Share

Kejadian di Kamar Kost

Penulis: Iyustine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-26 07:50:25

“Baik, Pak, kalau-- aduh… .” Inge mendadak memegangi kepalanya.  Pusing yang sudah dia derita beberapa hari ini kambuh lagi. Demikian pula dengan perutnya yang tiba-tiba sangat mual.

Buru-buru dia membuka pintu mobil, lalu tergesa turun. Begitu pintu kamarnya terbuka, Inge pun bergegas mendapatkan kamar mandi.

Perutnya terus bergolak bagai diaduk-aduk. Inge membungkuk, siap mengeluarkan sesuatu yang terasa sangat tidak enak dalam perutnya. Namun dia hanya mengeluarkan bunyi seperti orang muntah, tidak ada apa pun yang keluar dari mulutnya.

Rasa itu terus berulang, dan Inge terus saja merasa ingin muntah.

Tiba-tiba sebuah tangan menempel di punggung Inge, terasa hangat, dan kehangatannya bisa Inge rasakan sampai ke sekujur syarafnya. Lalu tangan itu membuat gerakan mengusap dengan lembut. Inge pun menoleh dan menemukan wajah Lucas yang terlihat sedikit cemas.

Entah mengapa Inge spontan menerbitkan senyum. Lucas membalas dengan senyuman kecil. Lalu mereka memalingkan wajah secara bersamaan.

Inge terdiam beberapa detik, dan tersentak pelan ketika menyadari mual dan pusing yang dirasakannya telah lenyap. Ajaib!

“Saya sudah mendingan, Pak,” lirih Inge. Dia tegakkan kembali punggungnya.

Lucas mengangguk. Tangannya masih mengusap-usap punggung perempuan itu. Inge berdehem seraya menunduk. Seperti baru tersadar, Lucas segera menarik tangannya.

Inge mengulum senyum dan melangkah keluar dari kamar mandi. Lucas mengikuti di belakangnya.

“Inge!” Sebuah jeritan kecil terdengar.

Inge refleks menoleh ke arah pintu yang memang terbuka. Senyum Inge raib detik itu juga.

“Bu Viana, Jesica?!” Inge ikut menjerit. Ekspresi kagetnya tidak dapat dia tutupi.

Di sana, telah berdiri dua orang rekannya sesama guru. Mata mereka membeliak besar, mungkin kadar kagetnya setara dengan yang diperlihatkan Inge. Secara bersamaan pandangan Viana dan Jesica teralih kepada jas Lucas yang tergeletak di ranjang, lalu kembali pada sosok lelaki di sebelah Inge.

“Oh, maaf,  Ing, kami datang diminta Bu Farah untuk menengok kamu,” potong Viana. Dia seperti tidak ingin memberi kesempatan Inge untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.  “Tapi kelihatannya kamu sudah baikan dan lagi sibuk. J-jadi kami langsung permisi.”

Tanpa menunggu jawaban dari Inge, Viana menyeret Jesica yang melongo di sebelahnya untuk segera pergi. Tidak berapa lama, terdengar bunyi motor mereka, lalu berangsur-angsur menjauh dan hilang.

Inge menghela napas, serta menatap Lucas. Lelaki itu pun sedang menghela napas. 

“Inge–”

Lucas baru hendak angkat bicara, ketika teleponnya telah berbunyi terlebih dahulu. Lelaki itu terlihat segera mendapatkan gawai di saku celananya dan langsung meresponnya.

Inge menghela napas lagi. Dia bergerak menjauh dari Lucas dengan lunglai, lalu duduk di ujung ranjangnya. Memandang jas milik lelaki itu, yang Inge yakin tadi sempat menarik perhatian seniornya yang bernama Viana. Dan sudah pasti menimbulkan prasangka. Memang jas Lucas terkesan seperti bekas dilempar dengan sembarangan, mungkin Lucas tadi melepas dengan terburu-buru untuk menyusul dirinya ke kamar mandi.

“Inge, berkemas lah dulu, nanti saya jemput,” kata Lucas sembari menyimpan telepon genggam, lalu menyambar jasnya.

Lucas melangkah tergesa, tapi ketika sudah berada di ambang pintu dia berbalik. Menatap Inge dengan bibir yang seperti siap mengatakan sesuatu. Namun akhirnya dia hanya mengulang ucapannya yang terakhir. Untuk kemudian benar-benar pergi.

Inge menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Belum sempat otaknya berpikir, giliran telepon genggamnya yang berbunyi. Dia sengaja membiarkan sampai dering itu mati, sebab dia memang tidak berniat untuk menerima telepon sekarang. Akan tetapi gawai itu cepat berdering kembali.

Dengan malas, Inge mendapatkan tasnya. Dan gemetar ketika membaca nama yang tertera di layarnya.

