Share

Bukan Jodoh Idaman
Bukan Jodoh Idaman
Penulis: Inthary

1 — Aku Akan Menginap Di Luar Malam Ini

"Sah?"

"Sah!"

Lalu doa mulai dipanjatkan di depan sang penghulu beserta tamu undangan yang mengikuti jalannya proses pernikahan. Adara Elvira Chelsea tidak menangis karena haru, tapi dia menyesal kenapa bisa menerima perjodohan neneknya.

Wanita yang memiliki bentuk muka bulat karena berat badannya tidak pernah turun drastis meskipun dia melakukan diet ketat, mengernyit ketika sang suami -Ansel Falih Khairi- mencoba untuk mencium dahinya.

Memang wajar, tapi karena hubungan mereka tidak seharmonis yang terlihat, Adara ogah dicium.

"Nggak usah lama-lama," sungut Adara pelan. Dia menarik kepalanya karena Ansel sengaja melama-lamakan prosesi ciuman itu. Pria itu mengedipkan sebelah matanya tanpa mengatakan apapun.

Kerabat mereka mengawasi dari meja yang paling dekat dengan dekorasi pernikahan. Salah satu wanita tua yang usianya sudah menginjak 60 tahun menangis haru. Usahanya untuk menjodohkan mereka tidak sia-sia. Akhirnya dia bisa melepaskan hidupnya karena Adara sudah ada yang menjaga dan dia bisa meninggal dengan tenang.

"Ayo, nenek kenalin sama distributor yang sering bekerja sama dengan papa kamu. Kamu juga, Ansel. Nantinya kamu juga yang akan membantu Adara mengembangkan toko," ucap sang nenek -Dianti- dengan senyum mengembang. Dia menggandeng pasangan yang baru saja resmi menjadi suami istri itu.

Ansel memeluk pinggang Adara, sengaja menggoda wanita itu karena sejak tadi mereka bersitegang. Ansel bukan orang yang suka marah-marah, makanya melihat muka kesal Adara membuat dia tidak bisa membiarkan begitu saja. Dia lupa jika salah satu tamu yang diundang ke acara pernikahannya adalah kekasihnya.

Setelah acara perkenalan singkat siapa Ansel pada orang-orang itu, Ansel pamit ke belakang. Dia menatap wanita cantik di ujung sana dengan senyum simpul. Dress brukat berwarna putih kecoklatan malah lebih manis dipakai oleh wanita itu ketimbang dipakai oleh Adara.

"Harus ya kamu peluk-peluk begitu?" sungut wanita itu dengan kesal. Siapa yang tidak marah kalau kekasihnya menikahi wanita lain dan malah tebar pesona. Bukannya dia tidak tahu, tapi dia tidak bisa menolerir pelukannya.

Ansel ingin sekali memeluknya, tapi kondisinya tidak memungkinkan. "Maaf ya? Aku hanya memerankan peran dengan baik, Emma Sayang."

"Apa nanti malam kamu juga akan malam pertama sama dia?"

"Nggak mungkinlah," gumam Ansel. Ada banyak orang di sekitarnya, kalau dia menambah volume suara bisa-bisa timbul gosip yang akan menghebohkan dunia maya.

Belum sempat dia menyakinkan Emma lagi, Dianti memanggil.

"Maaf ya, aku harus kembali ke sana. Kamu nikmati saja pestanya," ucap Ansel. Sekilas dia menggenggam tangan Emma untuk menenangkan sang kekasih.

"Nanti malam ... datanglah ke rumahku."

Ansel tidak perlu dua kali untuk mengiyakan. Dia berjalan kembali ke kerumunan orang-orang penting itu.

"Katanya ke belakang kok bicara sama wanita itu? Siapa dia?" tanya Dianti penasaran.

"Em, teman lama, Nek. Tiba-tiba nggak ingin ke belakang. Ada apa, Nek? Kenapa memanggil?"

Dianti tidak curiga sama sekali. Dia melanjutkan perkenalannya. Ansel tampaknya serius memperhatikan siapa saja yang dikenalkan padanya.

Berbeda dengan Adara. Wanita itu memandang lesu pada pria yang menatapnya dari depan sana. Pria jangkung dengan mata sebening lautan dan rambut keriting berwarna keperakan itu terlihat sama lesunya.

Seluas senyum terlihat samar dari bibir Adara. Adara kembali memperhatikan sang nenek bicara. Dalam hatinya dia sangat ingin memeluk pria itu, sang kekasih, yang terpaksa dia tinggalkan karena perjodohannya.

Setelah acara resepsi, Adara diboyong ke rumah yang dihadiahkan oleh Dianti. Isinya juga sudah lengkap karena orang tua Ansel yang memaksa untuk mengisinya.

Dua keluarga itu benar-benar memikirkan kenyamanan pasangan suami istri yang tidak tahu pasti apakah mereka saling cinta atau tidak.

"Baik-baik sama suami kamu," pesan Dianti.

"Kenapa dikasih rumah segala sih, Nek? Nenek sama siapa kalau aku di sini? Papa juga jarang pulang kan? Anaknya menikah saja nggak pulang," sungut Adara.

