas menyeberang jalan sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. Sengaja dia mencari kesempatan agar bisa  menelepon Bagas. 

“Sekarang, bilang, berita bagus apa yang ingin kau sampaikan, cepat!” Rahayu mengalihkan tatapan kepada Rinay.

“Nanti saja kalau suami saya sudah pulang, saya mau  istirahat, Ma! Saya mual. Saya mau muntah, ouuugh …!” Rinay menangkup mulutnya.

“Kamu? Sebenarnya kamu kenapa? Berita baik apa  yang ingin kau sampaikan sebenarnya? Jangan bilang kalau kamu ham ….”

“Ooooeg …. Oooouek …!” Rinay beringsut ke dekat selokan, mengeluarkan seluruh isi perutnya di sana.

“Kamu hamil?" teriak Rahayu dengan kedua mata membulat sempurna.

Rinay belum bisa berbicara, mual dan pusing kian mendera.

“Astaga, Rinay? Kamu ini muntah-muntah kenapa? Kamu tidak hamil, kan? Kamu cuma mabuk karena tadi naik bus dari kampung, kan?” cecar Rahayu lagi.

“Saya … saya mual  mungkin karena saya …, ooouugh …!” sahut Rinay  kembali mengeluarkan lendir dri mulutnya. Jemarinya  berusaha menekan sendiri tengkuknya. Berharap mual  dan pusing yang mendera segera reda. Wajah pucatnya kian mengapas. Peluh sebesar biji jagung bermunculan di kening, leher dan tengkuknya.

“Kamu mual karena apa? Jawab, Rinay! Mual karena apa?”

Rinay  belum menjawab. Dia menunggu  sesaat sampai  merasa sedikit lebih tenang. Wanita itu terduduk di trotoar jalan, lemas, dia tak sanggup lagi menahan bobot tubuhnya.  Isi perutnya sudah habis keluar.

“Beberapa hari ini saya memang sering  tiba-tiba  dilanda mual dan pusing. Tapi  tidak separah kali ini,”  ucapnya kemudian.

“A-apa? Kamu sering dilanda mual dan pusing tiba-tiba? Kamu … kamu udah periksa ke dokter?” Rahayu   gelisah.

“Di kampung saya enggak ada dokter, Ma. Yang ada bidan.”

“Iya, sama saja. Apa kata bidan saat kamu periksa?”

“Saya akan memberitahu kalau Mas Bagas sudah pulang.”

“Astaga, Rinay! Kenapa harus menunggu Bagas! Bilang saja apa kata Bidan!”

“Ini kejutan, Ma! Saya mau Mas Bagas adalah orang pertama yang mendengarnya. Soalnya, dia sudah lama sekali menunggu hal ini.”

“Bagas udah lama menunggu hal ini? Menunggu apa?”

“Saya akan menunggu Mas Bagas dulu.”

“Kamu … kamu, eeeeh! Habis kesabaranku kau buat!” Rahayu mengepalkan kedua tangannya yang gemetar menahan geram.

*****

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 66. Tamat (Bagas Menderita Gangguan Mental)

    *****“Rindi … Rin … Rindi ….” Rinay memanggil. Bocah dua tahun itu tak ada di kamarnya. Harusnya dia tidur siang di jam seperti ini. Di kamar anak-anak hanya ada Deo sedang tertidur pulas.“Ning, Rindi mana?” teriak Rinay sambil berjalan menuju dapur.“Enggak ada di kamarnya, ya, Bu? Palingan main di halaman depan, seperti biasa,” jawab Ningrung sambil mencuci piring di samping meja kompor.“Loh, kan ini jam tidur siang anak-anak, Ning? Kenapa dibiarin main?”“Non Rindi selalu terbangun di jam seperti ini, Bu! Dia udah kenyang tidur siang, kok!”“Terus, dia main sendiri di halaman depan, begitu? Enggak ada yang mengawasi?”“Biasanya juga enggak lama, Bu. Bentar lagi juga balik. Dia marah kalau saya ikutin. Katanya dia mau main sendiri. Lagian di depan kan ada penjaga dan satpam.”“Lain kali, tolong jangan biarkan anak anak main sendiri! Meskipun ada penjaga di depan!”“Baik, Bu! Saya akan susul Non Rindi!”“Enggak usah, biar saya susulin sendiri!”***“Ooom …. Oooom …!” Seorang

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 65. Tatiana Melabrak Rinay

    *****“Bapak … saya … saya tidak percaya ini?” lirih Rinay kembali menundukkan wajah basahnya.Aldo kembali meraih dagu wanita itu, membawanya tengadah, lalu mengikis jarak di antara mereka. Embusan napas keduanya saling menerpa wajah masing masing. Betapa Rinay ingin menunduk, namun tak bisa lagi karena Aldo menahannya.Tak ada yang bisa dia lakukan selain memejamkan mata, saat wajah Aldo kian mendekat, hingga tak ada lagi jarak. Sebuah kecupan lembut mendarat di keningnya. Sentuhan paling lembut yang pernah dia terima. Bahkan Bagas tak pernah seperti ini caranya. Sentuhan sang manta suami selama ini teramat brutal, selalu membabi buta mengacak acak setiap senti kulit wajahnya.“Aku mencintaimu, Rinay! Tolong terima aku dan anakku! Kumohon,” pinta Aldo berbisik lembut di dekat telinganya.Tak ada penolakan, tak ada gelengan kepala. Namun, Rinay juga tak sanggup meski sekedar untuk mengangguk. Aldo telah menyatukan mulut dan bibir mereka.Wanita yang tengah hamil tiga belas mingg