“Bu Farah,” desis Inge.

Pikirannya langsung tertuju pada dua orang yang tadi memergoki dirinya sedang bersama Lucas. Tidak mungkin jika mereka tidak melapor, terutama Viana yang memang terkenal suka menyindir dan ikut campur urusan orang lain.

Bunyi dari telepon Inge mati lagi, namun sedetik kemudian berbunyi kembali. Sepertinya Bu Farah tidak akan berhenti mencoba menelepon sebelum Inge mengangkatnya.

Inge menghela napas lebih panjang. Cepat atau lambat dia pasti harus menjelaskan hal ini kepada Bu Farah, hanya saja dia tidak menyangka jika harus secepat ini. Apa yang harus dia katakan kepada atasannya itu?

Tangan Inge bergetar ketika menggeser tombol berwarna hijau.

“Selamat siang, Bu Farah,” sapa Inge. Matanya terpejam sementara tangan yang tidak memegang telepon genggam, dia pakai untuk menekan lembut dadanya sendiri.

“Inge, saya dengar kamu sudah di rumah?” tanya Bu Farah. Nadanya sedikit ketus, dia bahkan enggan menjawab salam yang disampaikan Inge.

“I-iya, Bu.”

Sejenak hening. Inge bisa mendengar deru napas Bu Farah. Timbul tenggelam seperti ombak, beradu dengan desahan napasnya sendiri.

“Dan saya dengar kamu juga sudah baikan?” Akhirnya Bu Farah bicara lagi.

“Iya, Bu.”

“Jadi bisa kan kamu datang  ke sekolah sekarang? Sepertinya ada yang perlu kamu jelaskan kepada saya.”

Kali ini Inge tidak menjawab, sebab Bu Farah sudah memutus sambungan terlebih dahulu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Panggil Aku Sayang

    “Temuilah Lucas, coba kalian bicara dulu dengan lebih tenang. Apa pun keputusanmu, Mama akan mendukungmu.”Inge bergerak memeluk sang mama. Dia mengucapkan terima kasih, tetapi satu detik kemudian perempuan itu terisak. Ketika Mama Niken terlihat cemas, Inge justru mengeluarkan tawa kecil. Tentu saja Mama Niken mengernyit heran.“Kamu kenapa? Jangan bikin Mama bingung, Ing.” Nada suara perempuan yang melahirkan Inge itu menjadi naik.Inge justru tertawa lebih kencang.“Inge!” Mama Niken menjerit tertahan. Untung saja semua pegawainya sedang sibuk di depan, menata katering di dalam mobil, untuk segera diantar pada para pelanggan.“Aku tiba-tiba ingat , Ma. Dulu waktu Mama nganter aku sekolah naik sepeda, Mama pernah bilang kan kalau besok suamiku adalah orang yang sangat kaya, jadi aku bisa diantar kemana-mana naik mobil. Terus suamiku punya restoran di mana-mana… . Ingat kan?” Mama Niken memandang Inge dengan lurus. Senyumnya merekah. “Mama rasa kamu enggak perlu cocoklogi begitu. D

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Sebuah Petunjuk

    Inge yang masih memandangi pesan gantung di telepon Lucas, menjadi sangat terkejut ketika tiba-tiba mendengar Lucas berdehem tepat di belakang punggungnya.“Pak Lucas.” Inge salah tingkah. Dia merasa seperti tertangkap basah sedang melakukan hal yang kurang sopan. Dengan sedikit gemetar dia menyodorkan telepon itu kepada si empunya.Lucas menerima, kemudian memeriksa telepon tersebut. Dua detik kemudian dia merekahkan senyum. “Apa kamu baca pesan dari Mama ini?”“Maaf, benar-benar tidak sengaja, Pak.” Inge menunduk lebih dalam.Lucas tertawa kecil. “Baguslah. Jadi aku enggak perlu repot memberitahu kamu kalau Mama menunggumu di rumah. Ayo kembalilah ke rumah kita.”“Maksudnya… .” Inge sengaja menggantung ucapannya. Dia beranikan diri untuk menatap wajah Lucas.“Ini sedikit memalukan, Ing. Ternyata selama ini Mamaku menyewa orang untuk menyelidiki kamu.” Lucas bergerak mendekat. Dia mengambil kedua tangan Inge, lalu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak lucu dengan mata membel