Meskipun Dianti sangat tegas pada Adara, tapi Adara tidak tega meninggalkan neneknya tinggal di rumah sebesar itu sendirian.

"Kamu maklum dong, Sayang. Tadi kan papa kamu kena insiden di sana. Pesawat juga delay. Paling cepat besok sudah pulang."

"Malas ah. Jangan minta untuk datang ke sini. Semenjak mama meninggal, papa lebih sering keluar negeri. Kenapa sih? Nyari apa di sana? Anaknya nggak diurus. Mamanya juga nggak diurus."

"Hush! Kamu nggak boleh begitu. Papa kamu memang ambisius kalau sedang bisnis jadi kamu harus maklum. Demi kebahagiaan kamu dia rela melakukan apapun," ucap Dianti. Dia pamit pulang karena Adara harus istirahat. "Tunggu dulu. Untuk beberapa bulan ke depan, nenek nggak mempekerjakan asisten rumah tangga di rumah kamu. Dengan begitu kalian bisa lebih intim."

"Hah! Intim apanya?" gumam Adara kesal.

Ketika wanita itu masuk ke dalam rumah berlantai dua itu, dia sudah disambut dengan sepatu di lantai dan kemeja di sandaran sofa.

"ANSEL!"

"ANSEL!"

"ANSEL!"

Tiga kali percobaan kalau Ansel sampai tidak datang, Adara akan melemparkan barang-barang pria itu ke mukanya.

"Apa sih? Kenapa teriak-teriak? Kamu nggak lelah apa?" sungut Ansel sembari menenteng jus jeruk di tangan kanannya. Rambutnya sudah acak-acakan sejak turun dari mobil.

"Ini apa? Beresin!"

"Nggak. Siapa istri di rumah ini? Kenapa suami yang harus beresin?"

"Nggak bisa! Dalam kontrak kita sudah membagi urusan rumah berdua. Kamu nggak baca? Poin utama adalah menjaga kenyamanan bersama. Jangan merepotkan orang lain. Ini apa namanya? Bisa nggak kamu mencoba mandiri? ANSEL SIALAN!" teriak Adara kesal. Baru juga semenit masuk rumah, kepalanya sudah dipenuhi asap.

Ansel mengulum senyum, lebih tepatnya mengejek. Dia menaruh gelas di atas meja, "Aku beresin, Istriku! Jangan ngomel-ngomel."

"Yang bersih."

"Iyaaa." Ansel lagi-lagi harus melebarkan senyum terpaksanya.

Adara melihat Ansel merapikan pakaiannya dengan lengan terlipat. Dia agak bersandar ke dinding. Setelah yakin beres, dia baru beranjak dari sana.

Rumah itu memiliki banyak kamar. Siapapun boleh menempati. Tapi hanya ada satu kamar utama yang luasnya melebihi ruangan lain di rumah itu. Adara harus memilikinya.

"ANSEL!" teriaknya lagi. Ketika membuka pintu dia melihat barang-barang Ansel ada di sana.

Terdengar suara lari dari arah bawah. Ansel memburu teriakan Adara karena merasa dia sedang terancam. "Apalagi?"

"Siapa bilang kamu boleh pakai kamar ini?"

"Emangnya kenapa? Pilih saja kamar yang lain."

"Ini kamar utama. Harusnya cewek yang nempatin. Pindah sana!" suruh Adara semena-mena. Dia menarik paksa koper Ansel, lalu membuangnya keluar. "Rumah ini yang beli nenekku jadi aku berhak pilih kamar yang aku mau."

"Hei, orangtuaku juga beli perlengkapannya. Aku juga berhak," ketus Ansel.

"Kamu nggak malu merebutkan kamar sama cewek?"

"Kamu juga nggak malu ribut melulu dari tadi? Kita ini suami istri yang baru saja menikah. Harusnya kita lebih suka main di ranjang dari pada meributkan soal rumah. Apa aku perlu memulai langkah awal?" tanya Ansel dengan godaannya. Dia berjalan mendekati Adara, seketika wanita itu menyilangkan lengannya di depan dada.

"Jangan macam-macam! Dalam kontrak nggak ada yang namanya kontak fisik. Ingat itu!"

Ansel mengangguk dengan muka serius tapi tidak menghentikan langkahnya. "Kalau kamu nggak mau diusik, tolong jangan usik aku! Aku nggak suka ad keributan di rumah. Apalagi berisik! Kalau kamu nggak suka aku menaruh barang-barang dimana, biarkan saja. Toh nggak ada tamu yang datang kan?"

Adara memundurkan punggungnya sampai menyentuh dinding. Dia juga tidak suka keributan tapi dia lebih tidak suka Ansel. "Kalau bukan karena nenek yang bersahabat sama orang tua kamu, aku nggak mungkin mau menikah."

"Bukannya lebih baik aku dari pada pacar preman kamu itu?" tantang Ansel.

"Sialan!" Adara sudah berniat memukul, tapi Ansel menarik pergelangan tangannya. Jarak mereka terlalu dekat.

"Karena kita nggak perlu malam pertama, aku akan menginap di luar malam ini. Jangan tunggu aku!"

°°°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status