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 64. Lamaran Aldo Saat Rinay Ketakutan

    *****Aldo pulang lebih awal sore ini. Keputusan Hendrawan yang akan memecat Bagas dan memaksa pria itu menceraikan Tatiana sangat mengganggu pikirannya. Bagas pasti akan marah dan bis saja melampiaskannya kepada Rinay. Tatiana juga sama. Dengan status jandanya dia pasti akan datang mengacau kehidupan Aldo selanjutnya. Semua itu akan berdampak pada Rinay. Wanita itulah yang akan menjadi sasaran mereka selanjutnya.“Rinay di mana?” tanyanya begitu memasuki rumah, Bik Yuni yang menyambutnya.“Di kamar Den Deo, Pak,” jawab Bik Yuni seraya meraih tas kerja sang majikan.“Ya, saya akan langsung menemuinya!” Aldo menuju tangga. Itu membuat Bik Yuni gelisah.“Maaf, Pak. Saya duluan, ya!” pamit seraya berjalan cepat menapaki anak tangga. Sikapnya yang gelisah dan buru-buru sempat membuat Aldo curiga, namun dia urung menegurnya. Dengan langkah tenang dia mengikuti Bik Yuni. Langkahnya terhenti di ambang pintu kamar putranya.“Nay …! Bangun! Bapak Datang! Nay …! Nanti Bapak marah, kalau nge

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 63. Rahasia Bagas Terbongkar

    “Anda … pasti berbohong!” Hendrawan menatap Aldo dengan tajam.“Saya tidak bohong, sebenarnya saya tak ingin mengatakan hal ini kepada Om. Saya berharap Om akan mengetahui sendiri nanti, tapi tidak dari mulut saya. Nyatanya Om membuat saya emosi. Maaf, Om harus mendengar informai tak enak ini,” tutur Aldo dengan nada rendah. Betapa dia khawatir sekarang, dia takut Hendrawan kenapa-napa.“Jadi, perempuan kampung itu ada di kota ini? Peremupan licik, murahan, tak tau malu! Buat apa dia mengejar Bagas ke sini? Baik, aku akan mengembalikannya ke kampung sana dengan caraku! Tapi, kenapa Bagas dan Tatiana merahasiakan ini dariku?” Hendrawan yang awalnya emosi, berubah sayu. Dengan tatapan menerawang dia lalu mendesah berat.“Om mengenal Rinay?” tanya Aldo kebingungan.“Bagaimana dia bisa hamil, bukankah Bagas sudah menalak dia begitu proyek irigasi itu selesai waktu itu? Lalu, Bagas meninggalkannya di kampung sana. Bagas juga berjanji tak akan pernah tidur dengan perempuan itu. Tapi, ke

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 62. Pertengkaran Ado Dengan Ayah Tatiana

    “Masuk, Om!” sapa Aldo langsung bangkit dan keluar dari mejanya. Pria itu berjalan menyongsong Hendrawan.“Apa kabar, Om?” tanya Aldo lalu mengulurkan tangan hendak menyalam pria yang sebaya dengan papanya itu. Namun, tangannya mengambang di udara. Hendrawan tak mau menerima uluran tangannya.“Nih, Lihat!” Hendrawan melemparkan dua lembar kertas foto di lantai, tepat di kaki Aldo.“Ini hasil perbuatan Anda, bukan? Anda puas?” bentaknya menunjuk wajah Aldo.“I-ini, ini apa, Om?” Aldo terkejut. Pelan dia berjongkok, lalu meraih kedua foto itu. Gambar sebuah mobil yang sudah remuk terlihat di foto itu. Sesaat Aldo berfikir dn mencoba mengingat, dia seperti mengenal mobil itu. Tetapi lupa, di mana dan mobil siapa.“Oh, ini … mobil Pak Bagas. Ya, saya ingat sekarang, ini mobil Pak Bagas,” ucap Aldo kemudian. Kini dia paham, apa maksud kedatangan Hendrawan. Pasti untuk menuntut dirinya, karena anak buah Aldo yang telah menghancurkan mobil itu.“Apa maksud Anda melakukan ini, Pak

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 61. Mertua Bagas Mendatangi Aldo  

    “Lepaskan saya, Pak?” kata Rinay setelah semua penyerang bar-bar itu diusir paksa oleh anggota Aldo.“Oh, iya, maaf! Kamu baik-baik saja?” Aldo spontan melepas pelukannya.“Hem, terima kasih. Untung Bapak datang, dari tadi saya mengetuk pintu kamar, tapi Bapak tidak bukakan,” lirih Rinay mengusap pergelangan tanganya yang memar karena bekas cekalan paman Maya tadi.“Aku tidak mendengar, bukan tidak mau membukakan. Aku terbangun justru karena mendengar tangis Deo. Astaga, itu artinya Deo yang menyelamatkanmu, Rinay!” Aldo bagai tersadar.“Begitukah? Bapak terbangun karena mendnegar tangisnya, itu artinya ikatan batin di antar kalian begitu kuat, Pak.”“Sepertinya dia sengaja membangunkanku, karena pengasuh yang sangat dia sayangi dalam bahaya.”“Oh.”“Hem. Kamu mungkin tidak sadar, ikatan batin justru terjalin antara kau dan Deo. Bukan dengan Maya.” Aldo menatap Rinay dengan lekat.Rinay menunduk. “Maaf, saya pamit ke kamar Den Deo. Permisi, Pak!” pamitnya merasa jengah.“Ya, Bik Yuni

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status