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Karina Kepada Inge

    Naomi memandang wajah Inge sejenak, sebelum akhirnya mengangguk samar. Dia pun menurut saat dibawa masuk ke dalam kamar.“Mimi,” panggil Karina dari layar telepon Lucas. Tampak wajah cantiknya masih sedikit pucat. Latar belakang ranjang rumah sakit juga ikut terekam dalam panggilan video. Tampaknya Karina sedang sendirian di ruang tersebut.Inge mengajarkan Naomi untuk melambaikan tangan sekaligus mengucapkan salam pada ibu kandungnya itu. Lagi-lagi Naomi menurut, meski dengan sedikit canggung.“Mimi senang ya main sama Mama Inge?” ujar Karina.“Iya.” Naomi yang dipangku Lucas menyahut dengan menundukkan kepala .“Mimi sayang sama Mama Inge?” tanya Karina lagi.Naomi spontan memandang Inge, sehingga Inge sekuat tenaga melempar senyum. Segumpal perasaan bersalah menyergap hatinya. Dia begitu tertohok dengan pertanyaan Karina.Lucas cepat menguasai keadaan. Dia pun bersuara dengan meminta Naomi untuk menjawab ujaran sang ibu. Sementara tangan Lucas perlahan mengulur untuk menyentuh ping

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Segelas Susu Hangat

    Inge menunduk. Perasaannya berkecamuk.“Pak Lucas, boleh saya bicara dengan Bu Karina?” Alih-alih menjawab, Inge justru melempar pertanyaan. Lehernya bergerak sehingga kepala Inge kini tegak dan memandang Lucas yang duduk di sampingnya.“Saya ingin menjelaskan hubungan kita,” ucap Inge.Respon pertama kali Lucas adalah menghela napas. Kemudian dia mereguk susunya kembali, sebelum akhirnya menyahut, “Tentu saja boleh. Tapi tolong jangan terus merasa aku dan Karina bercerai karena kamu.”Inge mengulas senyum. “Tapi pikiran dan pandangan orang pasti akan seperti itu. Bayangkan saja, Bu Karina baru bangun setelah koma empat tahun, tiba-tiba diceraikan, lalu Pak Lucas melanjutkan hidup bersama saya sebagai suami istri. Apa kata orang nanti?”Lucas meraih tangan Inge. Dia remas sedikit sembari memberi tepukan kecil.“Apakah anggapan orang sangat berarti buat kamu?” tanya Lucas. Nadanya tegas. “Kita sudah melewati sejauh ini bukan?”Inge kembali menunduk. Tanpa sadar dia membalas remasan Luc

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Tolong Jujur

    Inge terbangun dengan kaget, tiba-tiba dia merasa ada tangan yang memukul kandungannya. Ketika dia membuka mata, dia mendapati tangan mungil Naomi sudah terparkir manis di atas perut. Sedang tubuh kecil Naomi terlihat bergerak merapatkan diri pada Inge, sepertinya si kecil mencari kehangatan, sebab udara pagi di kota kecil ini memang lebih dingin dibanding di rumah Naomi.Inge menghela napas. Semalam dia akhirnya tertidur setelah berdiam diri memandangi wajah Lucas dan Naomi berganti-ganti. Entah mengapa hatinya merasa lebih tentram. Demikian juga dengan si bayi, dia terus bergerak tetapi gerakannya sangat halus.‘Eh, kemana Lucas?’ Inge tidak menemukan lelaki itu di samping Naomi. Bantal bekas dipakai Lucas sudah terlihat rapi.Tidak berapa lama, sayup-sayup telinga Inge mendengar tawa renyah di luar kamarnya. Dapat dipastikan suara itu berasal dari para ibu yang membantu mamanya. Mereka juga terdengar saling berbalas kalimat seperti biasa.Inge pun bangun dengan hati-hati. Sedikit m

  • Bukan Mauku Menjadi Istri Kedua   Aku Datang Mama

    Mesin mobil segera mati, dan Pak Ali perlahan turun. Dia membungkukkan sedikit badannya kepada Lucas dan juga orang tuanya, kemudian mengundurkan diri tanpa sepatah kata pun.“Mama kita perlu bicara.” Lucas menatap Mama Helen.Sedetik kemudian Naomi menjerit-jerit. Dia seperti sudah mempunyai firasat jika sang papa akan menggagalkan rencana mereka untuk pergi ke rumah Inge. Namun Edward sigap menenangkan gadis kecil itu. Edward membujuk Naomi untuk turun.Akan tetapi Naomi masih terus menjerit, sehingga Lucas akhirnya mendekati sang putri. Lelaki itu menatap Edward sejenak, sebelum akhirnya mengulurkan tangan pada Naomi.“Kita jemput Mama Inge, tapi kita siapkan dulu strawberry untuk Mama Inge. Tadi Mama Inge telepon minta dibawain strawberry,” ujar Lucas terpaksa sedikit berbohong. Dia perlu waktu untuk bicara dengan Mama Helen.Naomi terlihat langsung menghentikan kehebohannya. Dengan mata basahnya dia tersenyum lebar. “Mimi yang siapin, Pap?”Lucas mengangguk. “Coba tanya Bi Yati a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status